JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sempat beberapa lama tertunda, akhirnya penyidik dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri melimpahkan berkas tahap dua kasus itu ke Kejaksaan. Pelimpahan itu menyangkut tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Bambang Widjojanto dan beberapa barang bukti terkait.

Dengan pelimpahan tahap II ini, dipastikan Bambang Widjojanto akan segera dihadapkan pada persidangan. BW--panggilan akrab Bambang Widjojanto-- memang sudah lama berharap bisa membuktikan bahwa kasus yang menjeratnya adalah bentuk kriminalisasi. Sebaliknya, pihak kepolisian justru ingin membuktikan kasus ini murni masalah kriminal.

Kasus yang menyeret BW ini bermula saat Bareskrim Polri menangkapnya pada Jumat (23/1) terkait kasus pemberian kesaksian palsu dalam sidang perkara Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi. Namun penangkapan dinilai tak hanya terkait kasus yang dilaporkan Sugianto Sabran, calon walikota Kotawaringin Barat, yang juga politisi PDIP.

Penangkapan BW diduga ada kaitan dengan penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan oleh KPK atas dugaan gratifikasi. Ketika itu, Budi Gunawan sudah diajukan oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Kapolri dan sedang menjalani fit and proper test di DPR.

Kasus inilah yang diduga lebih dominan mewarnai penangkapan BW oleh polisi ketimbang kasus kesaksian palsu itu sendiri. Ketika BW ditangkap, Kepala Bareskrim baru saja dijabat oleh Komjen Budi Waseso. Tim penyidik yang menangkap BW dipimpin Victor Simanjuntak yang kemudian diangkat sebagai Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus.

Keduanya dinilai sebagai orang dekat Budi Gunawan sehingga banyak yang menyimpulkan adanya aroma "balas dendam" dari Polri kepada KPK. Kasus BW ini pun sempat memanaskan hubungan KPK dan Polri. Muncul desakan publik agar Polri tidak melanjutkan kasus BW, namun pihak Bareskrim Polri terus mengusut dan menetapkan BW sebagai tersangka.

Seolah ingin menunjukkan keseriusan dalam menyidik kasus ini, polisi pun pada 3 Maret 2015, menangkap Zulfahmi Arsyad di Solo setelah dua kali mangkir pemeriksaan. Zulfahmi merupakan terduga pelaku sekaligus saksi kunci bukti keterlibatan BW. Belakangan, kasus Zulfahmi justru disidangkan lebih dulu di PN Jakarta Pusat.

Zulfahmi sendiri telah divonis tujuh bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa 8 September 2015 lalu. Ia terbukti menjadi penyedia saksi palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi.

BW sendiri mengaku siap menghadapi persidangan nanti. "Apapun yang menjadi risiko dari proses, ya kita hadapi," kata BW di Bareskrim Polri, Jumat (18/9).

DILIMPAHKAN KE KEJARI PUSAT - BW mendatangi markas Bareskrim Polri sekitar pukul 10.30 WIB dengan mengenakan kemeja khas muslim berwarna putih. Dia didampingi tim kuasa hukum diantaranya Abdul Fickar Hajar, Asfinawati, Muji Kartika Rahayu, dan lain-lain.

BW mengaku siap menghadapi dan menghormati panggilan pemeriksaan untuk pelimpahan berkas dan terdakwa ini. Terlebih, posisi dia saat ini yang masih tercatat sebagai penegak hukum.

"Saya kan penegak hukum, jadi saya menghormati panggilan ini. Itu sebabnya kalau dipanggil saya datang," jelas BW.

Hal senada disampaikan kuasa hukumnya, Abdul Fickar Hajar yang menyebut meski BW tercatat sebagai pejabat penegak hukum yang sedang nonaktif, kliennya tetap akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan ini.

"Penegak hukum walaupun jabatannya nonaktif. Oleh sebab itu sebagai penegak hukum dipanggil dalam satu proses perkara, Pak BW akan menghormati panggilan ini," tandas Fickar.

Hanya 20 menit berselang, BW sudah keluar dan langsung dibawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk menjalani pelimpahan tahap II yakni pelimpahan barang bukti dan tersangka. Di luar markas Bareskrim, mobil Nissan Serena dengan nomor polisi B 1595 QH sudah siap untuk membawa BW menuju kantor Kejari Jakarta Pusat.

"Cuma sebentar saja di dalam, ini mau langsung ke Kemayoran (Kejari Jakarta Pusat-red)," ujar kuasa hukum BW, Asfinawati saat mendampingi BW.

Penyidik Polri telah melakukan tahap II tersangka BW dan barang bukti lainnya ke Kejari Pusat. Namun Kejaksaan belum memastikan apakah akan langsung melakukan penahanan terhadap BW.

"Kita lihat urgensinya, ada pertimbangan objektif dan subjektif jaksa untuk menahan," kata Jaksa Agung M Prasetyo.

Menurut Prasetyo, setelah menerima pelimpahan tahap dua, tim jaksa akan mengecek kembalu berkas tersebut untuk kemudian mempersiapkan surat dakwaan. Kemudian melimpahkannya ke pengadilan untuk disidangkan.

"Kita akan lihat lagi, pelajari untuk menentukan sikap bagaimana selanjutnya," kata Prasetyo.

BW ditetapkan tersangka karena diduga menyuruh saksi memberikan keterangan palsu pada persidangan di MK yang saat itu Ketua MK adalah Akil Mochtar. Akil sendiri telah diperiksa oleh penyidik. BW diduga melanggar Pasal 242 jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

PUTUSAN ZULFAHMI UNTUNGKAN BW? - Bersalah tidaknya BW dalam kasus mengarahkan kesaksian palsu ini akan segera dibuktikan di pengadilan. Namun, putusan yang dijatuhkan atas terdakwa Zulfahmi sepertinya sedikit menguntungkan posisi BW.

Dalam persidangan Zulfahmi nama BW memang disebut jaksa dalam dakwaan dan tuntutan sebagai pihak yang terlibat. Namun, dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan BW tak terlibat menyuruh Zulfahmi.

Bahkan karena adanya pertimbangan itu, satu orang hakim menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) bahwa Zulfahmi harus bebas. Hakim anggota kedua, Anas Mustakim, meyakini Zulfahmi tidak terbukti menyuruh memalsukan atau merekayasa keterangan saksi.

Alasnanya, jaksa tidak menyertakan surat perintah hakim yang memeriksa sengketa pilkada bahwa ada keterangan yang dipalsukan. "Karena itu terdakwa harus dibebaskan," ucap Anas.

Namun akhirnya Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Zulfahmi dengan pidana penjara 7 bulan. Ketua Majelis Hakim, Sinung Hermawan, menyatakan Zulfahmi terbukti mengumpulkan saksi dan ada yang memberikan keterangan palsu saat sidang di Mahkamah Konstitusi.

Sinung menilai Zulfahmi terbukti melanggar dakwaan kedua jaksa, yakni Pasal 242 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-2 KUHP.

BACA JUGA: