JAKARTA - Mantan Petinggi PT Waskita Karya Desi Arryani menepis tudingan dugaan pengambilan dana melalui pekerjaan subkontraktor yang disebut oleh Jaksa tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pembukuan dan administrasi. Hal ini mengingat apa yang dilakukan Desi bersama rekan-rekannya ditujukan demi mendukung keberlangsungan proyek yang dikerjakan perusahaan.

Desi melalui kuasa hukumnya Dasril Affandi menjelaskan langkah itu tidak bisa dikatakan sebagai pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pembukuan dan administrasi.

"Ini problem klasik yang dihadapi kontraktor, yaitu ada biaya lain-lain yang harus dibayarkan dalam pelaksanaan proyek tapi tidak bisa dibukukan apa adanya. Jadi ini sebenarnya tidak bisa dikatakan korupsi. Ibu Desi sama sekali tidak mendapatkan manfaat dari dana-dana yang dihimpun untuk menyelesaikan proyek, kalaupun ada hukuman mengganti kerugian negara, hal tersebut berasal dari catatan pengeluaran kasir semata, yang dalam persidangan terbukti dilakukan tanpa adanya permintaan/instruksi dari Ibu Desi," kata Dasril kepada wartawan yang diikuti oleh Gresnews.com, Selasa (27/4/2021).

"Biaya lain-lain tersebut dibukukan dengan administrasi pengganti yang biasa diberi nama subkontraktor," sambung Dasril.

Dasril kemudian mencontohkan biaya lain-lain seperti pembelian peralatan non investasi, baik baru maupun bekas, namun masih layak pakai. "Contoh lainnya yaitu uang Kerohiman, uang Keamanan, mitra Non PKP dan subsidi silang dari proyek-proyek yang rugi," jelasnya.

Mengacu keterangan Desi Arryani di persidangan, sambung Dasril, dalam rentang 2009 hingga 2013 terdapat 14 proyek yang secara administrasi terdapat biaya tak terduga yang dicatat menggunakan istilah biaya subkontraktor.

Mekanisme pencatatan dengan istilah biaya subkontraktor ini, sebenarnya merupakan pencatatan yang bersifat sementara tatkala perusahaan mendapati biaya tambahan atau biaya yang tidak diperhitungkan dalam penganggaran proyek.

Maka dari itu, Dasril menyatakan bahwa pencatatan biaya subkontraktor ini tidak dapat dijadikan dasar adanya praktik korupsi yang dilakukan kliennya.

Apalagi dana yang dicatat dengan nama biaya kontraktor tadi, seluruhnya digunakan untuk mendukung proyek yang dikerjakan perusahaan.

Karena jika tidak dilakukan maka proyek bisa terhambat bahkan mungkin akan default, terkena denda, pencairan jaminan dan berakhir pada black list perusahaan.

Desi menegaskan, 14 proyek tersebut berfungsi dengan baik dan dimanfaatkan oleh masyarakat hingga saat ini. Selain fungsional, secara bisnis juga mencetak laba yang berkontribusi pada keluarnya Waskita Karya (WK) dari status pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).

Proyek-proyek itu seperti Bandara Kualanamu Paket 2, Bendungan Jatigede, Banjir Kamal Timur, Kali Bekasi, Kali Pesanggrahan dan Jalan Layang Non Tol Antasari.

"Bahkan jalan Tol Benoa Bali yang pengerjaannya menjadi pekerjaan jalan tol di atas laut pertama di Indonesia, dikerjakan paling cepat karena adanya penugasan dari negara untuk dipergunakan dalam KTT-APEC," pungkasnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat telah menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap Desi Arryani.

Selain kurungan badan, Desi juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Bersama empat rekannya, Desi Arryani dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana korupsi dengan dalih mengambil dana melalui pekerjaan subkontraktor yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pembukuan.

Selain putusan terhadap Desi, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada Fatorrahman dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan.

Dia juga dikenai pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp3.670.000.000 (1 tahun), Jarot Subana dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp7.124.239.000 (2 tahun).

Fakih Usman dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp5.970.000.000 (2 tahun), serta Yuly Ariandy dengan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp47.166.931.587 (2 tahun 6 bulan). (G-2) 

BACA JUGA: