JAKARTA, GRESNEWS.COM – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengaku menghormati dan menaati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan frasa Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Negara melanggar konstitusi. Namun MPR akan tetap meneruskan program sosialisasi empat pilar ini yakni Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. MPR rupanya punya pendapat berbeda soal frasa empat pilar itu bahwa yang dibatalkan adalah frasanya saja sedangkan esensinya tidak.

Menanggapi hal itu, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan sikap MPR tersebut melanggar hukum dan sangat tidak beralasan apabila MPR akan terus melakukan sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. "Frasa nama itu sama dengan nama nomenklatur program dalam APBN. Frase nama yang bernama Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara itu berasal dari rencana kerja (renja ) tahunan yg dibuat oleh MPR," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi kepada Gresnews.com, Selasa (15/4).

Sementara renja itu berasal rencana strategis (renstra) yang dibuat lima tahunan untuk MPR, dan renstra berasal dari visi dan misi MPR. "Jadi, kalau MK sudah mengeluarkan putusan pembatalan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka subtansi visi dan misi yang bernama Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara juga harus dibatalkan, sampai kepada renstra, renja, dan program-program yang terkait empat pilar tersebut,” tegasnya.

Menurutnya, sangat tidak beralasan apabila MPR terus melakukan sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dengan hanya mengganti namanya. "MPR harus membuat lagi visi dan misi yang baru, sampai kepada program baru lagi," ujarnya.

Ucok mengingatkan, agar MPR tidak membuat opini sesat kepada publik bahwa boleh berganti frasa saja, dan boleh melakukan sosialisasi dengan memakai uang negara. Menurutnya, apabila MPR tetap ngotot melakukan sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, berarti sama artinya MPR sedang melaksanakan kesalahan.

"Ini namanya sudah melanggar hukum karena Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ini sudah tidak ada lagi dalam kerja MPR," ujarnya. Karena itu, kata Ucok, MPR harus mengembalilan alokasi anggaran Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ke kas negara kalau tidak mau atau ingin dipersoalkan secara hukum.

Ucok mendesak MPR agar  mengikuti keputusan MK yang menghapus frasaEmpat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dari Pasal 34 Ayat (3b) Huruf a UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), dengan merealokasi anggaran sosialisi empat pilar tersebut.

"MPR sedang mempertontonkan kesalahaan di depan publik, tetap mensosialisasikanEmpat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara adalah kesalahan luar biasa,” tegasnya.

Sebelumnya wakil ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkanEmpat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara hanya membatalkan frasa nama, bukan substansinya. Menurut Ahmad, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara itu hanya nama kemasan (semacam tag line) agar populer dan mudah diingat masyarakat. Sedangkan substansi utamanya adalah bagaimana mensosialisasikan nasionalisme kepada masyarakat.

Ia pun mengusulkan kepada pimpinan lembaga negara yang terdiri dari Presiden, MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA), untuk berkumpul membahas putusan MK terkait pembatalan frase Empat Pilar tersebut. "Saya akan usulkan agar semua lembaga negara berkumpul dan konsultasi membahas putusan MK karena kalau tidak, khawatir akan terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan atau sosialisasi 4 pilar itu ke depan," kata Ahmad dalam diskusi "Pilar Negara: Empat Pilar Pasca Putusan MK" di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta, Senin (14/4).

Senada dengan Ahmad, pembicara lainnya, mantan anggota DPR RI Slamet Effendy Yusuf mengatakan, MPR RI mensosialisasikan materi Empat Pilar yang meliputi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Repubilik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dengan tujuan agar bangsa Indonesia lebih menyadari, memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, dalam APBN tidak ada nomenklatur Empat Pilar, tapi sosialisasi prinsip kehidupan bernegara. "Meskipun MK membatalkan frasa nama Empat Pilar, substansinya tidak dibatalkan," ujar Slamet. Karena itu, ia beralasan, MPR tetap melakukan sosialisasi prinsip-prinsip kehidupan bernegara, tapi setelah mengganti nama baru yang simpel dan populer.

Sebelumnya, MK memutuskan menghapus frasa empat pilar kebangsaan dan bernegara.  Penghapusan istilah yang sempat dipopulerkan oleh mantan Ketua MPR Taufik Kemas itu dilakukan MK menyusul pengujian UU Parpol yang dimohonkan Basuki Agus Suparno dan kawan-kawan. Mereka mempersoalakan Pasal 34 Ayat (3b) Huruf a UU Parpol. Ketentuan pasal yang berbunyi: Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada Ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan: (a) pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disebutkan, parpol wajib mensosialisaikan 4 pilar kebangsaan tersebut.

Pasca putusan ini, maka Pasal 34 Ayat (3b) Huruf a UU Parpol menjadi berbunyi: ´Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan: a Pendalaman mengenai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia´. Namun putusan MK ini tidak bulat. Dua hakim konstitusi, yakni Patrialis dan Akbar Arief Hidayat mengajukan concurring opinion (alasan berbeda) dan dissenting opinion (pendapat berbeda).

BACA JUGA: