-
Jaksa KPK : Bantahan Auditor BPK Rochmadi Tak Masuk Akal
Rabu, 11/10/2017 17:00 WIBEks Auditor Utama Keuangan III BPK Rochmadi Saptogiri mencabut keterangan di BAP (berita acara pemeriksaan)-nya soal uang yang ada di dalam brankasnya terkait fee dari Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kemendes PDTT. Rochmadi menyebut dirinya menjawab dalam kondisi shock karena menjadi tersangka.
Menanggapi hal tersebut, jaksa KPK Moch Takdir Suhan menilai penjelasan Rochmadi tidak masuk akal karena saat diperiksa penyidik mengaku dalam keadaan sehat. Rochmadi juga membaca keterangannya sebelum menandatangani BAP.
"Penjelasan saksi Rochmadi Saptogiri tersebut tidak dapat diterima dengan akal sehat dengan penjelasan pada awal akan memberikan keterangan di depan persidangan, saksi telah menerangkan ketika diperiksa penyidik KPK tidak ada paksaan dan tekanan dan ketika akan menandatangani BAP, saksi telah membacanya lebih dahulu," kata Takdir saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta, Rabu (11/10).
"Dengan demikian tidak logis jika kemudian jawaban BAP Nomor 15 tersebut karena dalam kondisi lelah dan jawaban BAP saksi serahkan sepenuhnya kepada penyidik KPK," imbuh jaksa.
Jaksa juga menyatakan tidak usah panik dalam memberikan keterangan BAP jika tidak terbukti perkara ini. Padahal fakta persidangan terbukti kamera CCTV sebagai petunjuk adanya penyerahan uang dan alat bukti keterangan saksi Ali Sadli, Choirul Anam dan Jarot Budi Prabowo.
"Jawaban pada nomor 15 BAP tersebut diberikan setelah saksi ditetapkan sebagai tersangka, sehingga jika memang panik kenapa kemudian saksi justru memberikan jawaban yang berdasarkan persidangan ternyata telah bersesuaian dengan alat bukti keterangan saksi Ali Sadli, Choirul Anam dan Jarot Budi Prabowo serta alat bukti petunjuk berupa rekaman CCTV yang didukung pula oleh keterangan terdakwa," jelas jaksa.
Sebab itu, jaksa menduga Rochmadi sengaja menutup diri dan memberikan keterangan yang tidak benar. Sebab, Rochmadi membantah ada dalam rekaman kamera CCTV.
"Ada indikasi saksi sengaja menutup diri dan memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, hal ini tercermin dari fakta ketika diperlihatkan di depan persidangan berupa alat bukti petunjuk CCTV pun saksi membantah yang ada dalam CCTV tersebut adalah saksi. Padahal sudah sangat jelas dan tak terbantahkan bahwa gambar peristiwa dalam CCTV tersebut salah satunya ada terekam gambar aktivitas saksi sebagaimana dibenarkan oleh saksi Ali Sadli," papar jaksa.
Dalam perkara ini, Sugito dituntut 2 tahun penjara, denda Rp 250 juta dan subsider 6 bulan. Sedangkan Jarot Budi Prabowo dituntut 2 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider 6 bulan.
Keduanya diyakini jaksa terbukti bersalah dalam menyuap auditor BPK Rochmadi dan Ali Sadli dengan uang sebesar Rp 240 juta. Uang itu digunakan agar Kemendes mendapatkan opini WTP. (dtc/mfb)Pinjaman Auditor BPK ke Sekjen KONI
Rabu, 27/09/2017 20:45 WIBAuditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Abdul Latief ternyata pernah meminjam uang USD 80 ribu kepada Sekjen KONI EF Hamidy. Uang tersebut diperuntukkan buat Abdul Latief untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan BPK.
Hal itu disampaikan auditor BPK Ali Sadli dalam sidang kasus suap opini WTP Kemendes PDTT dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito serta Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
"Apakah Saudara Ali kenal dengan EF Hamidi dan Abdul Latif?" tanya jaksa Takdir.
"Kenal Pak, Abdul Latif salah satu eselon satu di BPK dan EF Hamidy adalah Sekjen KONI," jawab Ali Sadli dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta, Rabu (27/9).
Kepada Ali, jaksa mengonfirmasi pemberian uang USD 80 ribu dari EF Hamidy kepada Abdul Latief. "Kaitannya dengan saya nyambung ada pemberian uang USD 80 ribu?" tanya jaksa.
"Itu pinjaman Latif kepada Pak Hamidi," jawab Ali.
"Untuk kegiatan apa?" tanya jaksa kembali.
"Saat dia sedang pencalonan untuk kegiatan BPK," jawab Ali.
Lantas, jaksa kembali bertanya mengenai istilah tambahan untuk tembakan. Istilah tersebut membingungkan bagi jaksa. "Ada istilah tambahan untuk tembakan?" tanya jaksa.
Kepada jaksa, Ali menjelaskan uang tersebut sudah dikembalikan kepada Hamidy. Apalagi ia bukan masuk bagian tim sukses Abdul Latief saat pencalonan pimpinan BPK.
"Uang itu sudah dikembalikan. Saya tidak ikut (tim sukses)," kata Ali.Jaksa KPK : Muasal Dana Suap BPK dari Saweran
Rabu, 16/08/2017 13:52 WIBJaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut uang suap yang diberikan Irjen Kementerian Desa PDTT Sugito ke auditor BPK Rochmadi Saptogiri merupakan kumpulan dana dari sejumlah direktorat di Kemendes. Duit suap Rp 240 juta diberikan terkait dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) Kemendes.
Dalam surat dakwaan Sugito disebut ada permintaan yang disampaikan Ketua Sub Tim 1 Pemeriksa BPK Chairul Anam saat bertemu Sugito dan Sekjen Kemendes Anwar Sanusi sekitar akhir April 2017. Chairul menjamin jika pemeriksaan laporan keuangan Kemendes PDTT TA 2016 akan mendapat opini WTP.
Untuk memenuhi kesepakatan pemberian uang itu, awal Mei 2017 bertempat di ruang rapat irjen Kemendes PDTTSugito dengan sepengetahuan Anwar Sanusi kemudian mengumpulkan para Sesditjen, Sekretaris Itjen (Sesitjen), Sesbadan serta Karo Keuangan dan BMN untuk koordinasi.
"Pada kesempatan itu terdakwa meminta atensi atau perhatian dari seluruh UKE I kepada Tim Pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 200 juta sampai dengan Rp 300 juta," kata jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/8).
Pada pertemuan itu juga dihadiri Kepala Bagian TU dan Keuangan Itjen Jarot Budi Prabowo. Forum itu sepakat untuk memberikan uang ke Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.
"Dalam forum rapat tersebut disepakati bahwa uang yang akan diberikan kepada Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli akan ditanggung oleh 9 UKE I dengan besaran sesuai kemampuan masing-masing UKE I, sedangkan untuk pengumpulan uang disepakati akan disetorkan kepada Jarot Budi Prabowo," tutur Ali.
Dari kesepakatan itu, uang saweran yang terkumpul sebesar Rp 240 juta bersumber dari:
1. Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Rp 15 juta
2. Dijen Pembangunan Kawasan Pedesaan, Rp 15 juta
3. Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah Rp 15 juta.
4. Balai Latihan dan Informasi Rp 30 juta.
5. Sekretariat Jenderal Rp 40 juta.
6. Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi Rp 15 juta.
7. Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi Rp 10 juta.
8. Inspektorat Jenderal Rp 60 juta.
9. Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal Rp 34 juta
10. Uang pribadi Jarot Budi Prabowo Rp 5 juta
Jaksa menyebut uang itu kemudian diserahkan Jarot kepada Rochmadi Sugito melalui Ali Sadli. Penyerahan uang itu dilakukan sebanyak dua kali di kantor BPK, yaitu pada 10 Mei 2017 sebesar Rp 200 juta dan 26 Mei 2017 sebesar Rp 40 juta.
Sugito dan Jarot didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dtc/mfb)