GRESNEWS.COM - Setelah Gangnam Style dengan musik, lirik, dan gerakan yang membuat dunia terhipnotis, kini muncul tren baru di dunia: Harlem Shake.  Keduanya populer melalui situs Youtube. Puluhan video telah diunggah di situs Youtube yang menampilkan rekaman orang-orang yang melakukan aksi Harlem Shake. Dalam aksi video yang dilatarbelakangi oleh musik Harlem Shake,  seseorang sedang melakukan gerakan dance yang aneh, sedangkan yang lain melakukan kegiatan serius sehari-hari. Nah, selanjutnya, ketika musik mulai memasuki klimaks, situasi berubah, semua orang mulai melakukan gerakan-gerakan dance dengan gaya konyol menciptakan situasi frantic atau gila-gilaan.

Aksi ini menciptakan situasi komedi ´aneh´ yang menghibur. Setiap video yang sudah di-share di Youtube memicu penonton untuk melakukan hal yang sama dengan kelompok komunitasnya masing-masing. Lebih menarik lagi, setiap video yang diunggah ditonton oleh ratusan ribu pengunjung dan menciptakan komunikasi dengan bahasa Harlem Shake di seluruh dunia. Tidak kalah dengan video dari mancanegara, video Harlem Shake artis Indonesia Maia Estianti yang berkolaborasi dengan Syahrini juga ditonton oleh ratusan ribu pengunjung situs Youtube.   

Lagu Harlem Shake diciptakan dan diproduksi oleh DJ asal Amerika Serikat Baauer. Harlem Shake dirilis oleh Baauer pada 22 Mei 2012 dengan perusahaan label Jeffree. Lagu ini memasukkan unsur bassline, Dutch House synth riffs, a dance music drop dan samples auman singa yang mewakili unsur keaslian penciptaan lagu oleh DJ Baauer. Selain itu lagu ini juga mengambil samples lagu dari Plastic Little berjudul Miller Time yang hit pada tahun 2001 terutama memasukkan suara then do the harlem shake. Suara then do the harlem shake dalam lagu Harlem Shake adalah yang paling siginifikan dikenali oleh para penikmat musik ini. Baris kata ini juga yang menjadi penanda bagi penikmat lagu ini untuk mulai melakukan gerakan dance Harlem Shake.  

Para pengunggah video dan komunitasnya melakukan gerakan dance Harlem Shake yang konyol. Gerakan dance konyol ini dimulai di Harlem, New York, pada tahun 1981. Pencipta gerakan dance ini adalah A1B yang tinggal di wilayah tersebut. Penciptanya mengatakan bahwa gerakan dance ini menirukan gerakan bergetar orang mabuk atau alcoholic shake yang juga mengambil beberapa gerakan mumi dari budaya Mesir Kuno. Unsur dari Mesir Kuno yang diambil adalah bagaimana membayangkan para mumi yang dibungkus kain tidak bisa bergerak dan hanya menggeliat dan bergetar.

Lagu Harlem Shake mengawali kepopulerannya pada awal Februari 2013. Mulai bulan ini pula lagu Harlem Shake dirilis ulang dan dijual secara komersial di seluruh dunia. Lagu Harlem Shake dan kepopulerannya di seluruh dunia dengan media situs Youtube ini memadukan banyak unsur dan menggunakan teknik sampling. Teknik ini sangat populer di kalangan DJ dan penikmat lagu-lagu mix. Sampling merupakan teknik mengambil bagian-bagian atau sample dari satu rekaman suara atau lagu dan menggunakannya kembali sebagai dasar atau suara tambahan untuk merekam satu karya lagu lainnya. Aspek-aspek inilah yang membuat Harlem Shake sangat berbeda dengan Gangnam Style.

Harlem Shake dan menyebarnya video unggahan di internet mewakili budaya baru pengguna internet, budaya pengguna yang disebut Read and Write Culture (RW). Dalam kultur pengguna RW ini, kemajuan teknologi internet memungkinkan penguna-penggunanya terlibat dalam saling-silang penggunaan berbagai aplikasi yang memfasilitasi proses berbagi dan saling tukar informasi yang partisipatif (berpusat kepada pengguna). Dalam proses ini, seorang pengguna internet bisa dengan leluasa keluar masuk link antarmedia difasilitasi oleh teknologi interoperability dan kolaborasi antar-World Wide Web (WWW) melalui berbagai layanan populer seperti social media digerakkan oleh para pengguna dalam komunitas sosial dunia maya. Kenyataan inilah yang sekarang ini dikenal dengan Web 2.0.

Internet dengan Web 2.0 mencerminkan hubungan yang rumit antara teknologi dan manusia. Kultur pengguna RW ini memungkinkan masing-masing pengguna men-sharing dan menciptakan karya kreativitas baru dalam komunitas pengguna yang bersifat sukarela. Harlem Shake adalah salah satu dari kultur RW ini yang mewakili munculnya budaya remix atau sampling yang mencampur karya lama, karya baru, dan karya sendiri dalam satu karya baru . Biasanya karya-karya ini di-sharing dalam komunitas di internet dalam bentuk hubungan kesukarelaan tanpa keterlibatan aspek ekonomi.

Masalah kemudian muncul ketika karya jenis ini masuk ke area komersial. Masalah ini menyangkut masalah perlindungan hak cipta dan siapa yang berhak memperoleh keuntungan komersial dari penciptaan lagu berdasar pada sampling ini. Perkembangan budaya musik dengan teknik remix dan sampling di dunia telah memunculkan puluhan kasus hukum di antara pencipta dan industri musik. Beberapa kasus besar telah menyita perhatian publik yang menampilkan sosok-sosok selebritis terkenal dunia dan memberikan konsekuensi yang signifikan terhadap perkembangan industri musik.

Pada tahun 1987, The JAMS merilis album 1987 What The Fuck Is Going On?. Dalam lagu ini the JAMS menggunakan banyak sampling lagu-lagu lain tanpa izin pemilik haknya. Group terkenal swedia ABBA melakukan komplain dan akhirnya Mechanical-Copyright Protection Society memerintahkan the JAMS untuk memusnahkan semua rekaman album tersebut. Pada tahun 1989, muncul album As Clean as They Wanna Be oleh 2 Live Crew yang menggunakan teknik sampling. Dalam album tersebut terdapat lagu Pretty Woman yang aslinya dipopulerkan oleh Roy Orbison dengan judul Oh, Pretty Woman. Pemilik hak dari lagu ini Acuff-Rose menuntut 2 Live Crew karena menggunakan karya tanpa izin dan karya dengan menggunakan teknik sampling tersebut merendahkan karya aslinya karenanya telah terjadi pelanggaran hak cipta. Kasus tersebut terkenal dengan kasus Campbell v Acuff-Rose Music. Kasus ini kemudian diputuskan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1994 dengan kemenangan pihak 2 Live Crew dengan alasan bahwa grup ini menggunakan karya asli untuk aktivitas parodi yang berisi kritik yang dilindungi oleh hukum hak cipta Amerika Serikat berdasarkan hak fair use.

Di mulai dari kasus ini maka perdebatan antara pemilik hak dan pengguna teknik sampling menjadi semakin panas melibatkan industri musik, pasar, dan hukum hak cipta. Kasus-kasus yang melibatkan sosok-sosok terkenal antara lain adalah kasus Rob van Winkle (Vanilla Ice) yang melakukan sampling terhadap lagu Under Pressure oleh Queen dan David Bowie dimana akhirnya Rob van Winkle membayar royalti kepada pemilik hak pada tahun 1990.

Pada tahun 1996 grup band The Chemical Brothers merilis single Setting Sun yang terinspirasi oleh lagu Tomorrow Never Knows oleh The Beatles. Grup ini melakukan sampling beberapa bagian penting. The Beatles menuntut The Chemical Brothers, akan tetapi pihak pengadilan memenangkan The Chemical Brothers.

Tahun 1997, The Verve sukses dengan lagu hit mereka Bitter Sweet Symphony, akan tetapi mereka harus memberikan 100 persen royalti mereka kepada The Rolling Stones karena menggunakan sampling tanpa izin terhadap lagu mereka The Last Time.

Pada tahun 2000-an terdapat kasus-kasus menarik antara lain adalah kasus yang melibatkan Mariah Carey. Mariah Carey merilis single Loverboy yang menggunakan sample dari Firecracker oleh Yellow Magis Orchestra. Sebulan kemudian Jennifer Lopez merilis I’m Real dengan menggunakan sample lagu Firecracker yang sama. Sebelum terjadi kasus hukum Mariah Carey segera mengubah sample dengan menggunakan sample dari lagu Candy oleh Cameo. Beberapa grup band kembali harus berurusan denngan pemilik hak lagu-lagu The Beatles, antara lain Public Enemy dengan lagunya Psycho of Greed tahun 2002 yang berisi samples musik dari lagu The Beatles Tomorrow Never Knows dimana akhirnya Public Enemy menarik lagu tersebut dari pasaran.

Kasus-kasus yang melibatkan teknik sampling dan budaya remix ini terus berkembang apalagi melibatkan internet. Banyak karya berhak cipta yang di-sampling untuk menciptakan karya baru dan tersebar luas di situs-situs dan jejaring sosial. Organisasi-organisasi pencipta lagu, musik dan film di Amerika Serikat dalam hal ini diwakili oleh dua organisasi besar yaitu MPAA (Motion Picture Association of America) dan RIAA (Recording Industri Association of America) gencar melakukan penertiban terhadap karya cipta ini baik di dunia nyata maupun di internet. Organisasi-organisasi ini berkolaborasi dengan pembuat kebijakan dan otoritas penegak hukum melakukan aksi-aksi penuntutan baik perdata dan pidana kepada pelanggar hak cipta.

Aksi pemilik hak cipta melalui organisasi yang mewakili ini memang selalu mendapat dukugan yang besar dari otoritas penegak hukum. Akan tetapi terkadang tindakan yang terlalu keras seperti penuntutan kepada ibu rumah tangga dan anak-anak yang melakukan upload mengunakan lagu-lagu berhak cipta dan download lagu-lagu berhak cipta terasa terlalu keras dan tidak sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat. Untuk itulah menurut professor Lawrence Lessig, seorang pakar hukum hak cipta internet dari Universitas Harvard, mengatakan harus tercipta keseimbangan antara konsep dasar teknologi di internet, perkembangan budaya masyarakat pengguna internet, pasar dan industri yang melibatkan karya berhak cipta, dan bagaimana sistem hukum yang harus diciptakan untuk mendukung semuanya. Untuk itulah, menurutnya, proses formulasi kebijakan dan penegakan hukum harus dirumuskan dengan mempertimbangkan hal-hal penting di atas. Teknologi internet tidak bisa melupakan hukum, hukum tidak bisa melupakan perkembangan budaya pengguna dan semuanya harus mendukung kegiatan untuk menyejahterakan setiap pihak.

Perkembangan Harlem Shake tentunya juga tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan di atas. Kita tahu sendiri saat ini pun mulai terjadi sengketa hak antara pembuat lagu Harlem Shake, Baauer dan rapper Amerika Azealia Banks yang melakukan sampling terhadap lagu tersebut. Hal ini membuktikan bahwa ketika nilai komersial atau nilai ekonomi sebuah karya meningkat dengan tajam maka kebutuhan untuk perlindungan hak semakin tinggi. Hal inilah yang kadang diabaikan oleh pengguna internet yang cenderung mempunyai mindset kebebasan mutlak di internet tanpa intervensi hukum dan keteraturan. Sedangkan kalau seorang individu yang melakukan upload di sebuah situs dan videonya dengan cepat terkenal dan digunakan untuk kegiatan-kegiatan komersial oleh pihak lain tentunya individu tersebut merasa perlunya perlindungan hak atas karyanya. Untuk itulah perlunya keseimbangan antara kebebasan dan kontrol untuk melindungi kepentingan pemilik hak dan menjamin tersebarnya karya kepada masyarakat secara fair.   

Awan Puryadi
Analis Gresnews.com

     
   

   
      

BACA JUGA: