JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan rupanya masih berada dalam bidikan Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembuatan mobil listrik. Kejaksaan Agung sengaja memasukkan nama Dahlan Iskan dalam berkas dakwaan terdakwa Dasep Ahmadi, yang merupakan pihak yang memenangkan kontrak pembuatan mobil tersebut. Dalam dakwaan tertera, Dasep Ahmadi bersama-sama saksi Dahlan Iskan melakukan perbuatan melawan hukum sekitar bulan Juli 2012 hingga Oktober 2013.

Meski begitu, langkah Kejagung ini dinilai baru sekadar "gertakan" awal kepada Dahlan. Pasalnya, hingga kini penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) baru menetapkan dua tersangka yaitu Dasep Ahmadi selaku Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama (SAP), dan rekanan pelaksana proyek pengadaan 16 mobil listrik dan Agus Suherman yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dari Kementerian BUMN.

Sementara itu, Dahlan Iskan masih berstatus sebagai saksi. Dahlan terakhir diperiksa pada Juni 2015 silam didampingi kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra. Meski belum lagi diperiksa, posisi Dahlan sepertinya belum benar-benar aman. Pasalnya, pada sidang pembacaan dakwaan atas terdawa Dasep Ahmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (3/11), nama Dahlan Iskan disebut sebagai pihak yang turut serta dan bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum.

Dari situ terlihat, Kejagung sudah mengisyaratkan adanya keterlibatan Dahlan dalam perkara ini. Ketua Tim Penyidik kasus Mobil Listrik Victor Antoniusjuga sudah memastikan pihaknya akan menyeret mantan Direktur Utama PT PLN ini. Dakwaan itu salah satu indikasi jika penyidik akan menyeret Dahlan.

Hanya saat ini, kata Victor, jaksa masih fokus membuktikan peran Dasep dalam korupsi pengadaan mobil listrik yang merugikan keuangan negara hingga Rp28 miliar. "Sudah jelas dalam dakwaan kita. Arahnya ke sana (Dahlan)," kata Victor singkat kepada gresnews.com, Minggu (8/11).

Victor mengaku belum mengagendakan pemanggilan Dahlan Iskan kembali untuk diperiksa. Jaksa fokus menuntaskan berkas Dasep Ahmadi dan Agus Suherman dengan membuktikan di Pengadilan Tipikor. Berkas perkara Agus Suherman masih dirampungkan penyidik.

Penyataan Victor di atas seolah menegaskan apa yang disampaikan Jaksa Agung M Prasetyo beberapa waktu lalu. Menurut Prasetyo, mencantumkan seseorang dalam dakwaan bukan tanpa dasar. "Penyidik pastinya mengantongi bukti dan dokumen," ujar Jaksa Agung, Jumat (6/11).

Prasetyo memberikan lampu hijau kepada penyidik mengungkap siapapun yang terlibat, termasuk Dahlan Iskan. "Buat apa gunanya dicantumkan dalam dakwaan yang lain, kalau tidak harus ditindaklanjuti kan?" tandas Prasetyo.

Prasetyo menegaskan, penyidik pidana khusus Kejagung akan mengusut dugaan keterlibatan Dahlan, untuk menunjukkan bahwa korps Adhyaksa tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Terlebih, posisi Dahlan sudah jelas tercantum dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum. "Jadi, supaya tidak ada kesan disparitas di situ. Semua orang sama di depan hukum," tegas Prasetyo.
 
KETERLIBATAN DAHLAN - Victor Antonius saat membacakan surat dakwaan terhadap Dasep Ahmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (3/11), menyebutkan, terdakwa Dasep baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama saksi Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN yang ditunjuk sebagai Wakil Penanggung Jawab bidang Pelaksanaan KTT APEC 2013, yang perkaranya diajukan secara terpisah, melakukan perbuatan melawan hukum sekitar bulan Juli 2012 hingga Oktober 2013.

Dasep Ahmadi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan saksi Dahlan Iskan, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Victor menguraikan, bulan Juli 2012, dibentuk Panitia Nasional Penyelenggaraan KTT APEC 2013 di Bali berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2012, yang menunjuk Dahlan sebagai Wakil Penanggung Jawab Bidang Pelaksana KTT APEC. Untuk semua pembiayaan kegiatan tersebut dibebankan pada anggaran belaja APBN Tahun 2013 kementerian atau lembaga atau instansi pemerintah terkait.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan presiden tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menggelar rapat Panitia APEC 2013. Dalam rapat itu, Dahlan mengusulkan pengadaan mobil listrik untuk KTT APEC 2013.

Setelah rapat itu, Dahlan menggelar rapat dengan pejabat eselon I dan II di Kementerian BUMN yang dipimpinnya untuk mempersiapkan penyediaan sarana angkutan transportasi peserta APEC 2013, berupa electric bus dan VIP Van hasil karya anak bangsa. Sekitar Januari 2013, Dahlan memerintahkan Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman dan Deputi Restrukturisasi Kementerian BUMN Fadjar Judisiawan, untuk melakukan penjajakan partisipasi BRI dan PGN dalam pengadaan mobil listrik itu.

Kemudian, Dahlan memperkenalkan Dasep kepada Agus, bahwa Dasep sebagai salah satu Kelompok Pandawa Putra Petir binaannya yang mampu membuat mobil listrik dan akan melaksanakan pembuatan mobil tersebut. Setelah itu, Agus meminta BRI dan PGN sebagai penyandang dana pembuatan prototype mobil listrik untuk APEC 2013 itu yang akan dikerjakan Dasep. Dasep mengajukan dana sejumlah Rp10,76 miliar untuk membuat 4 bus listrik dan 1 mobil eksekutif ke PGN dan BRI yang kemudian disetujui sebesar Rp10,67 miliar.

Lalu, 26 April 2013 diteken perjanjian untuk membuat satu unit electric bus dengan panel sonar dan 3 tanpa panel surya, serta 1 unit executive electric car tanpa panel surya. Di sisi lain, Dahlan meminta Pertamina ikut andil dalam pengadaan ini, sehingga Dasep mengajukan surat penawaran ke Pertamina Mitra Sejati.

Dahlan memesan 16 mobil listrik kepada Dasep. Rinciannya, BRI sebanyak 5 unit, PGN 5 unit, dan pertamina 6 unit dengan penawaran Rp13,26 miliar untuk 6 mobil listrik yang akhirnya disetujui menjadi Rp12,59 miliar.

Namun belakangan ternyata Dasep dianggap tidak memiliki kemampuan untuk membuat mobil listrik, dan mobil-mobil tersebut bukan buatannya, tetapi hasil modifikasi. Untuk bodi bus misalnya, merupakan buatan PT Aska Bogor dan PT Delima Bogor. Untuk chasis, Dasep membelinya dengan merek Hino.

Sedangkan untuk mobil listrik eksekutif, Dasep membeli Toyota Alphard tahun 2005 yang harganya sekitar Rp300 juta. Kemudian dimodifikasi oleh PT Rekayasa Mesin Utama, Bogor. Transmisi dimodifikasi oleh Dasep sendiri di Pasar Minggu.

Selain itu, Dasep juga dinilai tidak mempunyai sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum mempunyai hak cipta, paten atau merek pembuatan mobil listrik, serta belum pernah membuat mobil listrik, sehingga melanggar Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, yakni Pasal 2 Ayat (1) huruf c.

Singkat kata, pengadaan itu tidak sesuai aturan dan mobil tidak sesuai spesifikasi, sehingga  perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp28,99 miliar. Karena itu, dalam dakwaan primernya, jaksa mendakwa Dasep melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

DAHLAN SANTAI - Pihak Dahlan tak panik meskipun masuk dalam surat dakwaan Dasep. Kuasa Hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pengadaan mobil listrik untuk menyambut acara Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pasific Economic Cooperation XXI Tahun 2013 adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Oleh karena itu, ia menganggap Dahlan tidak memiliki kaitan apapun dengan perkara tersebut.

"Sementara ini saya berpendapat antara pembuat kebijakan, dengan Dasep sebagai kontraktor pengadaan mobil listrik pesanan 3 BUMN tidaklah terkait langsung dengan Dahlan sebagai Menteri BUMN yang membuat kebijakan," ujar Yusril beberapa waktu lalu.

Yusril berkata, seluruh biaya pengadaan mobil listrik untuk menyambut KTT APEC 2013 lalu berasal dari tiga BUMN yang menjadi mitra. Ketiga BUMN yang dimaksud adalah Pertamina, BRI, dan Perusahaan Gas Negara (PGN).

Karena seluruh biaya berasal dari tiga BUMN tersebut, maka Dahlan diyakini tidak melakukan tindakan korupsi sama sekali dalam proyek tersebut. Rencana pengadaan mobil listrik itu adalah keputusan Pemerintah dalam rangka menyukseskan KTT APEC yang bertemakan green energy. Apalagi biaya pengadaan mobil listrik tersebut adalah biaya promosi ketiga BUMN tersebut.

Yusril berkeyakinan kasus mobil listrik bukan perkara pidana tetapi perdata. Kasus ini tak jauh beda dengan program Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM. Yusril juga sama masuk dalam dakwaan tersangka lain bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun kasus Sisminbakum itu kemudian dihentikan oleh Kejaksaan Agung. Hal itu menyusul dibebaskannya terdakwa dalam putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) pada 2012 silam. Yakni Zulkarnaen Yunus dan Romli Atmasasmita.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung saat itu Adi Toegarisman menyampaikan Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan kasus korupsi Sisminbakum karena tidak ditemukan cukup bukti. Khususnya satu tersangka kasus ini, yaitu mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan dua tersangka lain Hartono Tanoesoedibjo dan Ali Amran Jannah.

Menurut Adi, tidak dilanjutkannya penyidikan kasus ini bisa dilihat dari putusan hukum para tersangka pada saat persidangan sebelumnya. Terutama setelah Hartono dan Ali Imron dalam kasasinya dibebaskan oleh Mahkamah Agung.

Karena itu, Kejaksaan yakin menyatakan proyek Sisminbakum merupakan kebijakan resmi pemerintah yang tidak dapat dinilai sebagai perbuatan pidana. Pertimbangan jaksa yang lain adalah pungutan akses Sisminbakum bukan merupakan keuangan negara karena belum ada undang-undang yang menetapkannya sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sebelum dihentikan perkaranya, Pengadilan Negeri menjatuhkan vonis kepada sejumlah terdakwa. Misalnya, bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita, serta Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu. Dalam putusan di Pengadilan Negeri, mereka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam perkara korupsi Sisminbakum.

Perjanjian antara PT SRD dan Departemen Kehakiman menyatakan 90 persen pendapatan Sisminbakum masuk kas PT SRD dan sepuluh persennya masuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK). Dari sepuluh persen jatah KPPDK, 60 persennya untuk Dirjen AHU dan 40 persennya untuk pegawai KPPDK. Namun, dalam kasasinya, Mahkamah Agung membebaskan terdakwa.

Belajar dari kasus Sisminbakum tersebut, jelas Yusril berkeyakinan kasus mobil listrik bukan pidana tapi perdata. "Jika penyidik tetap menyeret Dahlan, saya tak akan diam dan siap membuktikan kasus ini soal perdata," pungkas Yusril.

BACA JUGA: