JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peraturan Pemerintah (PP) terkait aturan pelayanan kesehatan dinilai minim. Ketidaklengkapan aturan tersebut dinilai bertentangan dengan aturan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta mengatakan, sesuai amanat konstitusi, seharusnya ada 27 PP yang dimuat dalam UU Kesehatan pada tahun 2010 pascadiberlakukan tahun 2009. Namun, pada kenyataannya, sejak diberlakukan tahun 2009, jumlah yang ada baru mencapai tujuh PP.

Artinya, jumlah tersebut masih minim dan jauh dari target yang diamanatkan UU. "Tahun 2010 mestinya sudah mencapai 27 PP namun yang ada baru tujuh PP. Pemerintah perlu lengkapi PP-nya," kata Marius kepada Gresnews.com, Jumat (10/4).

UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Marius menilai, asas dan tujuan UU Kesehatan di pasal tersebut seringkali terkendala akibat minimnya aturan.

Persoalan serupa juga terjadi dalam kelengkapan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (RS). Marius mengatakan, pemerintah hingga saat ini belum melengkapi 5 PP yang menjadi prioritas dalam UU RS tersebut. Target 5 PP sebenarnya harus dipenuhi tahun 2011 terhitung sejak diberlakukannya UU.

Namun, hingga kini baru terselenggara satu PP saja dalam UU RS yaitu tentang Badan Pengawas Rumah Sakit. "PP dalam UU RS belum terpenuhi. Jika PP-nya saja tidak ada, bagaimana pemerintah mau mengukur tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan," tegas Marius.

Marius mengatakan, kekosongan aturan soal akomodasi kesehatan membuat hak-hak pelayanan masyarakat selaku konsumen sering terabaikan. Untuk itu, Marius menyarankan agar pemerintah segera lengkapi prioritas UU secepatnya guna menwujudkan upaya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

Marius juga menambahkan, minimnya pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan membuat pemerintah sulit menentukan standard unit cost atau biaya berobat. "Harus ada aturan yang jelas. biaya berobat juga harus dihitung dengan benar sesuai aturan manage care," ucap Marius.

Sebelumnya, Ketua bidang Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gatot Sutono mengatakan, pelayanan kesehatan nasional masih lemah karena sejauh ini Indonesia hanya memiliki UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Sistem Rumah Sakit, namun tidak dilengkapi dengan UU sistem pelayanan kesehatan.

Akibatnya, seringkali biaya berobat masyarakat tinggi dikarenakan belum adanya skema pelayanan kesehatan primer yang baik. "Skema pelayanan kesehatan tidak memadai akibatnya masyarakat cenderung berobat ke RS swasta yang notabene lebih mahal," kata Gatot.

BACA JUGA: