-
Pengacara Teliti Meme-meme Terkait Setya Novanto
Sabtu, 18/11/2017 20:00 WIBKuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, kembali menyinggung soal meme yang menyindir atau memuat tentang kliennya itu. Dia mengatakan anak buahnya sedang mengevaluasi meme-meme yang berseliweran di medsos.
Fredrich mengatakan dirinya sebagai kuasa hukum akan melakukan upaya hukum untuk Setya Novanto dengan sebaik-baiknya. Dia sadar upayanya tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Menurut saya, saya kan tetap melakukan penanganan hukum yang terbaik. Kan gitu. Kemudian melakukan upaya hukum pasti ada kelompok tertentu yang merasa tersinggung atau tidak senang hati, ya hak-hak mereka dong," kata Fredrich saat ditemui di RSCM Kencana, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Salah satu bentuk pro dan kontra itu, kata Fredrich, adalah timbulnya meme. Dia mengatakan akan melaporkan meme yang dianggap mengganggu ke polisi.
"Seperti meme-meme mau bikin apa, ya nanti saya satu-satu saya masukin ke polisi ya selesai. Saya nggak pusing kok saya," katanya.
Fredrich belum bisa menyebutkan sudah ada berapa akun media sosial yang akan dilaporkan. Saat ini pihaknya masih melakukan penelusuran. "Oh jelas ada banyak sekali," katanya.
"Nanti saja. Yang baru ini kita lagi evaluasi, anak-anak buah saya lagi evaluasi," katanya. (dtc/mfb)KPK Diminta Sidik Upaya Perintangan Penegakan Hukum oleh Setya Novanto
Sabtu, 18/11/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai kuasa hukum Setya Novanto telah melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Ada dua tindakan kuasa hukum Novanto yang dinilai sebagai perintangan proses hukum atau obstrction of justice.
Pertama adalah menganggap penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka menyalahi putusan praperadilan. Padahal, menurut ICW, pemahaman seperti itu justru keliru karena bertentangan dengan hukum. Aturan MA menyatakan penegak hukum bisa mentersangkakan lagi seseorang yang lolos di praperadilan.
Sementara dalam poin laporan kedua, kuasa hukum Novanto juga dianggap merintangi dengan menyatakan pemeriksaan kliennya harus mendapatkan izin lebih dulu dari Presiden. Karena itu, pihak Koalisi pun melaporkan tim kuasa hukum Setya Novanto ke KPK.
"Kita melaporkan dugaan obstruction of justice (perintangan proses hukum) yang dilakukan tim kuasa hukum Setya Novanto. Dan 2 yang sudah kita laporkan ke Pengaduan Masyarakat KPK. Pertama, pelaporan 2 pimpinan dan 2 penyidik KPK yang dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh kuasa hukum Setya Novanto," ucap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, kepada wartawan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).
Dia mengatakan, langkah Novanto mengulur waktu pemeriksaan dengan alasa tak ada izin presiden tak beralasan. Walau ada landasan hukum Pasal 245 Ayat (1) UU MD3, menurut Kurnia, pada kasus Novanto otomatis gugur oleh Ayat (3). Sebab korupsi tergolong tindak pidana khusus.
"Karena berdasarkan UU MD3 pemeriksaan sebagai saksi atau pun sebagai tersangka tidak harus izin Presiden karena ada poin di ayat (3) yang mengatakan kalau ayat (1) mengatakan harus izin Presiden, tidak berlaku kalau seseorang anggota DPR itu terkena tindak pidana khusus atau diancam hukuman seumur hidup," tutur Kurnia.
Saat melaporkan, koalisi masyarakat sipil antikorupsi yang terdiri dari ICW, Kontras, YLBHI, LBH Pers, Gerakan Anti-Korupsi (GAK), dan berbagai organisasi lainnya ini juga membawa tumpukan kertas yang berisi bukti ucapan kuasa hukum Novanto. Ada pula bukti pelaporan terhadap Pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, serta penyidik yang menangani kasus e-KTP Ketua DPR Setya Novanto.
Dalam hal penetapan Pasal 21 UU Tipikor ini menurut Kurnia, KPK sudah menerapkan pada Anggota Komisi V DPR Markus Nari yang terseret dalam pusaran kasus sama. "Sebenarnya pasal ini tidak mengharuskan akibat. Jadi ketika ada perbuatan yang berpotensi menghalang-halangi, atau menghambat, atau merintangi, bisa dikenakan Pasal 21," kata Kurnia lagi.
Sebelumnya KPK juga sudah pernah menerima laporan serupa dari Perhimpunan Advokat Pembela KPK (PAP-KPK) yang melaporkan Setya Novanto dan pengacaranya, Fredrich Yunadi menghalangi penyidikan kasus e-KTP. Sekarang, bagi Kurnia, tinggal menunggu ketegasan KPK menindaklanjuti laporan tersebut.
"Ya, kita juga meminta KPK menyelidiki lebih lanjut laporan yang sudah kita sampaikan agar penggunaan Pasal 21 UU Tipikor bisa untuk menjerat demi mempercepat proses penanganan e-KTP," tukasnya.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, berkata setiap laporan tentu akan ditindaklanjuti. Namun tanpa mengabaikan aspek hukum di dalamnya. "Laporan masyarakat tentu kita terima dan ditindaklanjuti dengan penelahaan dan pendalaman lebih lanjut terhadap fakta-fakta, peristiwa atau aspek hukumnya," kata Febri saat dihubungi lewat pesan singkat.
KPK menerima berbagai aduan masyarakat terkait dengan pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait Setya Novanto. KPK pun mulai menelusuri hal itu. "Kami menerima pengaduan dari masyarakat terkait pihak-pihak yang diduga melakukan Pasal 21 (UU Pemberantasan Tipikor). Kita akan dalami fakta-fakta yang ada, kita akan analisis informasi-informasi yang diberikan tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).
Febri kembali mengingatkan terkait dengan adanya ancaman pidana terkait obstruction of justice yaitu antara 3 sampai 12 tahun. Dia pun menegaskan bila ada risiko pidana bagi mereka yang terindikasi sempat menyembunyikan Novanto.
"Saya kira secara normatif kalau ada pihak-pihak yang menyembunyikan maka ada risiko hukum pidana. Kami sudah ingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak berupaya melindungi tersangka. Ancaman hukumannya cukup berat antara 3 sampai 12 tahun," ucap Febri. (dtc/mag)Tahan Novanto, KPK Bakal Dilaporkan ke Pengadilan HAM Internasional
Sabtu, 18/11/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah KPK yang langsung mengenakan status tahanan terhadap Ketua DPR Setya Novanto mendapat perlawanan. Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, mempertanyakan wewenang KPK terkait penahanan tersebut. Fredrich pun mengancam akan melaporkan KPK ke Pengadilan HAM Internasional.
Fredrich menilai, penahanan Novanto dalam kondisi sakit sebagai pelanggaran HAM. Fredrich berencana menuntut penahanan kliennya ini ke pengadilan HAM internasional. "Sejak kapan KPK punya wewenang dan berdasarkan undang-undang apa, pasal berapa, bisa menahan orang yang tanpa diperiksa," kata Fredrich di RSCM Kencana, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (17/11).
"Kemudian juga dalam keadaan sakit cukup serius. Ini kan berarti pelanggaran HAM internasional yang di mana jelas, saya sudah lihat caranya kerja begini. Kami sudah merencanakan kita akan menuntut di pengadilan HAM internasional. Jadi saya persiapkan dalam waktu segera," tambahnya.
Fredrich menolak menandatangani surat penahanan yang ditunjukkan oleh penyidik KPK. Penolakan itu dilakukan karena, menurutnya, tak ada alasan hukum. "Kan mereka maksa supaya kita menandatangani dan kita menolak. Jadi sekarang menyatakan sudah itu kan sepihak mereka, kita tidak pernah dalam hal ini menerima karena itu ada pelanggaran HAM dan tidak ada alasan hukum," ucap dia.
Fredrich sempat berdebat dengan penyidik KPK atas penahanan ini. Dia mempertanyakan alasan hukum atas penahanan Novanto. "Saya tanya sama penyidik, ´Hak apa Saudara menahan klien saya?´ (Dijawab) ´Saya kan punya kuasa.´ Lo, saya tanya, ´UU nomor berapa?´ Saya tanya, ´Sekarang UU Hukum Acara Pidana Tahun 81 apakah berlaku untuk KPK?´ (Dijawab) ´Berlaku´. ´La, tolong sebutkan, saya kok saya cari-cari nggak ketemu yang bisa menahan orang dalam (kondisi) belum diperiksa dan langsung ditahan dan keadaan sakit cukup serius?´. Nggak bisa jawab. ´Ya, pokoknya saya punya kuasa.´ Ini jawaban penyidik KPK," bebernya.
Sebelumnya KPK resmi mengeluarkan surat perintah penahanan untuk Setya Novanto. Namun pihak Novanto disebut menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut.
"Terkait dengan proses penahanan, KPK melakukan penahanan terhadap SN (Setya Novanto)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).
Dalam surat penahanan itu, Novanto sedianya ditahan di rumah tahanan (rutan) Klas I Jakarta Timur cabang KPK. Surat perintah penahanan itu ditunjukkan langsung ke pihak Novanto. "Terhitung 17 November 2017 hingga 6 Desember 2017," ucap Febri.
Oleh karena pihak Novanto menolak, maka penyidik KPK menyiapkan berita acara penolakan terhadap berita acara penahanan. Namun berita acara itu ditolak juga oleh pihak Novanto. "Terhadap berita acara penolakan penahanan ditandatangani penyidik dan saksi, namun diserahkan ke istri SN, Deisti," kata Febri.
Febri mengatakan, pihaknya sudah menjalankan prosedur yang sah dalam penahanan serta pembantaran Novanto. "Kami pastikan proses penahanan tersebut sah. Kami memastikan itu sejak surat perintah penahanan kita terbitkan dan juga kita bacakan. Bahkan juga kita serahkan untuk berita acara penahanan satu rangkap kepada istri tersangka. Pembantarannya pun saya kira demikian," kata Febri.
Febri memastikan semua opsi sudah diberikan kepada pihak Novanto sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bahkan beberapa tahapan persetujuan sudah ditawarkan, baik kepada Ketua DPR itu maupun yang mewakilinya. (dtc/mag)Fahri Hamzah Tantang KPK Buktikan Kerugian Negara di Kasus E KTP
Sabtu, 18/11/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menantang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membuktikan adanya kerugian negara dalam kasus pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E KTP). "Kan BPKP secara resmi mengatakan tak ada (kerugian). Jadi apa ini sebenarnya?," kata Fahri di Gedung DPR, Jumat (17/11), seperti dikutip dpr.go.id.
Menurutnya, sampai saat ini, penghitungan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun dalam kasus e-KTP yang menyebabkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka, sebagaimana yang sering disebut-sebut KPK tidak dilakukan oleh KPK sendiri. Fahri menyayangkan KPK terlalu mempolitisir kasus ini.
Fahri meyakini kalau kasus dugaan korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar itu, dalam rangka memperebutkan kursi Pilpers 2019. "Saya nggak percaya rema-rame ini, bohong saja. Kalau menurut saya, ini bukan soal Novanto. Tapi soal tiket yang dia pegang. Kalau saya percayanya begitu," tutur Fahri.
Novanto selaku petinggi di Golkar itu tidak paham bahwa dia memegang tiket besar, dan tidak tahu cara menjaganya, sehingga akhirnya dia kena. "Novanto kena sial, karena dia megang tiket besar. Dia bingung dan nggak paham kalau dia menang tiket besar," tegas Fahri.
Sementara pada kasus lain yang jelas kerugian negaranya, KPK malah mengabaikan. Misalnya, kasus RJ Lino (bekas Direktur Utama PT Pelindo II). Dalam kasus ini, sebut Fahri, kerugian negara sebesar Rp4,08 triliun sudah jelas. Termasuk kerugian akibat global bond, negara harus bayar sekitar Rp1 triliun per tahun.
"Ada itu orang (RJ Lino), udah dua tahun keliling. Dan saya dengar dia dilindungi sama orang kuat. Keliling aja dia. Ketua DPR diburu-buru," tambahnya lagi.
Fahri mengatakan, RJ Lino selama tujuh tahun menikmati uang, yang kemudian katanya dikembalikan dan tidak menjadi tersangka. Sementara ada orang yang belum tentu terima uang, tetapi dikejar-kejar.
"Lalu sekarang dibikin rame kayak begini. Kasusnya tuh apa? Kalau yang sudah jelas perhitungan kerugiannya kan RJ Lino, yang menyebabkan Budi Waseso disingkirkan dari Kepala Bareskrim Polri menjadi Kepala BNN gara-gara mau menangkap RJ Lino," pungkasnya. (mag)Kecelakaan Setnov Dinilai Jangal
Jum'at, 17/11/2017 16:00 WIBKetua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menilai peristiwa kecelakaan yang menimpa Setya Novanto janggal. Menurutnya, kecelakaan yang menimpa Novanto termasuk ringan sehingga tak mungkin Ketum Golkar itu luka parah.
"Banyak sekali kejanggalan yang kita bisa saksikan dengan peristiwa kecelakaan SN tadi malam itu," ujar Doli kepada wartawan, Jumat (17/11).
Menurutnya alasan terjadinya kecelakaan itu karena SN buru-buru mau ke KPK, padahal sehari sebelumnya SN menghilang karena menghindar jemput paksa. Bila dilihat dari kerusakan mobilnya, itu masuk kategori kecelakaan ringan dan seperti dengan sengaja ditabrakkan.
"Jadi tidak ada yang bisa terluka parah dengan kecelakaan ´aneh´ itu," terang Doli.
Doli menduga, Novanto akan terus menghindar dari pemeriksaan KPK dengan berbagai alasannya. Kecelakaan Novanto dianggapnya sebagai rekayasa.
"Sulit untuk tidak bisa kita disimpulkan bahwa semua itu adalah rekayasa untuk SN kembali menghambat proses hukum yang sedang berjalan. Bila dilihat dari track recordnya, saya menduga skenario berikutnya setelah kecelakaan ini adalah SN akan menyatakan dirinya gegar otak, amnesia, lupa ingatan dan berharap kasusnya tidak dapat diteruskan," urainya.
Terkait kecelakaan ini, pengacara Novanto, Fredrich Yunadi menyebut mobil yang ditumpangi kliennya rusak parah. Novanto disebutnya mengalami luka di bagian kepala.
"Benjol besar kepalanya, tangannya berdarah semua," ujar Fredrich di RS Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11).
Ia mengatakan, Novanto mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju stasiun televisi dan pertemuan dengan DPD I Golkar sebelum ke KPK. Saat kecelakaan, Fredrich langsung menuju RS untuk menemui kliennya.
"Saya ditelepon segera ketemu ke Metro TV, tapi di perjalanan kecelakaan, mobil itu hancur," kata Fredrich.(dtc/mfb)Wartawan Jadi Tersangka Kecelakaan Setya Novanto
Jum'at, 17/11/2017 15:00 WIBHilman Mattauch, wartawan yang juga mengemudikan mobil Toyota Fortuner B 1732 ZLO dan membawa Setya Novanto dijadikan sebagai tersangka dalam kecelakaan lalu lintas. Hilman ditilang karena kelalaiannya dalam berkendara sehingga mengakibatkan kecelakaan.
"Makanya kita kenakan UU Lalu Lintas, lex spesialis, Pasal 283 jo Pasal 310," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (17/11).
Argo mengatakan, Hilman tidak ditahan dalam kasus kecelakaan ini karena ancaman hukumannya hanya 3 bulan. Namun Argo menegaskan bahwa Hilman statusnya tersangka dalam kasus kecelakaan itu.
Hilman dijerat dengan Pasal 283 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan lantaran diketahui mengemudi sambil berkomunikasi via telepon. Hilman saat itu hendak menyerahkan telepon genggamnya kepada Setnov untuk wawancara live by phone.
"Jadi dengan adanya kegiatan itu maka pengemudinya, karena mengemudikan sambil pegang handphone tidak stabil, sehingga menyebabkan dia keluar jalur ke kanan, serempet pohon dan tabrak tiang listrik," paparnya.
Sebelumnya, Hilman menjemput Setnov dari kantornya di Gedung DPR RI. Saat itu, Hilman membawa Setnov untuk wawancara di kantor Metro TV. Tapi sebelum sampai lokasi, mobil yang dikendarai Hilman kecelakaan di Jl Permata Berlian, Jakarta, Kamis (16/11) malam.
Pemimpin Redaksi Metro TV Don Bosco Salamun membenarkan memang mengundang Setya Novanto untuk menjadi narasumber dalam program Prime Time News. Sesaat sebelum kecelakaan itu, dia memang menugasi banyak reporter untuk mencari keberadaan Novanto.
"Iya (mengundang Novanto menjadi narsum), kemarin memang kita menugaskan banyak reporter untuk mencari di mana Setnov berada, kan lagi ramai toh," kata Don Bosco, Jumat (17/11).
Don Bosco mengatakan Hilman memang salah seorang wartawan kontributor yang juga dia tugasi mencari Novanto. "Kita menugaskan beberapa reporter, termasuk Hilman. Hilman itu kontributor yang kita kontrak per pekerjaan. Lalu kita cari itu, yang dapat Hilman," ujarnya.
"Sore harinya dia melapor bahwa bersama Setnov, karena dia bersama Setnov kita suruh bawa dia ke studio, lalu terjadilah peristiwa itu. Katanya setelah ke studio akan ke KPK seperti ceritanya pengacaranya itu loh," imbuh Don Bosco.
Don mengatakan, dalam beberapa kasus, wartawannya memang kadang menjadi sopir untuk memastikan narasumber tiba di studio. Namun pihaknya juga akan melakukan pemeriksaan internal apakah ada pelanggaran kode etik terkait insiden tersebut.
"Kalau nyopiri di TV kadang kita butuh narsum, harus pasti sampai di studio. Ada dua soalnya kalau tidak dikawal dia bisa tidak sampai ke studio, biasa kita," terangnya.
"Kita lagi telusuri internal kenapa dia yang harus nyopiri kenapa kejadian begitu. Cuma kita anggap masih upaya bagian mendatangkan Setnov ke studio," kata Don. (dtc/mfb)Polisi Periksa Para Saksi Kecelakaan Mobil Setya Novanto
Jum'at, 17/11/2017 11:30 WIBPolisi sudah memeriksa pengemudi mobil yang membawa Setya Novanto hingga mengalami kecelakaan. Polisi menyebut pengemudi mobil itu seorang wartawan.
"Pengemudi mobil Fortuner, Saudara Hilman Matauch SAB, wartawan," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra dalam keterangannya, Jumat (17/11).
Halim menyebut ada 3 orang di dalam mobil, yaitu Setya Novanto, Reza, dan Hilman. Selain memeriksa Hilman, polisi memeriksa 3 saksi lainnya.
Saat itu, menurut Halim, mobil tersebut menuju kantor Metro TV. Halim mengatakan Novanto akan menjadi narasumber dalam salah satu program TV.
"Menuju ke kantor Metro TV di mana Saudara SN akan menjadi narasumber dalam program ´Prime Time News´," kata Halim. Hingga kini pihak Metro TV belum merespons terkait hal tersebut.
Halim mengatakan Hilman mengaku saat itu kurang berkonsentrasi sehingga terjadilah kecelakaan itu. "Pengemudi kurang konsentrasi, sedang menerima telepon, ngobrol dengan korban, lelah kurang tidur," sebut Halim.
Polisi juga telah memeriksa tiga saksi yang mengaku melihat peristiwa kecelakaan tersebut. Saksi pertama bernama Suwadi. Dia mengaku mendengar benturan dari jarak 30 meter.
"Ia kemudian mendekat ke TKP (tempat kejadian perkara). Didapati mobil Fortuner B-1732-ZLO menabrak tiang listrik. Kondisi jalan beraspal, cuaca hujan gerimis, dan lampu penerangan jalan menyala," ucap Halim.
Kemudian, saksi kedua bernama Akrom. Dia disebut sedang menunggu penumpang dan melihat kejadian itu dari jarak 5 meter. Dalam jarak 5 meter melihat mobil menikung menabrak pohon, kemudian menabrak tiang listrik.
Lalu, saksi terakhir bernama Arafik, selaku petugas derek. Dia mengaku melihat posisi mobil menempel di tiang listrik. Saksi melihat kerusakan mobil pada bagian kap mobil penyok, roda depan pelek pecah dan rusak, kaca samping kiri bagian tengah pecah. Posisi kendaraan menghadap ke utara dengan ketiga ban di atas trotoar dan ban kiri belakang masih di aspal.
Sementara itu, Novanto saat ini masih berada di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan. Sedangkan tim KPK sudah berada di RS itu sejak semalam.
Dokter KPK pun telah bertemu dengan dokter RS Medika yang merawat Novanto. Namun hingga saat ini belum ada keterangan resmi seperti apa kondisi Novanto. (dtc/mfb)Drama "Papa" Vs KPK Makin Seru
Jum'at, 17/11/2017 09:00 WIBDrama penyidikan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik alias (E KTP) antara Setya Novanto sebagai tersangka dengan KPK sebagai lembaga yang menyidik kasus ini, berjalan semakin seru.
Hilang "Papa" Dikejar KPK
Kamis, 16/11/2017 10:00 WIBKemudian, ketika ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya, dia kabarnya sempat sakit lagi. Kini, saat akan dijemput paksa oleh penyidik KPK, sang "Papa" menghilang entah kemana.
Misteri Penjemput Setya Novanto
Kamis, 16/11/2017 08:30 WIBKetua DPR Setya Novanto seakan menghilang sejak malam hari tadi, saati KPK menggeledah rumahnya. Terakhir terlihat, Novanto ada di DPR.
"Ajudan bilang Bapak pergi dijemput sama tamu," kata pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, di rumah Novanto, Jl Wijaya, Jakarta Selatan, Kamis (16/5).
Novanto sempat menghadiri rapat paripurna pembukaan masa sidang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11) kemarin. Fredrich sempat membuat janji bertemu dengan Novanto pukul tujuh malam. Saat Fredrich tiba di kediaman kliennya pukul 18.40 WIB, Novanto sudah tidak ada. Dia juga mengaku tak bisa berkomunikasi dengan kliennya itu. Ternyata dia dijemput orang entah siapa.
Fredrich yakin Novanto masih berada di Indonesia. Bahkan Novanto, sebelum menghilang dan harus dicari aparat KPK, sempat pulang kerumah dari Gedung DPR untuk sekadar ganti baju.
Dia hanya tahu, ada satu ajudan Novanto yang ikut dibawa Novanto. Asisten pribadi tak dibawa Novanto.
Fredrich Yunadi, mengaku Novanto terakhir terlihat rapat paripurna pembukaan masa sidang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Fredrich mengaku tak tahu keberadaan Novanto. Dia juga mengaku tak bisa berkomunikasi dengan kliennya itu. Fredrich yakin kliennya masih berada di Jakarta."Saya yakin 100 persen di Jakarta. Beliau bukan pengecut, cuma beliau tidak ikhlas diperkosa," ujarnya.
Menurut dia, istri Novanto Deisti Astriani Tagor merasa risau dengan adanya penangkapan tersebut dan tidak mengetahui keberadaan Novanto. Wakil Ketua MPR dari Fraksi Golkar Mahyudin yang mengaku sudah berada di rumah Novanto sejak petang pun tak bertemu dengan tuan rumah, hingga dia keluar sekitar pukul 23.34 WIB. Mahyudin mengaku hanya melihat istri dan para asisten rumah tangga.
Belasan penyidik KPK dengan dikawal anggota Brimob akhirnya mendatangi umah Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pukul 21.38 WIB, pada Rabu 15 November 2017. Penyidik datang dengan membawa surat penangkapan Novanto dan surat penggeledahan rumah.
Penyidik mencari keberadaan Novanto. Namun, Novanto tidak ditemukan di kediamannya. Kemudian, penyidik KPK melakukan penggeledahan selama 5 jam. Mereka pun pulang dengan membawa koper dan CCTV yang berada di pos sekuriti.
KPK awalnya menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 23 Oktober lalu. Penetapan itu merupakan yang kedua kalinya setelah Novanto bebas dari status tersangka via gugatan praperadilan yang dimenangi Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Novanto tidak kunjung memenuhi panggilan KPK. Tercatat dari 11 kali pemanggilan KPK, Novanto mangkir 8 kali. (dtc/mfb)KPK Buru Ketua DPR Setya Novanto
Kamis, 16/11/2017 08:00 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memburu Ketua DPR Setya Novanto. Tersangka kasus korupsi e-KTP itu tiba-tiba menghilang begitu KPK menyambangi rumah mewahnya di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada Rabu (15/11/2017) pagi hari, sebenarnya Novanto masih menampakkan diri di muka publik. Dia memang tak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka, namun Novanto ada di gedung DPR, Senayan.
Novanto duduk di kursi pimpinan DPR saat rapat paripurna pembukaan masa sidang. Itulah momen Novanto terlihat di muka publik. Setelah itu, entah ke mana lagi dia.
Saat malam, sejumlah elite Partai Golkar berkunjung di rumah Novanto di Jalan Wijaya. Mereka antara lain Wakil Ketua MPR dari Fraksi Golkar Mahyudin, Bendahara Umum Partai Golkar Robert J Kardinal, dan politikus senior Golkar Kahar Muzakir. Mahyudin bersaksi tak ada Novanto di rumah itu. Yang berada di rumah itu adalah istri Novanto dan pengacara Novanto Fredrich Yunadi.
Sekitar pukul 21.00 WIB, datanglah tim KPK ke rumah Novanto. Berbekal surat perintah penangkapan, tim KPK berusaha masuk. Terlebih dahulu mereka berdialog dengan pihak keamanan rumah Novanto.
Sempat terhalang oleh pihak keamanan itu, tim KPK kemudian menunggu 5-10 menit. Akhirnya mereka bisa masuk ke balik gerbang rumah itu. Sampai di depan pintu, tampak dari kejauhan tim KPK berdialog kembali dengan orang di situ. Akhirnya mereka benar-benar masuk ke rumah Novanto pada pukul 21.38 WIB.
Para personel kepolisian membentuk barikade, berjaga-jaga di rumah ini. Tim KPK terus mengulik rumah Novanto sampai lewat tengah malam. Namun ternyata Novanto tak ada di rumah itu.
"Sampai saat ini kami belum menemukan yang bersangkutan, termasuk ketika kita mendatangi kediaman yang bersangkutan hari ini," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/11) dini hari.
KPK meminta Novanto menyerahkan diri. "Secara persuasif, kami imbau SN menyerahkan diri," kata Febri. (dtc/mfb)KPK Siapkan Opsi Jemput Paksa Setya Novanto
Rabu, 15/11/2017 18:00 WIBKembali, Setya Novanto absen dari panggilan Komisi Pmberantasan Korupsi (KPK). Komisi anti rasuah ini pun sedang menggodok Opsi penjemputan paksa.
"Itu satu opsi yang disediakan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Kapan itu diterapkan tentu perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, terkait juga proses penyidikan itu sendiri," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (15/11).
KPK pun akan mempelajari alasan-alasan yang disampaikan Novanto apakah relevan atau tidak. Hari ini merupakan panggilan pertama terhadap Novanto sebagai tersangka.
"Pasal 112 KUHAP itu memang mengatur ya tersangka dan saksi wajib hadir memenuhi penggilan penyidik, dan itu sudah kita sampaikan suratnya secara patut namun ada informasi pula yang disampaikan kepada KPK dengan alasan ketidakhadiran. Tentu kami perlu melihat dulu alasan ketidakhadiran tersebut relevan atau tidak. Dan apakah itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kembali atau tindakan yang lain," sebut Febri.
Sebelumnya, KPK telah menerima surat dari Novanto yang ditandatangani pengacara, Fredrich Yunadi. Surat ini berisi 7 poin yang intinya menolak panggilan KPK sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) memutus gugatannya.
Pokok surat itu tidak berbeda dari keterangan absen sebelumnya. Ada beberapa landasan hukum yang dipaparkan sebagai alasan ketidakhadiran Novanto, antara lain:
- Pasal 1 (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum
- Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945
- Pasal 80 UU No 17 Tahun 2014 menyangkut Hak Imunitas
- Pasal 7 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan
- Pasal 224 ayat (5) tentang Hak Imunitas Anggota DPR dan Pasal 245 ayat (1) UU No 17 Tahun 2014Selain landasan hukum yang disebutkan, pihak Novanto juga beralasan masih menunggu hasil permohonan judicial review (JR) atau uji materi tentang UU KPK terkait wewenang memanggil Ketua DPR itu. Hal ini dibandingkan dengan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menolak memenuhi panggilan Pansus Hak Angket untuk KPK selama pengujian keabsahan hak angket itu belum putus.
Selain itu juga disebutkan soal tugas Novanto selaku Ketua DPR yang harus membuka sidang paripurna DPR hari ini.
"Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MKRI terhadap permohonan Judicial Review yang kami ajukan tersebut," ucap Febri mengulang isi surat.
Di bawah surat itu, disebut Juru Bicara KPK ini, ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo. Selain itu ada beberapa orang yang menerima tembusan, antara lain Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, serta Kajati DKI. (dtc/mfb)
Pengalaman Zulkifli Hasan Diperiksa KPK
Selasa, 14/11/2017 19:00 WIBIzin presiden bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa anggota DPR menjadi polemik. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan punya pandangan sendiri atas polemik ini.
"Kan saya, beberapa teman-teman, diperiksa saksi DPR di KPK waktu itu tidak ada izin," ujar Zulkifli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/11).
Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto meminta KPK untuk izin kepada presiden sebelum memeriksanya. Soal hal tersebut, Zulkifli enggan berkomentar lebih jauh.
"Tapi kami serahkan langkah hukumnya. Pokoknya proses hukum saja," kata anggota DPR dapil Lampung I ini.
Sebelumnya, Novanto tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi e-KTP. Novanto mengirimkan surat yang berisi penjelasan soal hak imunitas anggota DPR dan keharusan KPK mengantongi izin presiden. (dtc/mfb)
"Perang" Papa Vs KPK Makin Seru
Selasa, 14/11/2017 08:00 WIB"Peperangan" antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan "Papa" Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek E KTP semakin berjalan seru. Pihak-pihak di luar KPK dan Novanto pun mulai menceburkan diri dalam kancah peperangan tersebut.
Setya Novanto Gugat Pasal Pemeriksaan KPK
Senin, 13/11/2017 19:30 WIBNovanto hari ini tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi. Novanto beralasan KPK harus mengantongi izin presiden untuk memeriksa dirinya.