JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hampir dua bulan sudah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty telah berjalan. Harapan pemerintah menarik Rp4.000 triliun uang yang diparkir di luar negeri masih jauh api dari panggang. Merasa sulit mencapai target menarik uang dari luar, pemerintah malah beralih menyasar rakyatnya sendiri di dalam negeri sebagai target Tax Amnesty hingga muncul keresahan di masyarakat.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean menyatakan bahwa masyarakat telah menjadi korban teror pemerintah sehingga menjadi resah dan takut hartanya dirampas. Pemerintah yang menyatakan sudah mengantongi nama, alamat, dan tempat penyimpanan dana di luar negeri, kini tak mampu menarik dana tersebut, sehingga pemerintah pun merasa berhak meminta bagian dari aset rakyat atas nama Tax Amnesty.

"Ini kejahatan oleh rezim kepada rakyat," ujar Ferdinand melalui pesan yang diterima oleh gresnews.com, Jumat (26/8).

Ia pun menyatakan saat ini aset masyarakat yang didapat melalui proses jual beli, yang sudah dilakukkan pembayaran pajak saat membeli aset tersebut dan membayar kewajiban pajak tahunan atas aset tersebut kini harus membayar lagi pajak Tax Amnesty andai aset tersebut belum dilaporkan dalam SPT tahunan.

"Aset yang dengan susah payah didapat rakyat dikenakan pajak preman Tax Amnesty," ujarnya.

Padahal walaupun tidak semua orang memiliki NPWP bukan menjadi alasan untuk menarik pajak ganda dalam rangka menutupi kegagalan pemerintah dalam menjalankan Tax Amnesty. Sebab Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah dan rumah, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) serta pajak-pajak lainnya menjadi bukti bentuk pelaporan harta yang dimiliki  masyarakat.

Lazimnya pajak itu harusnya adalah untuk produktivitas, untuk hasil atau pendapatan bukan kepada aset. Keadaannya pun berubah, sekarang kepemilikan aset menjadi masalah dan dengan akal-akalan Tax Amnesty seolah rakyat yang menyembunyikan asetnya. Padahal sistem pemerintah ini yang dianggap gagal dalam mengelola pajak tapi rakyat yang diteror seolah menyembunyikan asetnya. "Jangan-jangan sendok dan garpu di dapur juga harus masuk laporan Tax Amnesty," ujarnya.

Ia pun berharap pemerintah secepatnya sadar diri dan tidak membebani masyarakat dengan pungutan ataupun pajak yang macam-macam. Bahkan jika perlu membebaskan pajak untuk satu tahun menjadi insentif produktivitas bagi rakyat seperti PBB dan PKB, sebab sampai saat ini pemerintah dianggap belum mampu meningkatkan taraf hidup dan pendapatan masyarakat.

"Kalau Tax Amnesty itu untuk memaksa uang di luar negeri untuk masuk sebaiknya pemerintah fokus di situ bukan malah menjadikan rakyatnya sebagai korban kebijakan," tegasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui animo masyarakat yang besar terhadap program tersebut, mulai dari pertanyaan hingga kegalauan. "Kami sudah melakukan sosialisasi, dan ternyata animo masyarakat sangat tinggi. Ini jadi trending topic di Twitter dari level pertanyaan sampai level kegalauan oleh masyarakat itu," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/8).

Trending topic tersebut tercatat pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 12.28 WIB. Di mana Tax Amnesty berada pada urutan pertama, sedangkan pada posisi selanjutnya adalah #sebuahrasa dan #farewelliqbalCJR.

Sri Mulyani menjelaskan, sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial lain, yaitu Youtube. Ada berupa video instruksi yang ditayangkan, dan sudah dilihat sebanyak 28.166 kali dalam 14 hari. "Postingan video kita juga sudah dilihat sebanyak 28.166 kali," terangnya.

Sementara itu, situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) juga sudah diakses sebanyak 410.000 kali dalam periode 15 Juli-20 Agustus 2016. "Ini merupakan fakta dari tingginya animo masyarakat tentang Tax Amnesty," tegas Sri Mulyani.

TAK SEMUA ORANG IKUT - Di lain pihak, Yustinus Prastowo selaku Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyatakan bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, artinya seluruh kewajiban pajak yang belum pernah diperiksa oleh kantor pajak diampuni, termasuk konsekuensi sanksi administrasi dan pidana pajak yang timbul dari kewajiban pajak tersebut. Cara mendapatkan pengampunan adalah dengan mengungkapkan harta yang dimiliki dan belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir (2015) dan membayar uang tebusan, yang tarifnya tergantung pada kondisi deklarasi, repatriasi, dan UKM. Serta waktu dalam mengikuti program pengampunan pajak.

Ia pun mengatakan bahwa tidak semua orang harus mengikuti Tax Amnesty, sebab pengampunan ini adalah hak yang boleh dimanfaatkan atau tidak. Wajib pajak yang mengungkap harta dan membayar tebusan diberi pengampunan, dan bagi yang tidak memanfaatkan tidak berhak mendapat fasilitas: dihapus pajak terutang dan sanksinya, jaminan tidak diperiksa dan tidak disidik sampai dengan 2015.

Dengan demikian dapat dipahami risiko dan konsekuensi jika memilih tidak ikut program pengampunan yaitu terbuka untuk diperiksa, potensi membayar tambahan pajak terutang, dikenai sanksi administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku jika terbukti masih terdapat penghasilan yang belum dibayar pajaknya.

"Yang diungkapkan Ferdinand Hutahaean bukanlah kritik yang gagah dan heroik tetapi lahir dari campur aduk amarah, kegalauan, dan kekacauan berpikir," ujar Yustinus melalui pesan yang diterima gresnews.com, Jumat (27/8).

Apabila masyarakat sudah yakin bahwa harta yang belum dilaporkan bersumber dari penghasilan yang sudah dipajaki dengan benar, termasuk jika harta tersebut bersumber dari warisan, hibah, atau sumbangan, atau tidak lagi memiliki penghasilan, cukup melakukan pembetulan SPT. Apabila Wajib Pajak yang seluruh penghasilannya sudah dipajaki dan ingin mendapatkan fasilitas pengampunan dapat ikut program Tax Amnesty diperbolehkan dengan cara mengungkap harta tambahan dan membayar uang tebusan.

"Sangat sederhana karena memahami Tax Amnesty sungguh mudah, dan tak perlu dibikin sulit," ungkapnya.

Ia juga menyatakan bahwa tetap ada risiko dan konsekuensi apabila Wajib Pajak tidak jujur. Dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, jika Wajib Pajak memilih ikut Tax Amnesty tidak jujur maka harus menerima risikonya, sebab harta yang tidak diungkap dan ditemukan oleh kantor pajak sampai dengan 1 Juli 2019, akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak sesuai ketentuan dan sanksi 200% dari pajak yang terutang.

Di sisi lain, jika Wajib Pajak memilih tidak ikut Tax Amnesty dan terdapat harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dianggap tambahan penghasilan dan dikenai pajak dan sanksi sesuai UU yang berlaku. Maka Wajib Pajak yang memilih tidak ikut Tax Amnesty harus segera menyampaikan pembetulan SPT sebelum 31 Maret 2017.

Terkait target Tax Amnesty yang belum tercapai, Yustinus mengakui ada beberapa hal yang belum memenuhi harapan dan itu adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi, di tengah tuntutan semua harus bekerja dengan baik. Apabila ada kekurangan, maka sebaiknya semua pihak dapat mengkritik secara konstruktif dan proporsional. Tak perlu saling menyalahkan.

Sebab program Tax Amnesty meretas kesadaran baru bahwa kita memiliki modal sosial yang amat besar untuk bangkit menjadi bangsa yang maju, makmur, dan sejahtera. "UU Pengampunan Pajak justru menjadi sarana rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat Wajib Pajak," ujarnya.

BACA JUGA: