JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Angkasa Pura II (Persero) menyatakan catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berasal dari kesalahan manajemen lama yang bekerjasama dengan kontraktor dan beberapa vendor. Perusahaan berencana menyelesaikan catatan dari BPK selama 14 hari.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya mengatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan masuk dalam daftar catatan dari BPK. Pertama, dikarenakan adanya perusahaan bekerja sama dengan kontraktor dan vendor yang membandel, sehingga terjadi inefisiensi perusahaan. Kedua, terdapat beberapa proyek yang saat ini sedang dalam tahap negosiasi.

Menurutnya catatan dari BPK terjadi akibat dari kelalaian. Sehingga perusahaan akan menyelesaikan seluruh catatan dari BPK selama 14 hari. Menurutnya perusahaan akan menyelesaikan jalan keluarnya agar kedepannya negara tidak dirugikan.

"Mungkin teman-teman manajemen yang lama khilaf. Saya sudah mempelajari dan catatan BPK menjadi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Saya maunya catatan BPK hilang semuanya," kata Budi, Jakarta, Senin (16/2).

Beberapa catatan temuan BPK terhadap PT Angkasa Pura II (Persero) diantaranya:

1. Pengaduan Flight Information System (FIS) di Bandara Soekarno Hatta tidak sesuai ketentuan sehingga biaya pembangunan FIS lebih tinggi sebesar Rp1,2 triliun dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp11,11 miliar. Jumlah rekomendasi yang belum selesai sebanyak satu rekomendasi. Nilai temuan Rp2,3 miliar.

2. Pengadaan tenaga keamanan non Avsec pada bandara Soekarno Hatta tidak hemat sebesar Rp1,6 miliar. Sebanyak satu rekomendasi yang belum selesai. Nilai temuan Rp1,6 miliar.

3. PT Angkasa Pura II (Persero) belum tertib menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas jasa pelayanan informasi meteorologi penerbangan ke kas negara dan tidak menyetorkan kewajiban tersebut untuk penerimaan PNBP BMKG kantor cabang Bandara Husein Sastranegara, Bandung dan Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta ke kas negara. Terdapat satu rekomendasi yang belum dijalankan. Nilai temuan Rp530,6 juta.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan Komisi VI DPR RI sudah memberikan beberapa catatan kepada seluruh perusahaan BUMN yang mendapatkan PMN. Salah satu catatan tersebut diantaranya pemberian PMN harus ditempatkan dengan rekening terpisah sehingga dana PMN tidak terganggu dengan dana proyek yang sedang berjalan.

Kemudian, perusahaan BUMN memberikan laporan berkala dalam penggunaan dan pelaksanaan PMN. Komisi VI DPR RI juga melarang penggunaan PMN untuk membayar utang. Misalnya, PT Hutama Karya (Persero) mendapatkan PMN untuk membangun tol Trans Sumatera. Maka dari itu Hutama Karya harus memberikan bisnis plan sesuai dengan kriteria yang dijalankan.

Azam mengatakan Komisi VI DPR RI juga akan meminta secara reguler per tiga bulan untuk meminta laporan-laporan dari perusahaan BUMN terhadap pelaksanaan dana PMN dan pelaksanaan rekomendasi dari catatan BPK. Azam mengaku optimis dengan penggunaan PMN tersebut perusahaan BUMN mampu membangun negara.

"Jika dalam waktu 60 hari, perusahaan BUMN tidak menjalankan rekomendasi BPK. Maka dana PMN tidak akan cair," kata Azam.

Sebelumya BPK sudah memeriksa 35 BUMN yang akan mendapat suntikan modal Rp 48 triliun. Suntikan dana itu merupakan bagian dari Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun ini sebesar Rp 75 triliun.

"Dari 35 BUMN ada 14 BUMN yang memiliki catatan dan temuan signifikan yang belum diselesaikan," kata Anggota BPK Achsanul Qosasi.

Menurutnya, pemberian suntikan modal untuk BUMN kali ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah. Jika dilihat dari sektor usahanya, para BUMN ini layak menerima PMN karena memang sesuai dengan program pemerintah.

"Jika dibagi pada besaran dan jenis usaha, maka PMN kali ini mengerucut pada tiga sektor, yaitu infrastruktur Rp 39,8 triliun, sumber daya alam (pertambangan dan pertanian) Rp 14,8 triliun, serta keuangan dan perbankan sebesar Rp 9 triliun. Sedangkan sisanya lebih pada penyehatan BUMN itu sendiri.

Ia menambahkan, jika dilihat dari kualitas BUMN, maka BPK sudah memberikan sejumlah catatan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno dan anggota DPR untuk membantu pengambilan keputusan nanti. Terutama BUMN yang masih memiliki catatan khusus dari BPK terkait hal-hal yang harus diselesaikan.

Ia menambahkan, perusahaan pelat merah yang mendapat catatan BPK antara lain PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Angkasa Pura (AP), Bulog, PT Garam, PTPN, PT Pelni, PT Pindad, Kereta Api Indonesia (KAI), PT Sang Hyang Seri, Perum Perumnas, Perum Perikanan, PT Industri Kapal, Pelindo IV.

Ke-14 BUMN tersebut bukan tidak layak menerima PMN. Hanya saja mereka harus cepat menyelesaikan temuan-temuan tersebut dengan BPK, sehingga catatan tersebut bisa terselesaikan.

Seperti diketahui, Pemerintah sudah menganggarkan Rp 75 triliun dalam APBN 2015 untuk jadi tambahan modal ke sejumlah BUMN. Sebanyak 35 BUMN akan menerima tambahan modal sebanyak Rp 48 triliun.

Sebelum dana ini cair, Pemerintah harus meminta persetujuan DPR terlebih dahulu. Rapat dengan Komisi VI dan XI sudah digelar sejak awal tahun ini. Namun DPR belum mengambil keputusan.

BACA JUGA: