JAKARTA, GRESNEWS.COM - China Development Bank (CDB) telah mengucurkan pinjaman kepada tiga bank milik pemerintah yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp40 triliun.

Pinjaman itu sendiri direncanakan  untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur di tanah air. Tetapi Bank Mandiri justru meminjamkan kembali kepada PT Medco Energy International yang diduga penggunaannya bukan untuk pembangunan infrastruktur melainkan mengakuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara. Tentu saja pengucuran dana pinjaman itu menjadi ramai dipersoalkan.

Tanggapan juga mengalir dari sejumlah pihak, diantaranya dari para anggota dewan. Mereka menilai, langkah yang diambil Bank Mandiri dan PT Medco itu salah kaprah. Apalagi, jumlah uang yang dipinjamkan cukup besar, yaitu sekitar US$4 juta atau sekitar Rp5,2 triliun.

Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengaku akan meneliti proses transaksi pemberian pinjaman tersebut. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pihaknya akan mempelajari hal tersebut, dan jika memang ada indikasi korupsi, maka pihaknya tidak akan segan-segan untuk melakukan langkah lebih lanjut.

"Ya nanti kita pelajari dulu sejalan dengan tugas KPK sesuai UU, masuk pada kerugian negara dan korupsi  tidak, termasuk segala bentuk dan modusnya. KPK akan masuk," kata Saut kepada gresnews.com, Jumat (15/7).



INDIKASI PENYELEWENGAN - Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga menengarai peminjaman dana CDB  melalui sejumlah bank nasional ke Medco berpotensi terjadi tindak pidana. Sebab, peruntukan peminjaman yang awalnya untuk infrastruktur, berubah menjadi akuisisi PT Newmont.

"Kalau dari Mandiri ke Medco untuk akuisisi Newmont, itu memang dipertanyakan. Apalagi kalau awalnya itu untuk infrastruktur, dan memang disengaja, ini bisa masuk penyalahgunaan wewenang," kata Fickar kepada gresnews.com.

Menurut Fickar, dalam hukum perbankan, suatu peminjaman yang dilakukan oleh sebuah korporasi haruslah jelas dan sesuai peruntukan. Jika memang ditemukan perbedaan dengan tujuan awal, maka hal ini masuk ke dalam penyelewengan.

Selain itu, unsur pidana juga bisa dilihat dari jaminan yang diberikan oleh PT Medco kepada Bank Mandiri. Jika jaminan yang diberikan itu berbeda jauh dengan jumlah pinjaman, hal ini tentu menjadi pertanyaan tersendiri. Apalagi, jika jaminan itu palsu dan tidak sesuai dengan nilainya.

Fickar menjelaskan, masalah peminjaman perbankan pada dasarnya memang merupakan ranah perdata. Tetapi ada beberapa hal yang bisa masuk dalam ranah pidana dan KPK tentu saja bisa masuk untuk ikut menyelidiki hal tersebut.

"Apalagi kalau nanti ada kerugian negara. Ini kan bisa berakibat paralel, jika Medco pembayarannya macet, otomatis Mandiri juga sulit membayar ke CDB, dan bisa saja malah nanti saham Mandiri yang punya pemerintah justru diambil CDB, kan kita bisa kehilangan aset nantinya," tutur mantan pengacara Bambang Widjojanto ini.

BACA JUGA: