JAKARTA - Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk terus mengusut perkara korupsi proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) senilai Rp1,4 triliun yang melibatkan PT Telkom Indonesia Tbk sebagai pemenang tender terbesar. Arief Yahya (sekarang menjabat Dirut Telkom) dan Alex J. Sinaga (sekarang menjabat Dirut Telkomsel) diduga terlibat kasus ini.

"(Kasusnya) berjalan terus. Masih penyelidikan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto saat ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (30/11).

Andhi menegaskan, pihaknya masih terus mencari dan mendalami bukti korupsi proyek MPLIK yang berlangsung sejak 2010 dan anggarannya berada di bawah Balai Penyedia dan Pengelolaan Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Kementerian Komunikasi dan Informatika itu.

"Kita terus melakukan penyelidikan sampai menemukan bukti permulaan yang cukup. Kita berjalan sesuai SOP (Standar Operasional dan Prosedur)," kata dia.

Sebagai informasi, desakan pengusutan kasus korupsi MPLIK itu disuarakan oleh kalangan mahasiswa, asosiasi industri telekomunikasi, hingga kalangan anggota DPR.

Seperti diberitakan sebelumnya, kalangan anggota Komisi I DPR mendorong penegakan hukum berkaitan dengan dugaan korupsi proyek MPLIK. Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan (Fraksi Partai Demokrat) mengatakan, siapapun pihak yang terlibat korupsi dalam proyek tersebut harus mempertanggungjawabkan secara hukum. Menurut Pohan, KPK atau Kepolisian dapat menyelidiki dan menyidik perkara korupsi proyek itu.

"Silakan diproses hukum jika ada indikasi korupsi. Siapapun terlibat bersalah ya harus bertanggung jawab," kata Pohan di Jakarta, Kamis (8/11).

Diwawancarai secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Lily Chadijah Wahid, mengatakan Komisi I DPR memberikan catatan negatif terhadap pelaksanaan program MPLIK tersebut. "Pelaksanaannya amburadul," kata Lily.

Berdasarkan Laporan Singkat Komisi I DPR dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan PT Telkom Indonesia Tbk yang berlangsung Selasa, 16 Oktober 2012, tercatat kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Komisi I DPR minta PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang merupakan salah satu mitra Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan program PLIK dan MPLIK dengan baik serta turut berpartisipasi melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait, sehingga kedua program tersebut dapat memberikan manfaat optimal, khususnya bagi masyarakat di wilayah pedesaan, wilayah perbatasan, dan pulau terdepan di Indonesia. Saat Rapat, Telkom diwakili oleh Director of Compliance and Risk Management Ririek Adriansyah.

Kedua, guna mengevaluasi pelaksanaan program PLIK dan MPLIK, Komisi I DPR minta PT Telkom Tbk untuk memberikan data-data terkait penyelenggaraan program PLIK dan MPLIK yang ditangani oleh PT Telkom Tbk, berikut masukan berupa analisis komprehensif terhadap pelaksanaan program tersebut.

Anggota Komisi I DPR Roy Suryo mengatakan, kemungkinan besar akan dibentuk Panitia Kerja (Panja) kasus PLIK dan MPLIK tersebut. Menurut dia, beberapa anggota Komisi I DPR menduga terjadi penyimpangan dalam proyek tersebut. Bahkan, anggaran Kominfo tahun 2013 masih diberi tanda bintang alias belum disetujui karena diperlukan evaluasi terhadap program MPLIK.

"Tidak semuanya clear. Kami mendengar laporan banyaknya PLIK yang ditinggalkan setelah diresmikan bahkan diangkuti kembali. Juga mobil-mobil MPLIK yang tidak sesuai spesifikasi, pengiriman yang terlambat, dan sebagainya. Sekarang sedang didata (penyimpangan-penyimpangan)," ujar Roy, Jumat (9/11).

Dugaan Korupsi

Dikutip dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Komunikasi dan Informatika 2011, MPLIK adalah Pusat Layanan Internet Kecamatan yang bersifat bergerak. Tujuan awalnya adalah melayani daerah-daerah yang belum terjangkau akses informasi dan internet.

Infrastruktur dan sarana pendukung MPLIK, yaitu: kendaraan moda transportasi darat, komputer (satu komputer sebagai server, enam personal komputer berupa laptop/notebook sebagai client, sistem operasi berlisensi untuk server dan client minimal dua berbasis open sources, aplikasi perhitungan biaya pemakaian (billing system) pada server, dan antivirus pada server dan client), satu perangkat yang memiliki fungsi routing, satu switch hub delapan port dan satu wireless access point, satu set perangkat media transmisi menggunakan spektrum frekuensi radio, catudaya (satu generator listrik, satu UPS 1500 KVA, satu layar LCD TV 32 inci, satu DVD Player dan Home Theatre System, satu pengeras suara, satu GPS, satu rambu penunjuk lokasi fasilitas MPLIK yang bersifat mobile atau mudah terpasang), meubeler dan pendukung lainnya (satu meja dan kursi untuk server, enam kursi yang memadai untuk lima client atau lebih, dan dua tenda peneduh/kanopi seukuran bidang mobil).

Per 31 Desember 2011, menurut Laporan itu, realisasi penyediaan MPLIK sebanyak 846. Targetnya sebanyak 1.907 unit MPLIK di seluruh kecamatan di Indonesia.

Bagaimana struktur pembiayaan program tersebut? Payungnya adalah USO (Universal Service Obligation) atau kewajiban pelayanan universal. Dana program USO dipungut oleh BP3TI dari operator telekomunikasi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besarnya pungutan adalah 0,75% dari pendapatan kotor per tahun operator telekomunikasi. Pada 2007, tarif PNBP itu naik menjadi 1,25% seperti diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5/PER/M.KOMINFO/2/2007. Ketentuan itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009. Sebagai gambaran, pada 2010, BP3TI membukukan pendapatan USO sebesar Rp1,36 triliun. Telkomsel menyumbang terbesar Rp539 miliar pada 2010, operator lainnya adalah Telkom, Indosat, dan Exelcomindo Pratama. Data ini dikutip dari Laporan Keuangan dan Laporan Audit Tahun 2010 BP3TI.

Dalam APBNP 2012, Kemenkominfo adalah instansi negara dengan PNBP terbesar yaitu Rp10,1 triliun.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Gresnews.com, sepanjang September-November 2012, tercatat isu korupsi MPLIK yang diusung oleh sejumlah kelompok masyarakat. Kemarin, misalnya, sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Persatuan Mahasiswa Indonesia melakukan aksi demonstrasi di Kantor PT Telkom, Jakarta, dan menyebarkan pernyataan tertulis yang intinya meminta penegak hukum membongkar korupsi proyek MPLIK tersebut. Koordinator aksi Persatuan Mahasiswa Indonesia, Bukhary, menduga proyek itu sarat korupsi dan terdapat kerugian negara sebesar Rp30 miliar. Arief Yahya, yang ketika proyek itu bergulir menjabat Direktur Enterprise dan Wholesale di PT Telkom (sekarang menjabat Direktur Utama Telkom) dan Alex J. Sinaga, yang saat itu menjadi Direktur Utama PT Multimedia Nusantara/Metra, salah satu rekanan Telkom dalam proyek MPLIK (sekarang Alex menjabat Dirut Telkomsel), menurut Bukhary, adalah pihak yang diduga bertanggung jawab.

"Persatuan Mahasiswa Indonesia mendesak Presiden untuk memerintahkan Menteri Negara BUMN memecat Dirut Telkomsel Alex J. Sinaga karena diduga terlibat dalam kasus proyek MPLIK. Pecat Dirut Telkom Arief Yahya karena diduga bertanggung jawab atas hilangnya dana Rp30 miliar dalam proyek MPLIK. Bongkar kepentingan politik di Telkom dan Telkomsel," kata Bukhary.

Apa yang diungkapkan oleh Bukhary sebenarnya bukan hal baru. Keterangan lebih rinci mengenai dugaan kongkalikong proyek MPLIK pernah pula diumbar oleh Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) pada 21 September 2012. Presiden LIRA HM. Jusuf Rizal mengungkapkan proyek itu berpotensi merugikan negara Rp28,5 miliar, yang berhubungan dengan pembayaran uang muka. Dugaan penyimpangan lainnya adalah ketika Direktur Enterprise and Wholesale PT Telkom saat itu Arief Yahya menunjuk langsung PT Geosys Alexindo sebagai rekanan. Pada 9 Januari 2012, BP3TI pernah mengirimkan surat berkaitan dengan keterlambatan pengadaan MPLIK dan ancaman perdata maupun pidana.

Selain itu, Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), pada September 2012, mendesak KPK menindaklanjuti dugaan korupsi MPLIK. Ketua Apnatel, Riad Osca Chalik, mengatakan berdasarkan kontrak kerja sama yang dilakukan antara Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo dengan operator, disebutkan pihak operator mendapat enam paket pekerjaan atau 588 MPLIK.

Dari enam paket pekerjaan tersebut, baru empat yang berhasil diselesaikan. Dua paket pekerjaan lainnya belum selesai dikerjakan sampai batas akhir masa pra-operasional tanggal 27 Oktober 2011-25 Januari 2012 dan 27 September 2011-28 Desember 2012. PT Telkom baru bisa menyelesaikan 414 unit MPLIK, sedangkan 174 unit lainnya belum bisa diselesaikan.

Dia menambahkan keterlambatan pekerjaan tersebut diduga karena adanya "permainan" penggelapan dana uang muka sebesar Rp25,4 miliar kepada pihak ketiga dalam pekerjaan tersebut.

Seorang kontraktor IT yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada Gresnews.com, Jumat (9/11), kemungkinan besar di salah satu wilayah yang tendernya dimenangkan oleh Telkom, pekerjaannya disubkontrakkan kepada salah satu mitra. "Bagaimana proses pemilihan mitra dan apa ´hubungan khususnya´ antara Telkom dan mitranya itu yang jadi masalah," katanya.

Sebagai catatan, terdapat enam pemenang tender dalam proyek MPLIK senilai Rp1,4 triliun itu. Mereka adalah PT Multidata Rancana Prima (2 paket), PT AJN Solusindo (3 paket), WIN (1 paket), Lintas Arta (1 paket), Radnet (1 paket), dan Telkom (6 paket). Dengan demikian Telkom merupakan pemenang tender terbesar, yaitu 60% atau setara 588 unit MPLIK senilai Rp520 miliar.

Dalam pelaksanaannya, Telkom menunjuk tiga subkontraktor, yakni, PT Pramindo Ikat Nusantara (PINs) sebagai pelaksana customer premises equipment, PT Multimedia Nusantara (Metrasat) sebagai penyedia jaringan internet (VSAT), dan PT Geosys Alexindo sebagai penyedia kendaraan bermotor. Siapakah sesungguhnya perusahaan ini dan apa kaitannya dengan direksi Telkom?

Sebanyak 100% saham PT Pramindo Ikat Nusantara dimiliki oleh PT Telkom. Berdasarkan Akte Notaris Benny Kristianto, S.H., No. 135 tanggal 17 Oktober 1995, berkedudukan di Jakarta. Akte ini disetujui oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Keputusan Menteri No. C2-13.200.HT.01.01.TH.95 tanggal 18 Oktober 1995 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara No. 101 tanggal 19 Desember 1995.

Sebanyak 100% saham PT Multimedia Nusantara juga dimiliki oleh PT Telkom. Alex J. Sinaga adalah Direktur Utama perusahaan ini selama 2007-Mei 2012.

Sementara itu, PT Geosys Alexindo bukanlah merupakan anak perusahaan Telkom. Keterangan yang tercantum dalam situs resmi, perusahaan ini beralamat di Jalan Pusdiklat Depnaker No. 65D, Pinang Ranti, Jakarta Timur. Perusahaan ini beroperasi sejak 2003, bergerak di bidang jasa konsultan IT, IT Outsourcing, Tailor-made Software, dan Integrasi Sistem. Jusuf Rizal pernah mengungkapkan, Geosys terafiliasi dengan salah satu pejabat Kominfo berinisial A.

Perkembangan kemudian, PT Geosys Alexindo mundur sebagai subkontraktor pada 13 September 2012 dan digantikan oleh PT Micronics pada 22 September 2012. Sementara itu, berdasarkan rilis yang diterima Redaksi Gresnews.com pada 8 November 2012, Jusuf justru mengatakan proyek MPLIK tidak ada masalah, hanya saja software MPLIK Telkom perlu disempurnakan. Ia juga menyebutkan mitra Telkom dalam proyek MPLIK sudah profesional.

Diwawancarai secara terpisah, Jumat (9/11), Head of Corporate Communication & Affair Telkom, Slamet Riyadi, mengatakan penyelenggaraan layanan MPLIK oleh Telkom sudah selesai dilaksanakan dan diserahkan kepada Kominfo sebagai pemilik program. "Total 588 unit MPLIK untuk lokasi Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Barat," kata Slamet kepada Gresnews.com melalui pesan singkat seluler.

Dia berkeyakinan Telkom sudah mengikuti aturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh Kominfo.

Namun, pembenaran tersebut disanggah oleh Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi. Menurut Uchok, perlu dilakukan audit investigasi proyek MPLIK, terutama yang berkaitan dengan BUMN Telkom tersebut.

Dia lantas merujuk pada analisis hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan 2005-2011 yang memunculkan temuan 24 BUMN yang berpotensi sebagai lembaga negara yang korup. Menurut Uchok, dari 24 perusahaan BUMN, Telkom teratas potensi korupsinya, yakni mencapai Rp12 miliar dan US$130 juta.

"Proyek MPLIK ini rentan dikorupsi karena kalau sudah tingkat kecamatan, siapa yang melakukan pengawasan terhadap realisasinya? Jadi wajar proyek ini berpotensi menyimpang. Untuk itu sebaiknya DPR segera membentuk Panja, tapi hasil Panja jangan hanya rekomendasi. Sebuah fakta hukum agar bisa masuk ranah hukum dan ada yang mendapatkan sanksi," kata Uchok, Jumat (9/11).

BACA JUGA: