JAKARTA - Majelis hakim memperingatkan agar saksi memberikan keterangan yang sebenarnya. Majelis hakim memberikan peringatan kepada para saksi.

Empat orang saksi dihadirkan jaksa untuk menjelaskan proses pencairan kredit dari BTN kepada perusahaan properti PT Titanium yang membuat hotel serta apartemen melalui cabang BTN Harmoni terkait perkara dugaan korupsi di Bank BTN untuk terdakwa mantan Dirut PT BTN Persero Sumaryono dkk.

Adapun keempat saksi itu adalah kepala cabang BTN Harmoni Paiman, Analis Restrukturisasi di BTN Helmi, VP Finace PT Archipelago Heru Mukrom dan Tejo Suryo Laksono dari PT Graha TBK.

Namun majelis hakim tak puas dengan keterangan dari salah seorang saksi yakni Helmi.

"Gitu aja kok susah banget. Dari tadi kok hanya nulis aja. Anda itu tuh disini itu, itu kita mencari kebenaran material. Tahu nggak! Kalau anda saksi saksi disana memberatkan (berbohong), saya mungkin salah, ngerti nggak?" kata hakim ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Jumat (11/6/2021).

"Ngerti Yang Mulia," jawab Helmi tergugup.

Kemudian hakim mengkritik pedas para saksi maupun Helmi dengan mengatakan ditanya begini tapi jawabnya lain.

"Ini mbulet aja! Ini kita itu mau mencari kebenaran bagaimana itu ceritanya perkara ini. Kalau kalian menerangkan yang tidak sebenarnya, ya susah," tuturnya.

Hakim mengatakan bahwa saksi tidak boleh berbohong karena bila memberikan keterangan palsu atau berbohong itu akan menyesatkan hakim.

"Kalau ditanya bohong, jawab iya, iya, Ini jawaban sesat. Jadi bohong bukan begitu kita. Sehingga menutupi kebohongan ini," tukasnya.

Dalam kesaksiannya, Paiman menerangkan bahwa semula ada perjanjian pengelolaan bersama yakni pengelolaan Hotel antara per 2 tahun perjanjian antara PT Archipelago dengan PT Titanium Properti.

Majelis menanyakan apa tidak ada teguran ketika ada laporan proses pencairan kredit kepada PT Titanium Properti kepada Paiman lantaran Non Performing Loan atau NPL perusahaan itu buruk.

"Tidak ditegur langsung oleh direksi tapi di forum saat dikumpulkan bersama Kepala cabang lain jika NPL jelek. Hampir 2 bulan sekali biasanya ada laporan triwulan. Dikumpulkan oleh direksi," terang Paiman.

Kemudian Paiman menjelaskan bahwa proses pengajuan kredit sudah masuk dan dikumpulkan.

"Proses 3 minggu kalau ada yang mengganjal bisa lebih dari itu," jelasnya.

Setelah pengajuan kredit diterima dan masuk kemudian dilakukan verifikasi data perusahaan yang mengajukan kredit tersebut dan dilaporkan dari kantor cabang ke kantor pusat.

"Kantor cabang meneruskan ke kantor pusat plus seluruh persyaratanya. Kalau terpenuhi tidak ada lagi yang (perlu dikhawatirkan)," jelas Paiman.

Selain itu, Helmi juga bersaksi sama menerangkan mengenai adanya perjanjian pengelolaan bersama terkait pengelolaan Hotel antara per 2 tahun perjanjian yang dilakukan PT Archipelago dengan PT Titanium Properti.

"Pada waktu menganalisa minimal 135 persen lebih besar dari plafon kredit yang diajukan," terang Helmi.

Saksi Heru juga menerangkan bahwa dalam proses pembangunan infrastruktur hotel oleh PT Titanium itu sudah berjalan.

"PT Archipelago telah dibayar 2 kali oleh PT Titanium," jelas Heru.

Kemudian, Heru menjelaskan mengenai perjanjian dalam pengelolaan hotel dengan PT Titanium. "Perjanjian pengelolaan hotel dengan Titanium berlaku 2 tahun setelah hotel jadi," jelasnya.

Adapun Tejo Suryo Laksono mengungkapkan pernah mendapatkan bantuan pengurusan oleh Ihsan Hasan komisaris Titanium terkait pengajuan kredit di Bank BTN untuk perusahaannya, PT Graha TBK. Namun kemudiam dibatalkannya karena uang pencairannya dinilai tidak mencukupi.

Majelis hakim bertanya, saksi melampirkan persyaratan dan disetujui atas dorongan Ikhsan.

"Dibantu yang bersangkutan karena sebelumnya belum memiliki hubungan dengan BTN?" tanya hakim kepada Tejo.

"Pak Ikhsan menjanjikan memuluskan hanya dalam bentuk pengurusan kredit. Dia tidak pernah turun langsung tapi anak buahnya membantu pengurusan surat. Legal dokumen," jawab Tejo.

Setelah diperoleh angka kredit yang akan dicairkan tidak akan dapat mencukupi untuk pembangunan dan pengurusan hotel maka proses pencairan kredit dibatalkan.

"Uang yang diperoleh tidak akan mampu mengatasi sehingga memutuskan batal," tuturnya.

Dalam perkara ini, terdakwa Dirut PT BTN Sumaryono, Widhi Kusuma Purwanto (menantu Maryono), dan Ikhsan Hasan, Yunan Anwar didakwa bersama-sama terkait dugaan korupsi pengajuan kredit konstruksi PT Titanium Properti senilai Rp160 miliar dan PT Pelangi Putera Mandiri sebesar Rp117 miliar tahun 2013 lalu.

Kredit tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi bukan kepentingan proyek, dan diduga untuk memperkaya diri dan orang lain dan korporasi diantaranya memperkaya Dirut BTN Maryono.

Uang diberikan atas kelancaran pencairan kredit PT Titanium antara lain kepada Maryono melalui Widhi Kusuma Purwanto sebesar Rp700 juta, Gofar Effendi dan Yunan Anwar Rp2 miliar. (G-2)

BACA JUGA: