GRESNEWS.COM - Sebanyak 20 juta rakyat miskin di Indonesia terancam tidak dapat berobat karena hak kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) hanya 86,2 juta jiwa sementara jumlah keluarga kategori tidak mampu dan orang-orang miskin yang layak mendapatkan Jamkesmas ditaksir mencapai lebih dari 96,7 juta jiwa.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo beralasan angka 86 juta kepesertaan Jamkesmas itu sudah disepakati dalam rapat koordinasi beberapa kementerian yang terkait dengan mengunakan basis data dari APBN.  

Pasal 28H UUD 1945 berbunyi setiap warga negara berhak untuk memiliki tempat tinggal yang layak, lingkungan yang baik, dan berhak atas pelayanan kesehatan. Ketentuan itu dipertegas melalui Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pasal 19 UU Kesehatan berbunyi pemerintah bertanggung jawab pada segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Oleh karena itu, program Jamkesmas diadakan untuk memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan kurang mampu agar kebutuhan dasar akan kesehatan yang layak dapat dipenuhi.

Namun, Jamkesmas yang dilaksanakan berdasarkan prinsip asuransi sosial ini justru dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Diduga penyebabnya adalah bahwa apa yang dimaksud dengan masyarakat miskin dan kurang mampu itu sendiri tidak terdapat definisi yang jelas. Akibatnya adalah Jamkesmas ini justru menjadi program salah sasaran. Pemegang kartu Jamkesmas justru masyarakat mampu, sementara yang benar-benar tidak mampu dan membutuhkan justru tidak mendapat hak kepesertaannya karena keterbatasan kuota yang dimiliki.

Ada beberapa versi yang membahas apa yang disebut masyarakat miskin (Wiku Adisasmito, 2008) antara lain:

  1. Dinas Kesehatan memberikan pengertian keluarga miskin adalah yang sulit memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan;
  2. BPS (Badan Pusat Statistik) menggariskan miskin dari tingkat konsumsi makan yang kurang dari 2.100 kalori/hari dan memiliki penghasilan kurang dari US$ 0.55 (kira-kira Rp4.000 rupiah/hari);
  3. ILO ( International Labour Organization) mendefinisikan miskin secara ekonomi adalah memiliki penghasilan kurang dari US$1. Kriteria ini juga digunakan oleh Bank Dunia.


Di dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang disebut peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing  yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Iuran Jaminan Kesehatan tersebut dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja (majikan) dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan ini. Adapun masyarakat tidak mampu dan fakir miskin dikelompokkan menjadi golongan tersendiri, yaitu, pihak yang diberikan bantuan iuran (yang selanjutnya disebut sebagai PBI).

Peserta jaminan kesehatan dalam Pasal 2 PP Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dibagi menjadi dua golongan, yaitu, golongan PBI dan anggota bukan PBI. Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 dalam PP tentang jaminan kesehatan ini, pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.  

BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 12 PP tersebut disebutkan bahwa (1)setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta. (2) Identitas peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nama dan nomor identitas peserta. (3) nomor identitas peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial.

Namun di dalam Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas Peserta Program Jamkesmas, ada beberapa pihak yang tidak diberi kartu, yaitu:

  1. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta masyarakat miskin penghuni panti sosial;
  2. Masyarakat miskin penghuni Lapas dan Rutan;
  3. Peserta Program Keluarga Harapan (PKH);
  4. Bayi dan anak yang lahir dari kedua orang tua atau salah satu orang   tuanya peserta Jamkesmas maka otomatis menjadi peserta Jamkesmas dan berhak mendapatkan hak kepesertaan;
  5. Korban bencana pascatanggap darurat;
  6. Sasaran  yang  dijamin oleh Jaminan Persalinan, yaitu, ibu hamil, ibu bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir;
  7. Penderita KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi).


Masalah lainnya dapat juga timbul karena iuran yang harus dibayarkan. Apabila dikategorikan masyarakat miskin sebagaimana diungkap oleh ILO atau BPS, bagaimana dia hendak membayar iuran?

Pemerintah kemudian menggolongkannya sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran) apakah yang digolongkan sebagai PBI ini memang benar-benar tidak mampu? Siapa yang harus menilai? BPJS? Pemerintah? Apakah ada akuntan publik yang juga ikut dalam menilai hal tersebut?

Begitulah potensi persoalan yang menyebabkan Jamkesmas salah sasaran.

Velanti Anggunsuri
Analis Gresnews.com

BACA JUGA: