JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sudah lebih dari sebulan berlalu sejak Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membangun kilang pengolahan gas Blok Masela di darat. Dengan adanya keputusan itu, Inpex Corporation, perusahaan minyak dan gas bumi asal Jepang yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Blok Masela, pun telah diminta mengubah Plan of Development (PoD) Blok Masela.

Namun komitmen Inpex untuk mengelola Blok Masela mulai diragukan lantaran PoD yang seharusnya direvisi hingga kini belum juga diserahkan. Padahal penyerahan PoD sangat penting jika pemerintah ingin mengejar target operasi Blok Masela pada 2027. Sebelumnya, pemerintah (dengan skenario kilang dibangun di laut atau offshore) menargetkan operasional Blok Masela dimulai 2024. Setahun kemudian, pada 2025 barulah pendapatan dari hasil eksplorasi gas itu masuk ke kas pemerintah

Nah, dengan keputusan kilang Blok Masela dibangun di darat alias onshore, jadwal itu mundur lagi ke tahun 2027 karena Inpex dan Shell harus mengoreksi PoD yang sudah disetujui sebelumnya di tahun 2010 untuk skema offshore. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Amien Sunaryadi sendiri memperkirakan, revisi PoD ini akan memakan waktu tiga tahun. Dengan demikian, pemerintah baru bisa menikmati hasil Blok Masela pada 2028.

Kini, jadwal itu diperkirakan akan semakin mundur karena Inpex belum juga melaporkan perkembangan revisi POD kepada pemerintah. Sudah lewat sebulan dari keputusan Jokowi membangun kilang Blok Masela di darat, pihak Inpex bahkan belum mengajukan surat revisi kembali POD sebagai wujud konkret atas keseriusan untuk mengembangkan Blok yang terletak di wilayah selatan Maluku tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan pemerintah masih menunggu pengajuan kembali PoD tersebut dari Inpex. "Sekarang pemerintah masih menunggu pengajuan PoD dari Inpex yang sudah ada prosedurnya yang telah dibuat," kata Puja kepada gresnews.com, saat dimintai tanggapan soal batas kepastian Inpex, Sabtu (7/5).

Saat ditanyakan soal berapa lama batas waktu yang diberikan, Puja mengaku, semuanya sudah ada prosedurnya yang ditentukan.

Sebelumnya Senior Manager Communication and Relation Inpex Usman Slamet mengatakan, Inpex dan mitranya, Shell, akan tetap berkomitmen untuk early project development start up dan menjalankan instruksi pemerintah untuk  memasukkan usulan baru dengan konsep pengembangan proyek dilakukan di darat sesuai permintaan pemerintah.

Inpex sendiri bulan lalu sudah menerima surat resmi dari SKK Migas. Dalam surat yang diterima tanggal 1 April itu, SKK Migas menjelaskan keputusan pemerintah bahwa kilang LNG harus dibangun di darat. Maka Inpex diminta mengajukan revisi PoD I Blok Masela. Dalam PoD I yang diajukan sebelumnya, kilang direncanakan dibangun di lepas pantai.

"Kita sudah terima suratnya 1 April lalu dari SKK Migas secara resmi. Isinya instruksi mengubah PoD dari laut ke darat. Sifatnya instruksi, mengacu pada pernyataan Presiden pada 23 Maret lalu. Otomatis kita diminta re-propose dengan konsep onshore," kata Usman.

Usman mengaku, pihaknya perlu mempelajari dulu isi surat tersebut sebelum mengajukan usulan PoD baru. "Saat ini kami sedang mempelajari isi surat untuk dapat mengajukan usulan baru pada pemerintah. Kita kembali ke awal, melakukan kajian lagi," paparnya.

Usman menambahkan, Inpex menghormati keputusan pemerintah, tetapi perlu mempelajarinya dulu. "Sebagai KKKS, itu keputusan pemerintah, harus kita hormati. Inpex menghormati keputusan itu. Tentu kita harus mempelajarinya. Kita komit akan tetap investasi, mengembangkan Blok Masela," tutupnya.

MENGHAMBAT - Meski mengaku berkomitmen, namun sikap Inpex dan Shell yang belum juga menyampaikan jawaban resmi soal revisi PoD ini dinilai menghambat pengembangan Blok Masela. Anggota Komisi VII DPR Kurtubi mengatakan, masalah Blok Masela sudah diputuskan oleh Presiden untuk mengikuti skema onshore. Kontraktor (Inpex) semestinya segera mengajukan PoD baru.

"Apabila kontraktor enggan melaksanakannya, pemerintah/Menteri ESDM harus mengingatkan kontraktor," kata Kurtubi kepada gresnews.com, Sabtu (7/5).

Kurtubi mengaku, hal ini untuk kepentingan kontraktor sendiri yang sudah mengeluarkan investasi yang cukup besar. "Haarus segera mengajukan PoD agar eksekusi skema onshore segera bisa dimulai," katanya.

Dia menjelaskan, semakin lama revisi PoD ditunda, akan ikut membebani keuangan pemerintah karena berbagai biaya yang dikeluarkan pemegang KKKS akan diganti pemerintah lewat skema cost recovery. Semakin lama proyek ini tertunda, maka biaya-biaya itu akan semakin membengkak.

