JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembentukan holding company (induk usaha) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi yang direncanakan pemerintah dinilai akan berdampak baik bagi kedaulatan energi. Kendati demikian sejumlah pihak menilai pembentukan holding justru akan merugikan BUMN karena bertambah panjangnya rantai birokrasi.

Ketua Alumni Akademi Minyak dan Gas Ibrahim Hasyim mengatakan, penggabungan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ke Pertamina akan menjadikan utilisasi infrastruktur gas nasional akan lebih optimal. "Jadi nanti biaya investasi maupun operasi akan lebih efisien bagi kedua badan usaha tersebut," kata Ibrahim di Jakarta, Rabu (8/6).

Menurutnya dengan efisiensi itu harga gas yang dibayarkan masyarakat akan lebih murah. Sebab ada pemanfaatan fasilitas bersama yang akan meningkatkan volume aliran, sehingga  toll fee juga turun.

Direktur Eksekutif Indonesia Essential for Service Reform Fabby Tumiwa juga menilai pembentukan holding BUMN energi akan banyak membantu mengkoordinasikan pembangunan infrastruktur dalam bentuk pipa gas serta fasilitas lainnya.

"Maka penyatuan holding BUMN energi ini akan lebih kuat dan menjauhkan persaingan," kata Fabby kepada gresnews.com di Jakarta, Rabu (8/6).

Sementara itu Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono justru menilai, pembentukan holding BUMN energi adalah langkah yang salah. Ia melihat pembentukan holding malah akan menambah banyak birokrasi. Tujuan untuk memperkuat permodalan untuk melakukan ekspansi juga belum tentu bisa tercapai. Bahkan  jika salah langkah holding BUMN energi dan melakukan default terhadap partner bisnisnya maka aset-aset anak perusahaan holding BUMN bisa di-freeze di luar negeri.

"Seperti kasus Lehman Brothers yang jadi holding dari berbagai perusahaan financial service dan ENRON ketika anak perusahaan di luar negeri melakukan default malah induknya ikut-ikutan bangkrut karena menanggung utang," kata Arief, Rabu (8/6).

Menurutnya pengelolaan energi yang baik itu seperti sekarang, hanya perlu dipertegas saja. Pertamina agar  fokus di bisnis minyak bumi dan oil refinery. Sementara  PGN fokus pada bisnis sektor gas saja.

"Tapi sebelumnya PGN harus diaudit investigasi karena selama ini ada banyak dugaan tindak pidana korupsi di PGN yang mengakibatkan kerugian besar," jelasnya.

Dia juga menilai anggapan bahwa keberadaan holding BUMN energi akan efisien itu salah. Justru dengan  keberadaan holding akan menciptakan birokrasi baru yang akan memperlambat gerak aksi korporasi perusahaan BUMN.

Sementara bila disebutkan  tujuan pembentukan holding BUMN energi agar bisa mencari modal lebih besar juga. Menurut Poyuono juga  hal itu tidak benar. "Kalau Pertamina atau PGN menentukan sumber minyak dan gas dipastikan akan banyak bank yang mau mengucurkan pinjaman," tegasnya.

SKEMA HOLDING BUMN ENERGI - Selama satu tahun terakhir PGN mengaku telah membangun pipa gas sepanjang 825 kilometer. Pipa gas yang dimaksud adalah pipa transmisi open access dan pipa distribusi gas bumi. Akhir tahun 2014 lalu panjang pipa yang dibangun sudah mencapai 6.161 kilometer, maka untuk total panjang pipa gas bumi yang dimiliki PGN mencapai 6.989 kilometer.

Seperti diketahui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan segera merealisasikan pembentukan holding BUMN energi terhadap sejumlah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi.

Menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, skema pembentukan holding dilakukan  dengan cara PT Pertamina  mengambil alih kepemilikan saham pemerintah di PGN. Sedang pemindahan saham itu akan dilakukan secara inbreng. Aset PGN akan langsung dimasukkan ke dalam Pertamina. Sementara usaha  bisnis Pertamina yang sama dengan PGN yakni Pertagas akan digabungkan menjadi satu.

Penggabungan Pertagas dan PGN sahamnya akan dimiliki Pertamina. Menurut Rini penggabungan saham itu tidak akan ada masalah, karena saham keduanya dimiliki pemerintah.  "Jadi tinggal pemindahan saja. Tidak ada transaksi di sana. Tinggal RUPS (rapat umum pemegang saham) saja. Nanti saham yang dikuasai pemerintah dipindahkan ke Pertamina," ujar Rini akhir Mei lalu. Rini juga menyebut penggabungan itu tak memerlukan izin dari DPR. (dtc)

BACA JUGA: