JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus kredit macet atau non-performing loan (NPL) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank tahun 2019. Nilai NLP LPEI melonjak hingga 23,39%.

Kejagung menduga pembiayaan LPEI kepada Sembilan Group dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada peningkatan NPL alias kredit macet.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi perkara ini bermula dari Indonesia Eximbank telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.

"Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi colektibility 5 atau macet per tanggal 31 Desember 2019," ujarnya dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Rabu (30/6/2021).

Menurutnya, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun, di mana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

Selanjutnya, Ia menjelaskan berdasarkan laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada profitabilitas (keuntungan). Kenaikan CKPN ini untuk mengkover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah yang disebabkan sembilan debitur tersebut.

"Bahwa salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah Grup Walet yaitu PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dimana selaku Direktur Utama dari tiga perusahaan tersebut adalah saudara S," ujarnya.

Menurutnya pihak LPEI yaitu tim pengusul, kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.

Akibatnya, hal tersebut di atas menyebabkan debitur dalam hal ini Group Wallet yaitu PT Jasa Mulya Indonesia, PT Mulya Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dikatagorikan macet sehingga mengalami gagal bayar sebesar Rp683,6 miliar yang terdiri dari nilai pokok Rp576 miliar dan denda serta bunga Rp107,6 miliar.

Mulai Periksa Saksi

Kemarin, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memeriksa enam orang terkait kredit macet Rp683,6 miliar di Group Wallet, yaitu PT Jasa Mulya Indonesia (JMI), PT Mulya Walet Indonesia (MWI) dan PT Borneo Walet Indonesia (BWI).

Enam orang yang diperiksa adalah seorang inisial AS selaku Mantan Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta. AS diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT KKT.

Berikutnya, MS selaku Senior Manager Operation TNT Indonesia Head Office, yang diperiksa terkait pengiriman SBW melalui TNT. Kemudian Ir. EW selaku Manager Operation Fedex / TNT Semarang, diperiksa terkait pengiriman SBW melalui TNT.

Selanjutnya adalah FS selaku Kepala Divisi UKM pada LPEI Tahun 2015, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT JMI dan PT MWI. Berikutnya, DAP selaku Kepala Divisi Analisa Resiko Bisnis II pada LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT JMI.

Terakhir adalah YTP selaku Kepala Divisi Restrukturisasi Aset II pada LPEI, yang diperiksa terkait penanganan debitur macet.

Tanggapan LPEI

LPEI menyikapi perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait dimulainya penyelidikan oleh Kejaksaan Agung RI terhadap penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional yang melibatkan lembaganya itu.

Corporate Secretary LPEI, Agus Windiarto menyampaikan pihaknya akan mentaati peraturan yang ada dan akan kooperatif.

"Kami akan mengikuti proses sesuai ketentuan yang berlaku dan akan bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung sebagai bentuk tanggung jawab LPEI dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance," kata Agus melalui surat elektronik yang diterima oleh Gresnews.com, Rabu (30/6/2021).

Agus mengatakan, LPEI berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan dan meningkatkan kapasitas usaha untuk mendukung sektor berorientasi ekspor sesuai dengan mandat.

"Kami menghargai perhatian dan dukungan media kepada LPEI dalam menjalankan mandatnya dan membantu pemulihan ekonomi nasional," tukasnya.

Agus juga menyampaikan tahun 2020 merupakan titik balik perbaikan kinerja keuangan LPEI dan diharapkan berlanjut pada 2021. LPEI telah mampu menurunkan NPL net menjadi 9,8 persen dan mencatatkan laba bersih sebesar Rp285 miliar.

Manajamen optimistis LPEI akan terus tumbuh secara berkelanjutan dengan prioritas pada tahun ini meliputi menjalankan mandat, perbaikan kualitas aset, pengembangan bisnis, serta penguatan proses internal.

LPEI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan, telah mampu melahirkan 60 eksportir baru dan 2.200 UKM binaan yang siap untuk melakukan ekspor. Per Desember 2020 (unaudited) LPEI telah menyalurkan pembiayaan ekspor senilai Rp90,4 triliun dan penjaminan senilai Rp9,9 triliun, serta asuransi senilai Rp8,1 triliun.

Pembiayaan Ekspor Nasional diberikan oleh Indonesia Eximbank kepada badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum termasuk perorangan yang berdomisili di dalam dan di luar wilayah Republik Indonesia. Tujuan pemberian pembiayaan ekspor nasional adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis serta menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional.

Indonesia Eximbank juga terus meningkatkan kapasitas pendanaan baik melalui penerbitan obligasi maupun pinjaman dari pihak lain untuk mendukung aktivitas bisnis Lembaga. Pemberdayaan dan pendampingan kepada Usaha Kecil Menengah berorientasi Ekspor (UKME) terus dilakukan untuk meningkatkan jumlah eksportir baru.

Salah satu upaya Indonesia Eximbank dalam menjangkau kebutuhan para pelaku bisnis di seluruh wilayah Indonesia, saat ini Indonesia Eximbank telah memiliki 6 (enam) jaringan kantor yang terdiri dari 1 (satu) Kantor Pusat yang berlokasi di Jakarta, 4 (empat) Kantor Wilayah, yaitu di Medan, Surabaya, Surakarta, Makassar, 3 (tiga) Kantor Pemasaran di Balikpapan, Batam dan Denpasar. (G-2)

BACA JUGA: