JAKARTA - Tim Penasihat Hukum terdakwa Hiendra Soenjoto mendatangkan saksi Ahli Hukum Perdata, Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Krisnadwipayana, Gunawan Wijaya. Pihak penasihat hukum ingin menunjukkan proyek kerjasama antara terdakwa Rezky Herbiyono dan terdakwa Hiendra Soenjoto adalah bisnis biasa bukan upaya suap sebagaimana dakwaan jaksa.

Jaksa sebelumnya menduga ada transaksi suap dari Hiendra Soenjoto kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, mertua dari Rezky. Bentuk pemberian uangnya disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerjasama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) senilai Rp35 miliar antara Hiendra Soenjoto dengan Rezky Herbiyono.

Penasihat Hukum Hiendra menanyakan perihal pokok materi mengenai perjanjian kerjasama jual beli (PPJB) dokumen akte perjanjian kerjasama nomor 17 yang dibuat tanggal 20 Januari 2014. Dokumen ini terkait dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), padahal belum ada izinnya atau perusahaan itu sendiri belum memenangkan lelang untuk proyek tersebut.

"Bagaimana statusnya secara hukum menurut ahli?" tanya Tim Penasihat Hukum Hiendra di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti oleh Gresnews.com, Jumat (19/3/2021).

Gunawan menjawab bahwa itu tidak masalah selama para pihak mereka berencana ingin melaksanakan suatu kegiatan dikemudian hari. Mungkin melihat adanya peluang dalam bisnis PLTMH sehingga mereka bersepakat untuk mengatur dulu hak dan kewajiban di antara mereka, sehubungan dengan proyek yang dikerjakan mendatang.

Tujuannya agar proyek sudah berjalan, izin sudah dikeluarkan semua sudah dapat, tidak ada lagi sengketa di antara mereka, mengenai pengurusan, mengenai pembagian keuntungan dan seterusnya. Dan memang itu suatu hal yang sangat lumrah kalau memang itu diperjanjikan dibuat terlebih dahulu, sebelum AJB tersebut akan beroperasional atau tidak.

Ia menjelaskan pada umumnya terkait dengan perjanjian kerjasama tersebut pasti para pihak sudah membuat yang visibility studi. Yakni studi kelayakan, apakah memang proyek tersebut layak dikerjakan atau tidak.

Kalau sudah layak dikerjakan barulah kemudian mereka mengatur isi perjanjian diantara mereka, maunya seperti apa peranan dari masing-masing pihak nantinya seperti apa. Itu semua dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang secara formal. Kemudian dibuat dalam bentuk akte pendirian dari suatu perseroan terbatas (PT) sehingga mereka tidak lagi terlibat pada sengketa yang tidak perlu.

"Jadi mereka cukup mengacu pada perjanjian tersebut dan akta pendirian Perseroan Terbatas yang kemudian disahkan menjadi badan hukum," tuturnya.

Penasihat Hukum Hiendra juga menanyakan kembali terkait rencana jual beli yang kemudian dibatalkan oleh pihak pembeli. Sehingga dari PPJB tidak jadi dilakukan AJB karena suatu hal.

Menurut Gunawan, namanya juga PPJB. PPJB memang belum lari ke AJB dan itu jadi PPJB tadi mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perikatan bersyarat, apa sih syarat yang harus ada di dalam Ketentuan tersebut, baru mereka bisa masuk ke AJB. Jadi kalau memang tidak bisa terpenuhi otomatis akan batal .

"Biasanya atas permintaan dari si pembeli, karena apa? Karena si penjual tidak bisa memenuhi ketentuan yang mensyaratkan atau karena hukum. Misalnya instansi-instansi tertentu tidak memberikan persetujuan atau belum diperoleh izinnya jadi pasti bisa dibatalkan," beber Gunawan.

Kemudian, Penasihat Hukum Hiendra juga bertanya kembali, bila penjual tidak bisa mengembalikan dana yang sudah disetorkan, bisa tidak pembayarannya itu dalam bentuk lain berupa lahan kebun sawit.

Menurut Gunawan, selama hal itu disepakati oleh para pihak dan umumnya dikembalikan dalam bentuk tunai. Jadi sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Sebelumnya Jaksa mendawa Hiendra menyuap mantan sekretaris Mahkamah Agung melalui menantunya yakni Rezky Herbiyono senilai Rp45,7 miliar terkait perkara sengketa sewa menyewa lahan Depo Container milik BUMN Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Marunda kavling 03-43 Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Dan pengurusan sengketa kepemilikan saham PT MIT antara Hiendra Soenjoto dengan Azhar Umar.

Adapun transaksi suap dari Hiendra Soenjoto kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi tersebut, pemberian uangnya disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerjasama PLTMH antara Hiendra Soenjoto dengan Rezky Herbiyono. (G-2)

BACA JUGA: