JAKARTA - Mahasiswa mulai bergerak. Selain menuntut pemerintah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), mereka juga menuntut agar Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya.

Selain itu tagar #BapakPresidenMenyerahlah juga dicuitkan ribuan warganet sejak pekan lalu.

Sejumlah politisi juga melontarkan pengunduran diri Presiden Jokowi. Misalnya mantan Menteri Kehutanan MS Kaban.

Dalam unggahannya, Kaban menyampaikan kritikan kepada Jokowi terkait penanganan pandemi covid-19 di Indonesia.

Melalui akun Twitter pribadinya @MSKaban3, selain kritikan tersebut ditunjukkan kepada Jokowi, juga kepada Koordinator PPKM, Luhut Binsar Pandjaitan.

Kaban berpendapat Jokowi sampai saat ini belum mengetahui kapan pandemi Covid-19 dapat teratasi. "Presiden pun tak tahu kapan pandemi akan teratasi," tulis Kaban dilansir Gresnews.com dari akun Twitter @MSKaban3 pada Rabu (21/7/2021).

Tak berhenti di situ, Kaban juga menyoroti pernyataan Jokowi dan Luhut yang berbeda soal situasi pandemi Covid-19. "Terkendali kata LBP, blum terkendali kata Presiden. Presiden dan opung LBP berbeda lihat situasi," ujarnya.

Mengetahui adanya perbedaan pendapat antara Jokowi dan LBP, Kaban lantas mempertanyakan, apakah rakyat bisa berharap dari permohonan maaf saja. "Kalau begitu apa bisa rakyat berharap hanya dengan permohonan maaf," ucapnya.

Menurut penilaiannya, kegagalan PPKM juga merupakan kegagalan seorang presiden. "PKPM jika gagal adalah kegagalan Presiden," tutur dia.

Untuk itu, Kaban pun mendesak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk segera mengadakan Sidang Istimewa (SI) dan mengadili Presiden.

"MPR RI perlu SI, adili Presiden," kata Kaban

Tanda Kegagalan

Direktur Eksekutif Center for Social and Political Studies (CESPELS) Ubedilah Badrun menilai dengan merebaknya isu meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) diadili dan diminta mundur oleh berbagai kalangan adalah tanda kegagalan Presiden Jokowi dalam memimpin negeri ini.

"Munculnya aspirasi publik ini menunjukan bahwa Jokowi gagal bahkan membawa Indonesia berada dalam masalah besar yang sulit diselesaikan," kata Ubed sapaan akrabnya kepada Gresnews.com, Rabu (21/7/2021).

Ubed mengatakan bahwa sederet persoalan kasus korupsi seperti korupsi Bansos Sembako di Kementerian Sosial yang menjerat Menteri Sosial Juliari Piter Batubara. Korupsi PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp16 triliun lebih. Juga Kartu Prakerja yang tidak bermanfaat dan hanya menguntungkan pemilik platform dan rangkap jabatan di berbagai komisaris BUMN.

Ia menjelaskan masalah lainnya adalah korupsi yang merajalela dengan angka korupsi ratusan triliun dan indeks persepsi yang merah yaitu skornya 37 dari rentang 0 sampai 100. Kehidungan demokrasi yang memburuk dengan indeks demokrasi terburuk sepanjang 14 tahun terakhir yaitu 6,30 dengan kebebasam sipil 5,59.

"Selain itu kebebasan internet juga sangat buruk, hanya mendapat skor 49," jelasnya.

Angka pertumbuhan ekonomi masih minus, pengangguran dan jumlah orang miskin terus bertambah angkanya bisa mencapai antara 27 hingga 30 juta orang miskin tahun ini. Indeks Hak Asasi Manusia juga sangat rendah rata-ratanya 2,9 dari rentang skor 1 sampai 7.

Ubed menuturkan bahwa pemerintah belum bisa menangani kasus pelanggaran HAM yang belum juga selesai saat ini dan malah bertambah dengan kasus baru.

"Memprihatinkan memang soal HAM ini, kasus lama tidak satupun dapat ditangani malah muncul kasus pelanggaran HAM baru yaitu penembakan mahasiswa di kendari dan pembunuhan 6 laskar FPI," tutur," tutur analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.

Selain itu semua, menurut dia, penanggulangan pandemi Covid-19 yang sudah berjalan 1,5 tahun ini juga menemui kegagalan karena disebabkan kekeliruan kebijakan sejak awal dan paradigma kebijakannya yang lebih mengutamakan ekonomi dibanding nyawa rakyat.

Akhirnya kini gagal dua-duanya, pandemi masih terus terjadi dan ekonomi makin terpuruk. "Jadi adanya aspirasi agar Jokowi mundur atau diadili itu berdasarkan data-data diatas maka ada benarnya aspirasi tersebut," ujar Ubed.

Sebab, menurut Ubed, memilih mundur adalah bentuk tanggung jawab moril dari seseorang yang menumpuk kegagalan demi kegagalan.

"Jikapun diberhentikan oleh MPR itu hal yang boleh-boleh saja sesuai konstitusi UUD 1945, tentu melalui proses usul dari DPR dan ada persetujuan dari Mahkamah Konstitusi (MK)," pungkasnya.

Timbulkan Ketidakpastian

Sementara itu Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti memahami substansi dari akar tuntutan mundur tersebut.

"Tapi banyak hal yang sejatinya dipertahankan, bicara reformasi ini malah seperti sekarang diobok-obok oleh Presiden. Di luar itu Covid yang kita tidak tahu sampai kapan berakhirnya dengan cara apa mereka menanganinya bahkan untuk vaksin saja untuk setengah vaksin yang digunakan saja sudah 6 bulan belum habis-habis. Sangat menyebalkan memang," kata Ray kepada Gresnews.com, Rabu (21/7/2021).

Tetapi, kata Ray, untuk melakukan semacam pergantian kekuasaan di tengah situasi yang seperti sekarang itu bisa menimbulkan ketidakpastian penanganan Covid-19 ini.

Jadi, artinya masyarakat harus keras melakukan kritik meskipun ada kecenderungan akhir-akhir ini kritik yang keras ini seperti diabaikan.

Menurut Ray, pemerintah dalam hal ini presiden terlihat lebih mementingkan keinginan dirinya ketimbang mendesain sebuah sistem good government atau pemerintahan yang baik dan benar.

"Di mana PP kok bisa diubah ditengah jalan, meskipun mungkin orang akan mengatakan di perguruan tinggi yang lain sama peraturannya, tapi untuk statuta UI itu berbeda. Kenapa itu dulu berbeda, nah itu yang perlu dijelaskan sehingga pengambil kebijakan saat itu membuat aturan tentang rangkap jabatan untuk Rektor UI itu berbeda," tuturnya.

Ray menerangkan bahwa pondasi atau bangunan argumentasi tuntutan supaya beliau itu mundur, ia sangat pahami bahkan mungkin disetujui. Tetapi mendorong supaya yang bersangkutan berhenti, lalu terjadi perubahan kekuasaan, dia kira belum waktunya dalam kondisi seperti sekarang ini.

Kecuali Covid sudah melandai dan sebagainya meskipun susah juga. Vaksinasi setengahnya saja belum selesai sudah 6 bulan.

Ia menilai, Jokowi juga sudah kehilangan wibawa didepan para pembantunya. Jangankan pembantunya yang ketua umum-ketua umum partai, bahkan selevel ketua PPKM, itu juga bisa menafsirkan lain keinginan Pak Jokowi.

"Ini soal timing saja memintanya ia mundur sekarang ini menurut saya kurang tepat juga. Karena bisa berimplikasi kepada kesemrawutan kembali mekanisme politik. Akibatnya kesemrawutan dalam hal penanganan Covid-19," terangnya.

Ray berpendapat bahwa nanti saja dicari waktu yang tepat, dimana situasinya tidak sedang genting seperti sekarang ini, istilah pemerintah darurat. Kemudian baru diminta mundur, baru tuntutan-tuntutan itu dibicarakan setelah semua selesai karena semua argumen-argumen itu logis.

Bila presiden mundur maka pasti menjadi presidennya adalah Wakil Presiden KH Makruf Amin. Namun belum tentu juga partai-partai mau menerimanya. Jadi dikocok lagi, dikocok lagi dalam hitungan politik itu bisa 6 bulan perdebatan. Ujung-ujungnya bangsa dan negara ini menjadi terbengkalai dalam mengurus covid-19.

Atas segala kepahitan yang dialami dan kemunduran demokrasi disana-sini, mau tidak mau masyarakat harus membiarkan dulu Jokowi memimpin sampai kemudian kondisinya sudah agak kondusif, baru dipikirkan lagi keinginan ini.

"Tapi kalau nggak diganti kita begini-begini aja. Ya tapi kalau diganti pun kita kehilangan waktu, ninggalin 6 bulan 7 bulan, golden time begitu menyelesaikan Covid ini. Apalagi duitnya siapa yang ngontrol itu semua, KPK juga sudah tidak bisa diharapkan, mengontrol uang belanja negara itu, ratusan triliun," tukasnya.

Kepemimpinan Kuat

Sementara itu Presiden Joko Widodo meminta kepada para kepala daerah baik gubernur maupun bupati atau wali kota untuk fokus kepada penanganan pandemi Covid-19 yang saat ini mengalami lonjakan akibat varian delta. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan perkiraan akan munculnya varian baru lagi sehingga menyebabkan akhir pandemi akan lebih panjang dari yang sebelumnya diperkirakan.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Indonesia melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Senin, 19 Juli 2021.

“Saya minta kepada gubernur, bupati, wali kota yang didukung oleh seluruh jajaran Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) agar semuanya fokus kepada masalah ini, baik sisi Covid-19-nya maupun sisi ekonomi. Manajemen serta pengorganisasian adalah kunci. Saya minta semua mesin organisasi dijalankan dengan sebaik-baiknya,” ujar Presiden, dikutip dari presidenri.go.id.

(G-2)

 
BACA JUGA: