JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati sempat menjadi perdebatan dan polemik panjang masyarakat,  DPR akhirnya meloloskan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty  menjadi Undang-undang. Pengesahan UU yang sempat menjadi pembahasan  sengit di DPR diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR  ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2015-2016, Selasa (28/6).  
 
Dari sepuluh fraksi di DPR, hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan keberatan atas pemberlakuan UU tersebut.  Oleh karenan itu Ketua DPR Ade Komarudin yang memimpin sidang paripurna itu sigap mengetuk palu pengesahan.  
 
"Sudah bisa disimpulkan, secara mayoritas sembilan fraksi dari sepuluh menyetujui rancangan undang-undang pengampunan pajak ini. Kami ingin bertanya kepada saudara-saudara, setujukah dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak ini?" tanya Ade kepada peserta sidang, yang dijawab dengan koor "setuju".  
 
Ketua Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit dalam laporannya menyampaikan dari hasil rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah yang diwakili  Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, tanggal 27 Juni 2016 telah mengambil Keputusan Pembicaraan Tingkat I.  

Menurutnya dari hasil pendapat akhir mini yang disampaikan fraksi-fraksi dan pemerintah menyatakan persetujuan bahwa pembahasan RUU tentang Pengampunan Pajak dilanjutkan dengan pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI.
 
Dalam laporannya, Noor Supit menjelaskan bahwa pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak yang telah terutang. Mereka yang telah mengikuti program pengampunan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana bidang perpajakan.
 
"Kewajiban perpajakan yang memperoleh pengampunan pajak ini terdiri atas Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah,” ujarnya.
 
Disetujuinya UU Pengampunan Pajak ini, ia berharap, akan mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, melalui repatriasi aset yang sebelumnya mengendap di luar negeri. Masuknya aset dari luar negeri  itu akan berdampak pada meningkatnya likuiditas domestik, perbaiki nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi.

Di sisi lain, hadirnya  UU tersebut juga diharapkan bisa mendorong reformasi perpajakan.  Dimana tercipta  sistem perpajakan yang lebih berkeadilan, serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi. Tak kalah penting UU ini bisa meningkatkan penerimaan pajak, yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

ATASI DEFISIT - Pengesahan UU Pengampunan Pajak ini menurut Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan akan memberikan ruang untuk bisa menarik pemegang investasi di luar negeri, untuk mengembalikan asetnya  ke Indonesia.
 
"Ada momentum yang hanya sekali dan waktunya sembilan bulan. Yang jelas, efektivitas pelaksanaan, proses dan hasilnya kita serahkan pada pemerintah. Syukur bila hasil yang diperoleh bisa lebih besar dari target Rp165 triliun," kata Taufik di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (28/6) seperti dikutip dpr.go.id.
 
Taufik juga mengingatkan tercapai dan tidaknya target pengembalian investasi itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, ia berharap target bisa tercapai,  agar defisit anggaran tahun ini dapat diatasi.
 
Ia menjelaskan bahwa pemberlakuan UU tersebut,  hanya berlangsung selama sembilan bulan. Sehingga diberikan kesempatan kepada para pemegang aset  di luar negeri untuk bisa memanfaatkan pengampunan pajak tersebut. Sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Pengampunan Pajak.
 
Di sisi lain Taufik juga berharap pemerintah bisa melakukan upaya optimal. Serta lebih banyak modal yang dibawa masuk. "Kalau pun kurang dari Rp165 triliun, maka harus ada optimalisasi langkah agar lebih menarik," ujarnya.
 
Ia menuturkan pembahasan pengampunan pajak memang tidak berhubungan dengan pembahasan APBN-Perubahan. Namun demikian dia menilai pengampunan pajak dan APBN perubahan terkait erat. Sebab pengampunan pajak merupakan satu sesi perencanaan yang sama untuk mengantisipasi defisit anggaran yang ada.
 
Taufik mengatakan bahwa proses  pembahasan UU tersebut telah dilakukan secara terbuka dan transparan. Proses pembahasannya juga sama sekali tidak buru-buru atau kejar tayang. "Yang  pasti kita menghormati betul setiap proses pembahasan yang dilakukan oleh Komisi XI. Pimpinan DPR juga tidak ada yang masuk di dalam Panja RUU Tax Amnesty itu," ungkapnya.

MULAI SOSIALISASI - Menyikapi disetujuinya  UU Pengampunan Pajak,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan rasa syukurnya. Langkah selanjutnya yang akan segera dilakukannya adalah mensosialisasikan kepada para pemilik aset  di luar negeri.

Presiden mengatakan, akan segera memerintahkan menteri-menterinya, termasuk Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar segera mempersiapkan instrumen-instrumen investasi yang bisa dipakai menampung dana yang akan masuk ke negara.

Instrumen tersebut baik berupa Surat Berharga Negara (SBN), reksadana, Surat Utang Negara (SUN), juga investasi-investasi langsung.

"Kita berharap dari capital inflow ini arus uang yang masuk  bisa kita pakai menyelesaikan infrastruktur-infrastruktur yang masih tertunda," kata Presiden di Istana Bogor, Selasa (28/6) petang seperti dikutip setkab.go.id.

Presiden juga menyatakan akan menerbitkan infrastructure bond, untuk menampung uang-uang yang masuk. Ia berharap setelah itu dana-dana  tersebut bisa masuk di portofolio, entah di SBN, atau di bond sehingga dalam beberapa bulan  bisa digunakan untuk pembangunan ekonomi. "Harapan kita itu," katanya.

Presiden menyadari untuk memastikan besaran dana yang akan masuk ke negara, masih sangat sulit. Sebab menurutnya, hal itu masih tergantung pada psikologi para pemilik dana.

"Kalau payung hukumnya ada, kemudian ada perasaan nyaman untuk masuknya arus uang, ya akan datang banyak. Kita harapkan dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak ini menjadi sebuah payung hukum sehingga uang yang sudah berpuluh-puluh tahun berada di luar negeri,  bisa kembali," tutur Presiden Jokowi.

Sesuai UU Pengamounan Pajak para wajib pajak yang selama ini belum melaporkan pajaknya akan mendapat tarif tebusan yang lebih rendah. Tarif itu dibagi dalam tiga kategori, yakni bagi usaha kecil menengah, bagi wajib pajak yang bersedia merepatriasi (membawa pulang) asetnya di luar negeri, serta deklarasi aset di luar negeri tanpa repatriasi.

Bagi wajib pajak usaha kecil menengah, yang mendeklarasikan harta kekayaannya sampai Rp10 miliar akan dikenai tarif tebusan sebesar 0,5%. Sedang yang mengungkapkan lebih dari Rp10 miliar akan dikenai 2%.

Sedang bagi wajib pajak yang bersedia merepatriasi asetnya di luar negeri akan diberikan tarif tebusan sebesar 2% untuk Juli-September 2016, 3% untuk periode Oktober-Desember 2016, dan 5% untuk periode 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.

Sementara bagi wajib pajak yang mendeklarasikan asetnya di luar negeri tanpa repatriasi akan dikenai tarif 4% untuk periode Juli-September 2016, 6% untuk periode Oktober-Desember 2016, dan 10% untuk periode Januari-Maret 2017. Namun UU Pengampunan Pajak ini hanya akan berlaku hingga akhir Maret 2017 mendatang.

BACA JUGA: