JAKARTA - Jaksa mendakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo telah menerima hadiah berupa uang sejumlah US$77 ribu dari Suharjito selaku pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP). Uang tersebut tidak diterima langsung Edhy namun diberikan melalui perantara.

"Dan terdakwa Edhy melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe menerima hadiah berupa uang sebesar Rp24.625.587.250 atau sekitar jumlah tersebut dari Suharjito dan para eksportir benih bening lobster (BBL) lainnya," ucap anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ronald Ferdinand Worontikan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis (15/4/2021).

Menurut Ronald, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

"Yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya," terangnya.

Hal itu, kata Ronald, bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku menteri kelautan dan perikanan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatan terdakwa selaku menteri kelautan dan perikanan RI.

Perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dalam pembuatan perizinan pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor BBL dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.

Pada Februari 2020 Andreau Misanta Pribadi mengundang Deden Deni Purnama selaku Direktur PT PLI dan Siswadhi Pranoto Loe selaku pemilik PT PLI agar datang ke Rumah Dinas Menteri Kelautan dan Perikanan di Jalan Widya Chandra, Jakarta, dalam rangka mendukung kebijakan terdakwa, khususnya untuk kegiatan ekspor BBL.

Lalu pada Maret 2020, Amiril Mukminin menyampaikan kepada Deden Deni Purnama bahwa ia membutuhkan perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang memiliki akta dan sedang tidak aktif atau sedang tidak memiliki kegiatan yang digunakan untuk proyek ekspor BBL.

Kemudian disepakati PT ACK digunakan sebagai perusahaan kargo oleh Amiril Mukminin dengan akta perusahaan lalu dilakukan perubahan struktur kepengurusan dan komposisi kepemilikan saham.

Pada April 2020, Amiril Mukminin menyepakati bahwa PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman kepada PT ACK sebesar Rp350 per ekor BBL.

Kemudian, Edhy pada 4 Mei 2020, menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Permen KP-RI) Nomor: 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang isinya antara lain mengizinkan dilakukannya budi daya lobster dan ekspor benih bening lobster (BBL).

Atas keputusan Edhy yang memberi izin dilakukannya budidaya lobster dan ekspor BBL tersebut, Suharjito selaku pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) berkeinginan untuk melakukan kegiatan budi daya lobster dan ekspor BBL.

Selanjutnya, Edhy Prabowo pada 14 Mei 2020, menerbitkan Keputusan Menteri KP-RI Nomor 53/KEPMEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster dengan menunjuk Andreau Misanta Pribadi selaku Ketua dan Safri selaku Wakil Ketua.

Pada pertengahan Mei 2020, PT DPPP melakukan presentasi dan hasil presentasi PT DPPP adalah materi presentasi Business Plan PT DPPP diterima dengan catatan ada yang harus direvisi.

Lalu pada 10 Juni 2020, Amiril Mukminin dan Andreau Misanta meminta Deden Deni untuk melakukan perubahan akta PT ACK dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang keduanya merupakan teman dekat dan representasi dari Edhy Prabowo ke dalam struktur kepenguruan PT ACK.

Sehingga susunan kepengurusan dan pemilikan saham yaitu, Nursan selaku komisaris dengan saham sebanyak 41,65%, Amri selaku direktur utama dengan saham sebanyak 40,65% serta Yudi Surya Atmaja yang merupakan representasi dari PT PLI selaku komisaris dengan saham sebanyak 16,7% serta PT Detrans Interkargo Perkasa dengan saham sebanyak 1%.

"Padahal senyatanya Nursan dan Amri hanya dipinjam namanya sebagai pengurus perusahaan (Nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK," bebernya.

Kemudian, setelah itu PT ACK melakukan kerjasama dengan PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor BBL tersebut. Sedangkan PT ACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan pengekspor BBL dan menerima keuntungannya saja.

Sementara itu penasihat hukum Edhy Prabowo, Soesilo Ariwibowo mengatakan bahwa pada intinya dakwaannya adalah berbentuk alternatif dan terkait semua mengenai suap.

"Pasal 12 huruf a atau pasal 11 yang pada intinya, yang dalam dakwaan tadi kita dengar sama-sama Pak Edhy Prabowo diduga telah menerima uang-uang yang berasal dari Suharjito maupun dari ACK yang kemudian dalam dakwaan tadi dilihat bahwa penerimaan-penerimaan itu diduga diperoleh dari suap itu kemudian diberikan ke Amiril dan diberikan kepada personil tadi," kata Soesilo kepada wartawan yang diikuti oleh Gresnews.com usai sidang.

Bersalah apa tidaknya Edhy Prabowo, kata Soesilo, untuk mengetahuinya harus dilihat dari fakta persidangan nanti.

"Nanti kita lihat dalam pembuktian karena tadi baru pembacaan dakwaan nanti kita lihat dalam pembuktian apakah benar itu terjadi demikian," jelasnya.

Hal yang utama saat ini, menurut Soesilo adalah bagaimana Edhy Prabowo mengerti dan memahami isi dakwaannya atau tidak. "Saya kira itu dulu lah," tukasnya.

Edhy didakwa menerima hadiah atau suap melalui Amiril Mukminin dan Safri berupa uang sejumlah US$77 ribu dari Suharjito selaku Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama.

Penerimaan suap itu dengan maksud untuk mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor BBL kepada PT. Dua Putera Perkasa Pratama milik Suharjito.

Pemberian uang kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tersebut melalui perantara dan bekerja sama dengan Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri KP-RI.

Kemudian melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edy Prabowo , Ainul Faqih selaku staf Pribadi Iis Rosita Dewi istri menteri dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Adapun surat dakwaan yang disusun oleh JPU berbentuk altenatif untuk ke-3 berkas tersebut diatas yaitu Dakwaan Pertama melanggar Pasal 12.A UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP ATAU Dakwaan Kedua melanggar Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (G-2)

BACA JUGA: