JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kemenangan Dahlan Iskan dalam sidang praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Gardu Induk PLN Unit Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, Sumatera tahun anggaran 2011, benar-benar membuat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meradang. Sepanjang persidangan berlangsung, para jaksa pada Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tampak tegang mengikuti pembacaan putusan oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan Lendriaty Janis.

Ketegangan semakin memuncak ketika Lendriaty membacakan pertimbangan hakim atas pokok perkara. Tanda-tanda "takdir" buruk bakal menghinggapi jaksa mulai terlihat. Hakim tampak lebih mempertimbangkan bukti-bukti yang dihadirkan pihak Dahlan Iskan, termasuk pandangan para ahli yang diajukan pihak Dahlan, diantaranya ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Muzakkir dan ahli hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Made Darma Weda.

Sementara, pandangan ahli yang diajukan pihak Kejaksaan diantaranya Guru Besar Hukum Pidana UGM Edi Umar Syarif, Marcus Priyo, dan Andi Hamzah serta akuntan dari BPKP Agustina dan satu saksi fakta dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Syafril Handi tampak tak terlalu dipertimbangkan hakim. Lendriaty bahkan kerap menyanggah pendapat hukum para ahli yang diajukan kejaksaan.

Benar saja, ketika putusan dibacakan, Lendriaty kemudian memutuskan, penetapan tersangka Dahlan Iskan tidak memenuhi cukup bukti. Kejati Jakarta dianggap lalai karena menetapkan Dahlan sebagai tersangka tanpa terlebih dahulu melakukan pemeriksaan untuk dilakukan penyidikan.

Dahlan ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Juni 2015 bersamaan dengan terbitnya surat perintah penyidikan. Berdasarkan bukti yang disampaikan pihak Dahlan dalam persidangan, pemeriksaan Dahlan baru dilakukan dua kali sebagai saksi untuk tersangka lain, namun Kejati DKI tiba-tiba menetapkan Dahlan sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, hakim tak setuju dengan pandangan ahli yang dihadirkan kejaksaan bahwa penetapan tersangka bisa langsung dilakukan karena telah ada tersangka sebelumnya. Dengan demikian, menurut para ahli pihak kejaksaan, telah terang terjadi pidana korupsi.

Menurut pandangan Lendriaty, penetapan tersangka merupakan hasil proses penyidikan sehingga perlu dilakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan saksi terlebih dahulu. Sementara Dahlan ditetapkan tersangka baru kemudian jaksa mencari peristiwa pidananya.

Menurut Lendriaty, ketiadaan saksi dan bukti yang cukup dari Kejati DKI Jakarta saat menetapkan Dahlan sebagai tersangka bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). "Penetapan tersangka cenderung bersikap subyektif karena tidak didahului dengan pengumpulan barang bukti dan saksi yang cukup," katanya saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa (4/8).

Dengan alasan itu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima seluruh permohonan gugatan praperadilan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu. "Permohonan pemohon (Dahlan) diterima seluruhnya. Penetapan tersangka pemohon (Dahlan) yang dikeluarkan termohon (Kejati Jakarta) adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Tindakan lain setelah putusan ini juga dianggap tidak sah karena keputusan mengikat," kata Lendriaty Janis.

KEJAKSAAN AKAN MELAWAN - Kekecewaan mendalam langsung melingkupi jajaran Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas dimenangkannya kubu Dahlan Iskan ini. Apalagi Hakim Lendriaty Janis juga memutuskan pihak Kejati DKI tak lagi bisa menetapkan Dahlan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan lebih lanjut oleh termohon berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon," ujar Lendriaty.

Meski demikian, pihak Kejati DKI Jakarta sendiri tetap menyatakan akan melakukan perlawanan hukum atas putusan itu. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Waluyo mengaku akan meneliti putusan tersebut.

Waluyo menegaskan kasus ini tidak akan berhenti. Bahkan Waluyo menyatakan akan memperbaiki kesalahan prosedur penetapan tersangka Dahlan.

"(Putusan) praperadilan bukan akhir, kita akan diskusikan. Yang jelas, Kejaksaan tidak akan mundur," tegas Waluyo usai sidang.

Meski demikian, Waluyo belum bisa menentukan sikap, apakah akan kembali menetapkan Dahlan sebagai tersangka, setelah Hakim Lendriaty membatalkan status tersebut. "Pertama, kita meneliti putusan dari hakim tersebut. Kedua, kita akan melaksanakan apa yang dianggap salah dari hakim tersebut. Kemudian ketiga, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta takkan mundur sedikit pun," tegasnya.

Menurut Waluyo, pihaknya akan menyeret siapapun yang diduga terlibat, termasuk Dahlan Iskan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 Gardu Induk PLN yang tersebar di berbagai wilayah Tanah Air pada tahun 2011-2013 yang anggarannya sebesar Rp1,063 triliun ini.

"Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan menuntaskan siapapun yang bertanggung jawab dalam kasus gardu induk itu. Yang jelas, Kejaksaan Tinggi DKI tidak akan mundur," tandas Waluyo.

BUKTI KETERLIBATAN DAHLAN - Pihak Kejati DKI tetap pada keyakinannya bahwa Dahlan terlibat dalam kasus tersebut. Dalam kasus ini Kejaksaan telah menetapkan 15 tersangka. Dan Dahlan adalah tersangka ke-16 sebagai hasil pengembangan penyidikan atas ke-15 tersangka sebelumnya.

Menurut kuasa hukum Kejati DKI M Sunarto, penetapan tersangka Dahlan telah terpenuhi dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup berupa keterangan dari 11 orang dan sejumlah dokumen.

Sehingga berdasarkan keterangan saksi dan dokumen tersebut penyidik mengeluarkan surat perintah penyidikan bernomor Prin-752/O.1/Fd.1/06/2015 atas nama Dahlan Iskan selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang memiliki peran terjadinya tindak pidana.

Sunarto menjelaskan sejumlah peran Dahlan. Dahlan diantaranya telah mengajukan permohonan izin kontrak multiyears dengan menerbitkan surat-surat yang isinya tidak benar mengenai tuntasnya lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Gardu Induk.

Dalam kasus ini tersangka memerintahkan pelaksanaan pelelangan meskioun tanahnya belum tersedia dan dana untuk pembangunannya belum ada karena persetjuan pembayaran izin kontrak multiyears belum terbit.

"Tersangka melakukan penyimpangan terhadap ketentuan Perpres No 54/2010 untuk pencairan uang muka dan pembayaran atas material yang ada du lokasi," kata Sunarto.

SANGGAHAN KUBU DAHLAN - Putusan praperadilan ini membuat pihak Dahlan Iskan terlihat sangat bersuka cita. Kuasa hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, putusan pengadilan atas praperadilan yang diajukan kliennya itu membuktikan proses penetapan tersangka tidak sesuai perundang-undangan.

"Dengan ini, jaksa harus lebih hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Yusril usai sidang.

Dia menjelaskan, dari putusan tersebut, jelas hakim melihat jaksa kurang hati-hati dalam menetapkan Dahlan sebagai tersangka. Yusril mengingatkan, penetapan tersangka harus memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi nyatanya penetapan tersangka tak memenuhi unsur sesuai Pasal 183 dan 184 KUHAP.

"Pak Dahlan dikatakan diperiksa sebagai saksi tanggal 5 Juni, pada hari itu dijadikan tersangka. Di mana dua alat bukti yang diatur Pasal 183 dan 184 itu? Alat bukti itu diperoleh melalui proses penyidikan, bukan penyelidikan," kata Yusril.

Terbukti hakim berpandangan proses penetapan tersangka Dahlan Iskan tidak sesuai aturan perundangan. Penetapan itu, kata Yusril, seharusnya dilakukan setelah dilakukan penyidikan dengan meminta keterangan sejumlah saksi.

"Tapi ini terbalik, tersangka dulu barulah keterlibatannya ditelisik," kata Yusril.

FAKTA DAHLAN TAK LAYAK TERSANGKA - Pihak Dahlan dalam persidangan menyampaikan sejumlah fakta yang membuktikan dirinya tak layak dijadikan tersangka. Pertama, ketika peristiwa ini terjadi, Dahlan tak lagi menjabat sebagai Dirut PLN.

Dahlan telah diangkat sebagai Direktur Utama PLN berdasarkan keputusan Menteri ESDM nomor KEP-252/MBU/2009 tanggal 22 Desember 2009. Terhitung 11 Januari 2011-20 Oktober 2011, Dahlan sekaligus diangkat sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA/KPB) kegiatan pada satuan kerja induk pembangkit dan jaringan listrik perdesaan tahun anggaran 2011.

Namun terhitung sejak 1 Januari 2011 telah dilakukan pelimpahan sebagian wewenang dari pemohon selaku kuasa pengguna anggaran/barang pada satuan kerja induk pembangkit dan jaringan kepada pejabat pembuat komitmen (P2K).

Dahlan kemudian mengajukan revisi APBN tahun 2011 terkait usulan perpanjangan proyek multiyears, yang ditujukan kepada Dirjen Ketenagalistikan Kementerian ESDM dan Sekjen ESDM. Sementara menunggu terbitnya izin perpanjangan multiyears contract tahun anggaran 2011 dari Menteri Keuangan, dapat disetujui untuk memperpanjang kontrak pelaksanaan pembangunan pembangkit jaringan transisi serta acces road upper Cikosan untuk menjaga kontinuitas di lapangan.

Dengan alasan itu, Yusril menilai, Kejati DKI Jakarta tidak memiliki dasar kuat buat menetapkan Dahlan sebagai tersangka. Sebabnya, pada saat pengadaan proyek tersebut, kliennya sudah tak lagi menjabat Direktur Utama PT PLN.

"Terhitung sejak tanggal 20 Oktober berdasarkan keputusan Nomor 59/P tahun 2011, pemohon telah diangkat sebagai menteri BUMN," ujarnya.

Menurutnya, karena Dahlan telah diangkat menjadi Menteri BUMN, maka terhitung sejak 26 Oktober 2011 telah dilakukan penggantian pejabat kuasa pengguna anggaran yang berarti telah memberhentikan pemohon sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran.

Selain itu, pada proses penetapan sebagai tersangka, Yusril berpendapat tidak ada alasan kuat buat Kejati DKI menetapkan kliennya sebagai tersangka. Menurutnya, pada hari dan tanggal yang sama, Kejati DKI memeriksa pemohon dalam rangka penyelidikan yakni 5 Juni dan melalui surat perintah penyidikan nomor Prin-752/0.1/06/2015 tertanggal 5 Juni pula, pemohon ditetapkan sebagai tersangka.

"Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP," jelasnya.

Oleh sebab itu, kata Yusril, proses penetapan tersangka harus dimulai dari proses penyidikan untuk mengumpulkan dan mencari alat bukti yang diperlukan.

Yusril menegaskan, atas putusan itu, tidak ada lagi yang bisa dilakukan pihak Kejati DKI. "Tadi kita sudah sama-sama dengar putusan, hakim telah memutuskan bahwa pemohonan Dahlan seluruhnya dikabulkan. Penetapan oleh Kejati, selaku penyidik tidak sah. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Kejaksaan. Tidak ada banding, tidak ada kasasi," pungkas Yusril. (dtc)

BACA JUGA: