JAKARTA - Kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 dinilai telah menimbulkan persoalan serius. Bukan hanya persoalan kesehatan masyarakat melainkan merembet ke masalah ekonomi dan sosial.

Ekonom Ichsanuddin Noorsy menyebutkan telah terjadi moral hazard pada pemerintahan saat ini akibat kebijakan Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.

Ia menilai PPKM ini merupakan upaya pemerintah menghindar dari kewajiban Undang-Undang (UU) Kekarantinaan yaitu, ketika diberlakukan UU karantina atau lockdown maka pemerintah wajib mencukupi kebutuhan hidup masyarakat selama lockdown berlaku.

Pemerintah membuat aturan yang setengah-setengah yaitu PPKM darurat. Pemerintah melarang warganya berkerumun dan membatasi aktivitas masyarakat agar berada di rumah. Tapi kebutuhan hidup masyarakatnya tidak dipenuhi. Sehingga terjadi protes dan banyak masyarakat tetap beraktivitas untuk mencari nafkah kebutuhan hidup mereka sehari-hari dan masyarakat dikenakan sanksi karena melanggar PPKM darurat.

"Secara tidak langsung pemerintah sedang mengumumkan bahwa memang terjadi krisis fiskal. Kas kosong, korupsi merebak," kata Ichsanuddin kepada Gresnews.com, Senin (19/7/2021).

Ichsanuddin menduga hal itu karena pemerintah tidak mau menggunakan UU Kekarantinaan. Sehingga kebijakan itu dianggap tidak tepat malah menambah permasalahan.

"Ketidakadilan meluas di berbagai lini kehidupan. Perilaku aparat sudah sampai aji mumpung berkuasa. Inilah moral hazard," sebutnya.

Ichsanuddin menjelaskan moral hazard itu sudah menyebar luas mulai dari tingkat atas hingga bawah di pemerintahan.

"Perilaku aji mumpung itu merata dari politisi dan aparat di pusat hingga ke daerah," jelasnya.

Menurut Ichsanuddin, contoh yang paling nyata adalah pernyataan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendi yang mengatakan sekarang ini darurat militer. Kemudian Panglima TNI menyatakan, ini adalah perang.

"Lalu masyarakat berhadapan dengan aparat. Lembaga atau pejabat mana yang menjadi penyelesai masalah?" tuturnya.

Ichsanuddin mengatakan masih banyak lagi contoh seperti itu, seperti pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

"Mau berwenang, tapi enggan mengambil risiko dan tanggung jawab. Maka bukan hanya moral hazard, bangsa ini menjadi celaka," ungkapnya.

Atas hal tersebut, menurutnya, berakibat fatal pada perekonomian nasional Indonesia. Di tengah pandemi dunia, Indonesia pun mendapat label internasional sebagai pusat penyebaran Covid-19. Tentu ini sangat memukul perekonomian nasional yang diakibatkan salah urus kebijakan.

"Perekonomian pasti melemah di tengah Indonesia divonis sebagai episentrum baru Covid-19. Pelemahan ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun sehingga menjadi sekitar 2,5%-3% dan beban fiskal makin meningkat akibat kesalahan kebijakan dan tidak efektifnya kepemimpinan nasional," pungkasnya.

Sistem Tak Siap Covid-19 Melonjak

Sementara itu, Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia Yogi Prabowo mengatakan PPKM adalah upaya pemerintah untuk mengatasi penyebaran Covid-19 yang masif.

"Namun memang kelihatannya sistemnya belum siap betul, padahal penerapan perlu ditunjang oleh sistem lainnya, misalnya bagaimana kalau masyarakat mengalami kegawatdaruratan dan mengakses layanan gawat darurat," kata Yogi kepada Gresnews.com, Senin (19/7/2021).

Menurut Yogi, pemerintah juga harus memikirkan berbagai kondisi masyarakat akibat PPKM darurat yang diterapkan.

"Selain itu juga harus memikirkan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa mencari nafkah," jelasnya.

Yogi menuturkan persoalan penyebaran virus Covid-19 yang berlangsung lama sering menimbulkan persoalan-persoalan lainnya.

"Memang pandemi yang berkepanjangan ini menimbulkan banyak masalah yang tidak mudah diatasi," tukasnya.

Sementara itu Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga akhir Juli 2021.

"Jangan memperpanjang PPKM Darurat, kecuali jika Pemerintah siap untuk memberikan bantuan pangan yang mencukupi kepada rakyat menengah bawah yang terdampak," kata Mirah kepada Gresnews.com, Senin (19/7/2021).

Menurut Mirah, PPKM Darurat yang sudah diberlakukan sejak 3 Juli 2021 telah berdampak pada menurunnya ekonomi rakyat secara drastis. Banyak perusahaan yang kesulitan dalam berusaha, yang berakibat terjadinya "tsunami" pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Kalaupun perusahaan tidak melakukan PHK, banyak perusahaan yang merumahkan pekerjanya dan tidak membayar upah seharusnya.

"Pada akhirnya, karena tidak lagi memiliki penghasilan, maka rakyat akan mengalami kemiskinan dan kelaparan," jelasnya.

Saat ini, kata Mirah, masyarakat yang semula berada di kelas menengah juga mulai terdampak karena ada yang di-PHK dan ada yang dipotong upahnya. Bisa dibayangkan, jika kelas menengah saja sudah mulai kesulitan, bagaimana masyarakat yang di kelas bawah.

"Pemerintah harus benar-benar mempersiapkan dan menyalurkan bantuan pangan jika ingin memperpanjang PPKM Darurat," terangnya.

Selain itu, ASPEK Indonesia juga menyoroti pelaksanaan PPKM Darurat yang dilaksanakan sejak 3 Juli 2021, yang dinilai tidak efektif. Di lapangan banyak terjadi sikap arogan petugas kepada rakyat dan pedagang kecil.

Seharusnya yang diantisipasi oleh petugas adalah mengatur agar tidak terjadi kerumunannya, bukan malah menutup atau mengintimidasi pedagang yang sedang mencari rezeki.

Ia juga menyoroti soal masih masuknya tenaga kerja asing di masa PPKM, khususnya asal China, yang selalu terjadi setiap kali adanya pembatasan aktivitas masyarakat.

Di satu sisi, rakyat sendiri dipersulit aktivitas dan mobilitasnya, bahkan diberikan sanksi denda atau penjara. Namun TKA asal China selalu mendapat perlakuan khusus untuk mudah masuk Indonesia. Bahkan kedatangannya selalu dibela oleh pejabat Pemerintah.

Mirah menyatakan Covid-19 dan segala dampaknya memang sangat berat.

"Namun pemerintah tetap berkewajiban untuk dapat melindungi seluruh rakyatnya agar tidak jatuh pada jurang kemiskinan dan mengalami kelaparan," pungkasnya. 

Percepat Bansos

Sementara itu Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajarannya untuk mempercepat penyaluran bantuan sosial dan obat-obatan gratis kepada masyarakat pada pekan ini. Bantuan tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat di tengah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“Saya minta jangan sampai terlambat, baik itu PKH (Program Keluarga Harapan), baik itu BLT (Bantuan Langsung Tunai) Desa, baik itu Bantuan Sosial Tunai (BST), jangan ada yang terlambat. Dan yang paling penting lagi adalah bantuan beras, bantuan sembako. Minggu ini harus keluar, percepat, betul-betul ini dipercepat,” kata Presiden saat memimpin rapat terbatas melalui konferensi video mengenai evaluasi PPKM Darurat dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (16/7/2021), dikutip dari presidenri.go.id.

Kementerian Sosial (Kemensos) menyalurkan bantuan beras sebesar lima kilogram untuk pekerja sektor informal di Jawa-Bali yang tidak bisa optimal mencari nafkah karena terdampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Untuk keperluan pemberian bantuan sosial (bansos) ini, Kemensos menyiapkan total 2.010 ton beras.

Secara umum, dalam rangka pelaksanaan program perlindungan sosial (perlinsos), Kemensos juga mengoptimalisasi program bansos reguler, yakni PKH, BPNT, dan BST. PKH tahap ketiga, yakni untuk bulan Juli-Agustus-September, disalurkan pada Juli 2021. BST untuk 10 juta KPM selama 2 bulan yakni Mei-Juni juga cair pada Juli. Kemudian untuk 18,8 juta KPM BPNT atau Kartu Sembako mendapat tambahan dua 2 bulan di samping 12 bulan yang sudah dianggarkan, yakni pada bulan Juli dan Agustus.

Demikian dikutip dari setkab.go.id.

(G-2)

BACA JUGA: