JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keluarga korban kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) yang diwakili ibu korban, Theresia Pipit Widowati, mengajukan gugatan perdata kepada Yayasan JIS dan Kementerian Pendidikan dan Kebudyaaan (Kemendikbud). Kedua lembaga digugat karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan keluarga korban diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lewat pengacaranya OC Kaligis, Senin (21/4).

Menurut Kaligis, persoalan kekerasan seksual di JIS adalah masalah serius.  Ada dua persoalan mendasar dalam kasus ini yakni masalah HAM dan perlindungan anak. Karena itu pihaknya menuntut agar JIS ini ditutup secara permanen. "Ini kan bukan lagi masalah di lokal lagi, tapi ini sudah masuk laporan di Belanda dan masuk koran-koran di Australia," kata Kaligis di PN Jaksel.

Dalam gugatan ini ada dua tergugat, JIS sebagai tergugat I dan Kemendikbud selaku tergugat II. Alasan melakukan gugatan karena JIS tingkat Pendidikan Anak Usia Dini ilegal karena tanpa izin. JIS hanya memiliki izin untuk menyelenggarakan pendidikan untuk tingkat SD, SMP dan SMA yang dimulai pada 1992.

Apalagi selama kurun waktu antara Januari 2013 hingga Maret 2014, korban kerap mengalami kejahatan seksual yang dilakukan petugas kebersihan di JIS. Selain itu pihak JIS juga dinilai lemah pengawasannya sehingga memudahkan petugas kebersihan JIS melakukan kejahatan seksual. Baru setelah peristiwa itu, JIS menambah kamera CCTV untuk mengelabui petugas. "Lebih parah lagi, Kepala Sekolah JIS melarang orang tua berkomunikasi dengan pihak ketiga," kata Kaligis.

Selain itu dari hasil pemeriksaan SOS Medika Klinik ditemukan bakteri di tubuh korban yang identik dengan bakteri si pelaku. Dan saat ini, kata Kaligis, korban mengalami penderitaan psikologis serta traumatik yang berat.

Sementara itu Kemendikbud dijadikan sebagai tergugat II karena dinilai telah lalai dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan kegiatan belajar JIS tanpa izin. Tak berizinnya JIZ baru ketahuan setelah terkuaknya kasus ini. Kuasa hukum keluarga korban menyayangkan pihak Kemendikbud yang masih menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Padahal JIS tingkat TK ini telah melanggar hukum.

Sejatinya Kemendikbud wajib bersikap tegas terhadap JIS dengan melarang dan menutup JIS secara permanen. "Mestinya ditutup tak bisa dikasih kelonggaran lagi. Ini TK saja sudah Rp400 juta pertahun, berapa puluh juta dia dapat, apalagi masih banyak sekolah yang tidak ada izinnya," tegas Kaligis.

Lalainya pengawasan secara meyeluruh kegiatan yang terjadi JIS sehingga menyebabkan terjadinya kejahatan seksual terhadap korban dinilai perbuatan melawan hukum. Perbuatan itu menurut Kaligis melanggar Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUHPerdata.

Pasal  1365 KUHPerdata: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut."

Pasal 1367 berbunyi: "Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menajdi tanggungannya atau disebabkab barang-barang yang berada di bawah pengawasannya."

Menurut Kaligis berdasarkan fakta-fakta hukum itulah, pihaknya melakukan gugatan perdata ke pengadilan. Para pemohon meminta agar majelis hakim menghukum tergugat II dalam hal ini Kemendikbud untuk menutup JIS secara permanen serta tidak memberikan izin kepada tergugat I (JIS) untuk menyelenggarakan sekolah internasional tingkat Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia.

Keluarga korban juga melayangkan gugatan kepada tergugat I untuk membayar kerugian materiil yang dikeluarkan pihak penggugat untuk pengobatan dan perawatan korban di rumah sakit sebesar Rp7 juta. Penggugat juga menuntut tergugat I membayar biaya untuk pemulihan mental korban hingga mencapai usia 21 sebesar US$2 juta. Sementara untuk kerugian immateril penggugat menuntut ganti rugi sebesar US$10 juta.

Sebelumnya, pihak Kemendikbud sendiri sudah mengeluarkan perintah penutupan JIS, namun sifatnya hanya sementara. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kemendikbud Lydia Freyani Hawadi mengatakan, penutupan JIS dilakukan hingga penyelidikan terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekolah tersebut tuntas. "Kalau rekomendasi ini disetujui menteri, mereka harus tutup dulu," ucapnya, Minggu (20/4) kemarin.

Selain itu, penutupan didasari bahwa TK JIS belum mempunyai izin. Serta pengelolaan sekolah tersebut belum memenuhi syarat lembaga pendidikan internasional di Indonesia.

Pihak JIS sendiri sebelumnya ketahuan melakukan rekayasa dengan mengubah toilet yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) kekerasan seksual itu. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, seharusnya JIS tidak merusak TKP untuk kepentingan penyidikan.

"Memang sempat ada perubahan di TKP seperti pintu toilet dicopot dan terkait hal itu pihak sekolah sudah kami tegur dan mereka sudah memasang kembali pintu tersebut," jelas Rikwanto, Senin (21/4).

Untuk mengantisipasi perusakan dan perubahan TKP kembali, pihak kepolisian saat ini telah memasangi area toilet dengan garis polisi. "Police line sudah dipasang agar tidak diubah lagi sewaktu-waktu," kata Rikwanto.

Sementara itu, Rikwanto melanjutkan, pihaknya akan menggelar rekonstruksi mini di TKP dalam waktu dekat. Terkait adanya perubahan TKP, kata Rikwanto, proses rekonstruksi akan dilakukan sesuai gambaran sketsa TKP aslinya pada dokumentasi foto yang sudah diperoleh polisi.

Terkait penambahan CCTV di area toilet sesudah kejadian, Rikwanto mengatakan hal itu tidak menjadi masalah. "Itu tidak masalah. Hanya masalah pintu yang dicopot ini yang kita sesalkan," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: