JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah menjamin tak ada perubahan harga dalam rencama kebijakan penyederhanaan kelas golongan pelanggan listrik, rumah tangga non-subsidi. Seluruh golongan pelanggan akan tetap mendapatkan harga tarif listrik sesuai harga saat ini. Pemerintah justru berharap penyederhanaan golongan pelanggan listrik ini, listrik akan lebih bisa diakses seluruh masyarakat Indonesia.
"Tidak ada perubahan harga kalau kebijakan ini (nantinya) berjalan. Kebijakan ini masih dalam proses pengkajian oleh Pemerintah dan PLN," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana di Jakarta, seperti dikutip esdm.go.id, Selasa (14/11).
Dadan menambahkan, saat ini masih akan ada fokus group discussion (FGD). Juga ada public hearing yang terbuka bagi masyarakat untuk memastikan bahwa kebijakan ini didukung masyarakat untuk dilaksanakan,
"Dalam satu-dua minggu ke depan Pemerintah bersama PLN juga akan melaksanakan komunikasi dengan publik untuk memastikan bahwa semua masalah-masalah teknis dapat berjalan termasuk biaya yang harus ditanggung akibat kebijakan penyederhanaan tarif ini," paparnya.
Dadan mengatakan pihaknya juga akan melakukan polling untuk menjaring pendapat masyarakat. "Kita akan coba polling dalam satu-dua minggu ke depan. PLN akan mengkoordinasikan polling melalui berbagai media. Jika hasilnya meyakinkan, dan secara teknis kita juga siap maka akan segera (ditetapkan)," ujarnya.
Dijelaskannya bahwa kebijakan penyederhanaan hanya berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA (nonsubsidi), untuk didorong menjadi 1.300 VA, kemudian untuk yang 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA akan naik menjadi 5.500 VA dan tarifnya tetap. "Untuk tarif di atas 5.500 VA itu akan menjadi 13.200 VA, itu juga tarifnya sama (tidak berubah), kemudian di atas itu (13.200 VA) akan loss stroom," ujar Dadan.
"Semua biaya penggantian MCB (Miniature Circuit Breaker) akan ditanggung oleh PLN, masyarakat tidak menanggung apapun. Karena kebutuhan MCB yang sangat banyak, maka kebijakan ini akan berjalan secara bertahap," jelasnya.
Namun Dadan menampik, jika kebijakan ini merupakan upaya terselubung Pemerintah dan PLN untuk menaikkan listrik sehingga mendapat penolakan dari sebagian masyarakat. Menurutnya pemerintah akan menjelaskan kepada masyarakat apa manfaatnya jika kebijakan ini diterapkan dan jika saat ini masih ada penolakan, pemerintah memahaminya bahwa kebijakan ini belum dipahami dengan baik sehingga perlu dijelaskan terus-menerus.
Meurut Dadan kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik selain untuk memberikan keleluasaan terhadap akses listrik yang lebih luas kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kebijakan tersebut, juga diharapkan masyarakat yang memiliki Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan diuntungkan. Hal itu karena selama ini UMKM rata-rata adalah pelanggan golongan 1.300 VA hingga 3.300 VA. "Dengan kenaikan daya tanpa tambahan biaya dan tanpa kenaikan tarif per kWh, UMKM dapat berkembang karena bisa memperoleh daya listrik yang lebih besar tanpa mengeluarkan biaya tambahan," jelas Dadan. (rm)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) turut berduka dan mengutuk keras kasus-kasus femicide atau pembunuhan terhadap perempuan yang semakin menggerus rasa aman masyarakat. Kasus dr. L, salah satunya, almarhum telah melapor polisi atas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami, tetapi polisi tidak menahan pelaku dan tidak memberikan perlindungan sementara kepada korban.
"Padahal UU PKDRT menyebutkan terdapat 10 pasal khusus mengatur tentang perlindungan sementara dan perintah perlindungan untuk korban. Pada review 10 tahun implementasi UU PKDRT yang dilakukan Komnas Perempuan, aspek perlindungan dan keamanan korban inilah yang paling lemah dijalankan," kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (15/11).
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 memperkenalkan lebih jauh tentang femicide, pembunuhan perempuan karena dia perempuan. "Arti femicide adalah penghilangan nyawa perempuan berhubungan dengan identitas gendernya," terang Mariana.
Femicide adalah puncak dari kekerasan terhadap perempuan yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan. Femicide jarang terungkap/dilaporkan karena dianggap korban sudah meninggal. Komnas Perempuan mencatat bahwa femicide minim terlaporkan ke Komnas Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal, padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan dan sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa.
Kasus femicide cenderung hanya dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk mencari pelaku, minim analisa GBV (Gender Based Violence atau Kekerasan Berbasis Gender) tidak ada diskusi dan kurang perhatian aspek pemulihan korban serta keluarganya. Femicide perlu menjadi perhatian, karena dapat saja terjadi karena tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk dalam konteks PKDRT.
"Femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku adalah orang-orang dekat yang dikenal korban," tegas Mariana.
Pola-pola femicide yang selama ini dianalisa Komnas Perempuan berasal dari data terlaporkan langsung, tertulis, media dan mitra, menunjukkan bahwa femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau berakhir pembunuhan, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki, kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, kekerasan dalam pacaran. Pelaku adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya.
"Pola femicide-nya juga sadis dan tidak masuk akal, korban dimasukkan dalam koper, dibuang di bawah jalan tol, terjadi di tempat kost atau hotel dengan kondisi jenazah dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang dan lainnya," ujarnya.
Komnas Perempuan mencatat lima kasus pengaduan femicide yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan. Kemudian melalui penelusuran kliping di media di tahun 2017 saja, ada sekitar 15 kasus pembunuhan perempuan, termasuk dr. L.
Di tahun 2016 kasus-kasus yang mencuat antara lain kasus pembunuhan dan perkosaan berkelompok YY di Bengkulu, kisah korban yang diperkosa lalu dibunuh dengan gagang cangkul menancap di vagina korban. Kemudian, pembunuhan dan kekerasan seksual kepada F anak 9 tahun di Kalideres, Pembunuhan korban yang dibuang dalam kardus di bawah jalan tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual).
Pelapor Khusus PBB untuk VAW (Violence Against Women), Dubracka Simonovic, pada tahun 2015, telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat femicide watch atau gender related killing of women watch, dan meminta agar data-data tersebut harus diumumkan setiap tanggal 25 November pada Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Data WHO menyebutkan di seluruh dunia 37% pembunuhan perempuan dilakukan oleh intimate partner: suami, pacar, mantan suami, mantan pacar.
Oleh karena itu, melihat banyaknya kasus femicide tersebut, maka Komnas Perempuan mendesak agar Polri harus siaga penuh untuk menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam jiwanya. Media juga dituntut untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan keluarganya.
Mariana menegaskan, masyarakat, termasuk keluarga besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan diminta untuk menjadi bagian untuk pencegahan dan perlindungan berbasis komunitas. "Pemerintah untuk menyerukan pendataan yang serius terhadap femicide sebagai acuan agar bisa diambil langkah sistemik untuk pencegahan dan penangannya," pungkasnya. (mag)
Kasus penelanjangan pasangan yang dianggap telah berbuat mesum oleh warga Cikupa, Tangerang, Banten, sangat disayangkan. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengecam keras tindakan main hakim sendiri itu.
Dalam rangka mendorong pengembangan ide kreatif generasi masa depan Indonesia khususnya generasi Z, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) mempersembahkan Gerakan "Democracy of Centennial" (DoC) yaitu suatu gerakan bertema "Sejuta Keinginan Seabad Indonesia!" yang akan mengkolaborasikan ide-ide kreatif para generasi Z dan menuangkannya ke dalam film layar lebar berjudul "Democracy of Centennial".
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak melakukan intervensi atas kasus yang menimpa dua pimpinan KPK yang dilaporkan ke polisi dengan tuduhan membuat surat palsu. Dia mengatakan, KPK selalu datang ke Presiden dan meminta untuk tidak memproses kasusnya setiapkali berhadapan dengan hukum.
"Fakta hukum dalam kasus SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan) Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung, terkait dugaan surat palsu yang dilakukan oleh Agus Rahardjo (Ketua KPK) dan Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK), KPK selalu minta bantuan presiden," tegas Fahri, di Jakarta, Selasa (14/11).
Anehnya lagi, tambah Fahri, KPK selalu menolak panggilan Pansus Hak Angket DPR RI. Sikap ini kata Fahri menunjukkan pembangkangan KPK terhadap hukum sendiri. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pansus angket itu legal.
"Maka ke depan harus ada aturan mengikat antara sesama lembaga negara termasuk KPK. Sehingga KPK ini tidak merasa benar dan selalu benar sendiri. Siapa saja yang coba mengkritisi selalu disebut melemahkan dan mendukung korupsi," ujar Fahri seperti dikutip dpr.go.id.
Pemikiran seperti itu yang menurut Fahri perlu diluruskan. Dimana KPK dalam temuan Pansus Angket terbukti mempunyai kesalahan, abuse of power, sewenang-wenang, menciptakan drama seolah-olah fakta, bahkan sebanyak 7 kali kalah dalam peradilan dan lain-lain, yang membuktikan bahwa banyak kinerja KPK yang salah.
"Kasus pencoretan nama-nama calon Menteri Kabinet Kerja bukti bahwa KPK intervensi eksekutif, dan nama-nama yang diwarnai kuning dan merah itu diproses tidak sekarang? Sementara namanya sudah hancur di masyarakat. Inilah yang harus jadi pelajaran bersama dan kalau salah tak boleh kita biarkan KPK ini," ungkap Fahri.
Politisi asal dapil Nusa Tenggara Barat itu menilai, cukup sudah 15 tahun ini KPK bekerja dan terbukti tak ada kasus-kasus besar yang diungkap. "Justru, Kepolisian lebih masif dan produktif, apalagi kalau ada Densus Tipikor, maka KPK tak diperlukan lagi. Kalau KPK terus meminta bantuan presiden, konyol dan amatiran ini," kata Fahri.
Fahri Hamzah justru meyakini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bisa menangani Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Negara pun harus mempunyai sikap terhadap penanganan tindak pidana korupsi ini yang memenuhi dasar filsafat hukum dan kepastian hukum,
Menurutnya, banyak pemimpin dunia memuji kerja Polri dan pertumbuhan dari kultur Kepolisian RI yang keluar dari ABRI, lalu kemudian membangun institusi penegakan hukum sipil sesuai dengan amandemen konstitusi. Kemudian setelah 15 tahun setelah amandemen konstitusi telah mentransfer dirinya menjadi kekuatan penegakan hukum sipil yang luar biasa dan canggih.
"Jadi kalau saya merem, polisi sudah bisa, disuruh kerja apapun, polisi itu sudah bisa. Polisi kita itu harus segera dikasih tahu kepada masyarakat bahwa polisi kita itu polisi kelas dunia," katanya.
Dia menyarankan Kepolisian segera membentuk unit khusus penindakan tindak pidana korupsi yang dapat bekerja di seluruh penjuru tanah air. "Dia (Polri) cuman perlu punya unit saja. Dan saya usulkan unit itu jangan terlalu berbeda dengan direktorat yang sudah ada sekarang. Tapi ditingkatkan statusnya, personilnya ditambah, supaya dia bisa ada di seluruh Indonesia, sehingga efek kedisiplinan kepada masyarakat kita itu luas," paparnya.
Tata cara kerja dari unit tersebut haruslah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Fahri menerangkan proses penegakan hukumnya pro-justicia itu harus melalui proses penegakan hukum yang ada di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Apalagi sebentar lagi sudah akan ada KUHP dan KUHAP.
"Ya sudah lah bukunya harus satu. Kitab Undang-Undangnya harus satu. Aparatnya satu. Itu yang memenuhi syarat pasal 27 UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan," tegasnya. (mag)
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menegaskan perpanjangan masa penahanan Jon Riah Ukur alias Jonru sudah sesuai prosedur. Perpanjangan masa penahanan disebut atas permintaan penyidik.
"Hal tersebut telah diatur dalam pasal 24 ayat 1 KUHAP," kata jaksa penuntut umum yang meneliti kasus Jonru, Ajie Prasetya, dalam jawaban atas praperadilan yang diajukan Jonru pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/11).
Kejati DKI setelah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) Jonru menurut Ajie menunjuk jaksa untuk mengikuti perkembangan kasus. Penyidik menurutnya meminta dilakukan perpanjangan penahanan karena proses penyidikan belum selesai.
"Permohonan perpanjangan yang diajukan penyidik juga telah melampirkan beberapa dokumen pendukung yang menjadi rujukan jaksa dalam melakukan penelitian untuk mengabulkan atau tidak perpanjangan penahanan," kata Ajie.
Dalam dokumen yang dilampirkan itu terdapat resume dan alat bukti pendukung tindak pidana yang diduga dilakukan Jonru.
Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, jaksa penuntut menyebut pembuktian perkara seharusnya dilakukan dalam persidangan pokok. Karena itu pihak termohon meminta hakim praperadilan menolak permohonan pemohon.
"Kami penuntut umum pada perkara jni memohon dengan hormat kepada majelis hakim agar dapat kiranya menjatuhkan putusan menolak permohonan praperadilan yang diajukan penasihat hukum tersangka, menyatakan sah surat perpanjangan penahanan yang telah dikeluarkan Kejati DKI," ujar Ajie.
Ajie juga meminta hakim praperadilan menyatakan proses penyidikan atas tersangka Jonru dilanjutkan.
Sidang praperadilan akan dilanjutkan pada Rabu (15/11) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak pemohon. Kuasa hukum Jonru, Djudju Purwantoro mengatakan pihaknya menyiapkan saksi atau ahli untuk membuktikan dalil permohonannya.
"Sekitar 3-4 saksi atau ahli. Ada ahli pidana dan ITE," ujarnya. (dtc/mfb)
Izin presiden bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa anggota DPR menjadi polemik. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan punya pandangan sendiri atas polemik ini.
"Kan saya, beberapa teman-teman, diperiksa saksi DPR di KPK waktu itu tidak ada izin," ujar Zulkifli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/11).
Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto meminta KPK untuk izin kepada presiden sebelum memeriksanya. Soal hal tersebut, Zulkifli enggan berkomentar lebih jauh.
"Tapi kami serahkan langkah hukumnya. Pokoknya proses hukum saja," kata anggota DPR dapil Lampung I ini.
Sebelumnya, Novanto tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi e-KTP. Novanto mengirimkan surat yang berisi penjelasan soal hak imunitas anggota DPR dan keharusan KPK mengantongi izin presiden. (dtc/mfb)
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memanggil Ketua Yayasan Tamasya Al-Maidah, Ustaz Ansuri ID Sambo. Sambo akan dimintai keterangan soal hubungan anggota Tamasya Al-Maidah dengan anggota grup penyebar ujaran kebencian, Saracen.
"Iya, nantilah kalau diperiksa dikabarin," kata Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Siber Bareskim Polri Kombes Irwan Anwar di Jakarta Pusat (14/11).
Irwan mengatakan Yayasan Tamasya Al-Maidah tidak memiliki hubungan secara langsung dengan kelompok Saracen. Yayasan Tamasya Al-Maidah hanya menggunakan jasa Saracen untuk mempublikasikan kegiatan Tamasya Al-Maidah. Dua di antaranya ialah undangan mengawas di sejumlah TPS saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dan persiapan menjelang Pilpres 2019.
"Yang pasti memang Saracen ini digunakan Yayasan Tamasya Al-Maidah untuk mempublikasikan undangan untuk ikut kegiatan melalui sarana publikasi," ucap Irwan.
Meski demikian, Irwan yakin anggota Yayasan Tamasya Al-Maidah saling terhubung dengan anggota kelompok Saracen. "Kalau bicara Tamasya dan Saracen, tak ada kaitan. Yang berkaitan itu orang-orangnya," ucap Irwan.
Ia menilai para anggota Yayasan Tamasya Al-Maidah dan anggota kelompok Saracen juga saling terkait. Selain itu, para anggota memiliki agenda yang sama dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019. Tetapi Irwan enggan membeberkan lebih jauh keterkaitan anggota kedua kelompok dan agenda itu.
"Pastilah (kedua kelompok memiliki agenda yang sama dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019), nanti dengarkan saja sidangnya (tersangka bos Saracen, Jasriadi)," ujar Irwan.
Dalam perkara Saracen, polisi telah menetapkan empat tersangka, yakni Jasriadi, Sri Rahayu, Muhammad Faisal Tonong, dan M Abdullah Harsono (MAH).
Sri Rahayu telah menjalani sidang di Cianjur pada 16 Oktober lalu. Sedangkan Muhamad Abdullah Harsono menjalani sidang di PN Pekanbaru, Jl Teratai, Senin (6/11). Berkas perkara Asma Dewi juga dinyatakan P21 dan akan segera disidangkan. Sedangkan berkas perkara Jasriadi, kata Irwan, masih diteliti pihak kejaksaan.
"Kemarin dikembalikan jaksa, sudah kita serahkan lagi, semoga dinyatakan lengkap (P21)," tutur Irwan.
(dtc/mfb)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banding menyatakan Buni Yani terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE, terkait konten video pidato mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Hakim pun menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan terhadapnya.
"Menyatakan terdakwa Buni Yani terbukti secara sah bersalah melakukan mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik," sebut ketua majelis hakim M Sapto dalam sidang yang berlokasi di gedung Arsip, Jalan Seram, Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11).
Untuk itu majelis menjatuhkan pidana terhadap Buni Yani pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Meski demikian hakim tidak memerintahkan Buni Yani untuk menjalani penahanan. Putusan yang tidak disertai perintah penahanan ini diatur dalam Pasal 193 KUHAP.
Hakim menyebut Buni terbukti melawan hukum dengan mengunggah video di akun Facebook-nya tanpa izin Diskominfomas Pemprov DKI. Lalu potongan video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 27 September 2016 diunggahnya ke YouTube.
Hakim menyebut meski yang bersangkutan telah menonton sebanyak 5-6 kali tetapi tidak berupaya untuk mencari sumber kebenaran yang tertuang dalam video tersebut. "Terdakwa juga tidak mengurungkan niatnya untuk mengunggah video tersebut di akun Facebook-nya. Bahwa dengan demikian, unsur dengan sengaja telah terpenuhi," ucap hakim.
Buni Yani juga terbukti telah mengubah durasi video, dari video berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik, Diunggah oleh Buni di akun Facebook-nya selaama 30 detik.
"Bahwa unsur mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan telah terpenuhi,"ujar hakim.
Pada 3 Oktober 2017 jaksa menuntut Buni pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menilai Buni Yani terbukti bersalah atas kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
Jaksa menilai Buni Yani melakukan dengan sengaja dan tanpa hak menambah serta mengurangi informasi elektronik dan dokumen elektronik milik publik atau pribadi. Jaksa menuntut Buni Yani dengan dakwaan Pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Sebelumnya jaksa mendakwa Buni Yani telah mengubah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dengan menghapus kata ´pakai´. Selain itu, Buni Yani juga didakwa menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui posting-annya di Facebook.
Atas putusan hakim ini pihak Buni Yani langsung menyatakan Banding. (dtc/rm)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Merespon pernyataan Presiden Joko Widodo yang mendesak segera diselesaikannya konflik Rakhine State pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN, di Manila, Filipina, pemimpin atau State Conseulor Myanmar Ang San Suu Kyi menyatakan akan segera melakukan repatriasi terhadap pengungsi Rakhine yang kini tersebar di sejumlah negara.
"Ada tiga poin yang disampaikan Suu Kyi, termasuk diantaranya mengenai kesiapan Myanmar melaksanakan repatriasi pengungsi Rakhine segera setelah MoU dengan pemerintah Bangladesh ditandatangani," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers di Hotel Diamond, Manila, Filipina, Selasa (14/11) pagi.
Menurut Menlu Retno, Presiden Jokowi adalah pemimpin ASEAN pertama yang menyampaikan isu soal penyelesaian Rakhine State, baik pada saat KTT ASEAN maupun saat bertemu dengan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guitteres, kemarin.
Presiden Jokowi, saat itu menekankan agar negara-negara ASEAN bergerak lebih cepat dan maju dalam menyelesaikan masalah Rakhine State. Sebab, jika berlarut-larut masalah ini berpotensi menimbulkan masalah radikalisasi dan perdagangan manusia.
Menlu Retno mengemukakan, dalam forum leaders meeting ASEAN, State Counselor Myanmar Ang San Suu Kyi akhirnya memberikan 3 (tiga) penekanan menanggapi pernyataan Presiden Jokowi dan para pemimpin ASEAN lainnya.
Menurut Suu Kyi implementasi inisiatif mantan Sekjen PBB Kofi Anan sudah mulai dijalankan oleh Komite Khusus yang diketuai oleh Menteri Sosial Myanmar.
Terkait masalah humanitarian acces, Suu Kyi menyampaikan apresiasi kepada negara-negara anggota ASEAN yang sudah memberikan bantuan dan juga kepada AHA Center.
Suu Kyi mengatakan, dalam beberapa minggu ke depan akan ada call lagi untuk bantuan, terutama bantuan yang sifatnya lebih jangka menengah dan panjang.
"Jadi, kita akan tunggu permintaan Myanmar, kebutuhan apa untuk membangun Rakhine,” ujar Menlu, seperti dikutip setkab.go.id.
Sedang ketiga, mengenai orang-orang yang akan kembali ke Myanmar, Suu Kyi mengatakan, mengenai pentingnya segera diselesaikan MoU repatriasi dengan Bangladesh.
Pemerintah Myanmar juga berjanji dalam waktu 3 minggu setelah MoU ditandatangani, kesepakatan itu akan segera diimplementasikan.
Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan mencoba untuk berkomunikasi terus, baik dengan Bangladesh dan pihak-pihak yang lain, agar draf MoU ini bisa segera diselesaikan.
Disebutkan Menlu bahwa draft MoU itu saat ini sudah berada di Bangladesh, dan menurut dia, pihaknya sudah berbicara dengan menteri negara di Bangladesh yang mengurus masalah ini. (rm)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia siap berkontribusi untuk menjaga stabilitas dan keamanan di Semenanjung Korea. Menurutnya negara anggota ASEAN saat ini merasa khawatir terhadap situasi di Semenanjung Korea, menyusul digelarnya beberapa kali uji coba rudal balistik oleh Korea Utara.
"Indonesia siap berkontribusi dalam upaya menjaga stabilitas dan keamanan di Semenanjung Korea," ujar Presiden Jokowi dalam KTT Ke-19 ASEAN-Korea Selatan yang diselenggarakan di Philippines International Convention Center (PICC) Manila, Filipina, Senin (13/11) sore.
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan penghargaan atas upaya yang terus dilakukan Presiden Korea Selatan Moon Jae-In untuk mengupayakan penyelesaian damai melalui jalur dialog.
Dikatakan Presiden Jokowi, bahwa Korea Selatan merupakan salah satu mitra ASEAN yang paling aktif mengembangkan kerja sama. Untuk itu, Presiden berharap agar ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) lebih dioptimalkan.
"Kita juga perlu dorong agar perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership dapat segera diselesaikan," ujar Presiden, seperti dikutip setkab.go.id.
Presiden Jokowi juga menekankan, agar ASEAN-Korea Selatan mampu menjaga sentimen keterbukaan ekonomi yang saling menguntungkan.
KTT ASEAN-Korea Selatan itu dihadiri oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-In, dan para pemimpin negara-negara anggota ASEAN. (rm)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang sengketa gugatan partai politik atas hasil verifikasi parpol oleh Komisi Pemilihan Umum, mendapat perhatian khusus dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia. Sekjen KIPP Indonesia Kaka Suminta meminta agar KPU dan Bawaslu berhati-hati dan menahan diri dalam menghadapi gugatan ini.
Kaka mengatakan KIPP Indonesia mencatat beberapa hal yang menimbulkan keprihatinan, menyangkut pernyataan dan sikap pimpinan KPU dan Bawaslu. Beberapa catatan KIPP diantaranya, pertama soal munculnya protes dan pengaduan oleh beberapa partai politik calon peserta pemilu yang merasa adanya langkah KPU yang tidak sesuai dengan Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Khususnya soal perlakuan terhadap parpol dan penggunaan sipol sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU No.11 tahun 2017 tentang Pendaftaran,Verifikasi dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu.
"Kedua soal, Bawaslu yang menanggapi pengaduan beberapa parpol tersebut, dengan melakukan sidang sengketa administrasi Pendaftaran Partai Politik calon Peserta Pemilu dalam dua pekan terakhir ini," kata Kaka kepada gresnews.com, Selasa (14/11).
Ketiga, adalah munculnya pernyataan dan sikap, seolah-olah ada perbedaan Persepsi antara KPU dan Bawaslu tentang objek hukum yang disidangkan Bawaslu. Melihat hal tersebut di atas, kata Kaka, KIPP menilai, kesan perbedaan persepsi, pandangan dan sikap antara KPU danBawaslu sebagai penyelenggara Pemilu adalah tidak menguntungkan untuk pembangunan demokrasi.
Karena itu, ujar dia, sehingga KIPP Indonesia perlu untuk mengingatkan kedua lembaga tersebut. "Pertama, kepada kedua lembaga KPU dan Bawaslu untuk dapat menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan atau sikap yang bisa membingungkan publik, bahkan mangaburkan objek persidangan yang sedang berlangsung," ujarnya.
Kedua, KIPP Indonesia meminta kepada Bawaslu untuk hati-hati dalam menyikapi, mempertimbangkan dan mengambil keputusan, karena kewenangan yang dimiliki Bawaslu, bisa memutusklan keputusan yang bersifat final dan mengikat untuk kasus sengketa Pemilu.
"Ketiga, seyogyanya Bawaslu memiliki kerangka acuan pelaksanaan penanganan sengketa yang memiliki kekuatan dan kepastian hukum, mengingat bahwa dari pengamatan atas proses penanganan sengketa di tersebut di atas, Bawaslu menempatkan pada posisi sebagai pelaksana sidang ajudikasi atau sejenis sidang peradilan atau kuasi peradilan," ujar Kaka.
Keempat, KIPP Indonesia meminta kepada KPU untuk lebih konsentrasi pada persiapan untuk menanggapi dan memberikan jawaban saat diminta, sehingga akan memberikan gambaran yang utuh dan berimbang tentang duduk perkara yang disengketakan.
"Terakhir, untuk semua materi hukum yang sedang disidangkan seyogyanya semua pihak bisa menahan diri dan tidak mengekuarkan pernyataan menyangkut materi hukum, serta tetap mematuhi koridor hukum yang berlaku dan memberikan kepercayaan kepada aturan dan proses hukum," pungkas Kaka. (mag)