Mestinya, kata Kurtubi, kontraktor dapat memahami keputusan pemerintah yang menginginkan agar gas Masela ini bisa memberikan multiplier effect yang optimal bagi ekonomi masyarakat setempat. "Namun, pemerintah pun tidak bisa memaksa kontraktor untuk mengajukan PoD, apabila mereka tidak sanggup, silakan disampaikan secara baik-baik sesuai kontrak untuk tidak menuntut pemerintah dikemudian hari. Misalnya dengan pernyataan tertulis, sehingga pemerintah bisa menunjuk penggantinya agar proyek tidak ditunda-tunda terlalu lama," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah perlu menetapkan waktu tentang konsep pengembangan Masela tapi juga perlu mempertimbangkan bahwa keputusan kilang onshore berbeda dengan PoD yang berbasis pada offshore. "Saya duga diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat konsep onshore dan memperhitungkan/mengidentifikasi risiko serta biaya," kata Fabby kepada gresnews.com.

Pemerintah sendiri memang sudah bulat menetapkan kilang Blok Masela dibangun di darat. Presiden Jokowi sudah menegaskan, tak masalah pendapatan negara akan berkurang dengan pengelolaan di darat. "Tak masalah kalau revenue atau income kalau dibangun di darat lebih kecil, hanya terpaut berapa sih? Kecil selisihnya, tapi kalau di darat multiplier effect-nya ke mana-mana," jelas Jokowi, saat meresmikan Jembatan Merah Putih di Ambon, Maluku, Senin (4/4).

Jokowi mengungkapkan, dia ingin proyek Masela memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Alasannya, proyek ini merupakan proyek jangka panjang hingga belasan tahun. Nilainya pun tak tanggung-tanggung, hingga ratusan triliun rupiah.

"Ini juga adalah proyek jangka panjang, tidak hanya setahun dua tahun, belasan tahun. Tapi proyek panjang menyangkut ratusan triliun rupiah, oleh sebab itu, dari kalkulasi perhitungan pertimbangan-pertimbangan, yang sudah saya hitung, kita putuskan dibangun di darat," tegas Jokowi beberapa waktu lalu.

"Kita ingin ekonomi daerah juga ekonomi nasional terimbas dari adanya pembangunan Blok Masela, juga pembangunan wilayah. Kita ingin terkena dampak pembangunan besar proyek Masela," ujar Jokowi.

PERTAMINA MAU MASUK - Sementara itu, Pertamina kembali menyatakan keinginannya untuk ikut masuk mengeloka Blok Masela. Pertamina sendiri sebelumnya memang mengincar komposisi 25% saham Blok Masela. SKK Migas pun telah memfasilitasi pertemuan antara PT Pertamina (Persero) dan Inpex Corporation. Pertemuan ini menjajaki kemungkinan masuknya Pertamina ke Blok Masela untuk ikut menjadi kontraktor.

Dalam pertemuan tersebut, Pertamina dan Inpex saling menunjuk PIC (Personal In Charge) untuk menindaklanjuti rencana masuknya Pertamina ke Blok Masela. "Pada waktu itu perkenalan, dari Pertamina kemudian ditunjuk PIC-nya siapa, juga PIC dari Inpex. Ini komunikasi awal," tutur Amien Sunaryadi.

Dia mengungkapkan, Pertamina dapat membantu pemasaran gas bumi dari Blok Masela untuk pasar domestik. Karena itulah Inpex ingin Pertamina bergabung. "Kita membicarakan kemungkinan strategic alliance. Blok Masela butuh market domestik. Dari sisi Pertamina adalah yang kemungkinan menangani market domestik," ucapnya.

Pertamina mengaku memang berminat untuk ikut menggarap Blok Masela. VP Corporate Communication Pertamina Wianda Arindita Pusponegoro, mengungkapkan bahwa pihaknya ingin menjadikan Blok Masela sebagai ajang pembelajaran untuk mengelola blok-blok migas yang tingkat kesulitannya tinggi.

Jika Pertamina semakin andal, kemampuan semakin mumpuni, tentu semakin banyak blok yang bisa dikelola Pertamina, tidak perlu lagi dikelola oleh perusahaan migas asing. "Kita juga butuh pemahaman teknologi lebih jauh. Kondisinya nanti seperti apa, ini akan jadi ajang pembelajaran yang bagus buat kita," kata Wianda beberapa waktu lalu.

Selain itu, Pertamina adalah representasi dari negara di sektor migas. Keberadaan Pertamina di Blok Masela akan membuat peran dan kontrol negara semakin kuat di sana. "Kita berminat. Yang pasti Pertamina itu kan representasi negara di migas," tandasnya.

Keinginan Pertamina ini pun disambut baik oleh Kementerian ESDM. ESDM mendukung masuknya Pertamina ke Masela. "Kita tentu senang sekali, pemerintah pasti mendukung BUMN utama kita masuk ke Masela," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja.

Mekanisme masuknya Pertamina ke Blok Masela akan dibicarakan secara business to business (B to B) dengan Inpex dan Shell. Pemerintah hanya membantu dari luar saja. "Bagaimana yang terbaik mekanismenya terserah Pertamina, kita memfasilitasi," ucap Wiratmaja.

Pihaknya bersedia memberikan bantuan-bantuan yang dibutuhkan supaya Pertamina bisa ikut mengelola Blok Masela. "Kita fasilitasi Pertamina untuk masuk ke Masela, bagaimana prosedurnya kita bantu," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: