JAKARTA - Terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiyono, meminta dibebaskan atas dakwaan menerima suap dari dari terdakwa Direktur Utama PT MIT Hiendra Soenjoto. Mereka menyampaikan nota pembelaannya melalui tim kuasa hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (5/3) malam.

Dalam nota pembelaannya, Maqdir Ismail selaku kuasa hukum kedua terdakwa suap dan gratifikasi dalam pengurusan perkara di MA itu mengatakan kliennya tidak bersalah dan menjadi korban mafia yang selalu mencari keuntungan.

"Terdakwa adalah korban kesewenang-wenangan aparat penegak hukum yang menggunakan hukum untuk kepentingan lain. Terdakwa adalah korban "Mafia" yang selalu mencari keuntungan dari masalah hukum orang lain," kata Makdir di persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti okeh Gresnews.com, Jum`at (5/3/2021)  malam.

Maqdir menilai tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan ajang balas dendam. Terlebih, penuntut umum juga menuntut Nurhadi dan Rezky membayar uang pengganti Rp83 miliar. Jaksa juga menuntut pidana penjara selama 12 tahun terhadap Terdakwa I Nurhadi, dan tuntutan pidana penjara selama 11 Tahun terhadap Terdakwa II Rezky Herbiyono.

"Tuntutan pidana penjara terhadap terdakwa juga dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa karena Terdakwa dianggap tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatan yang didakwakan, yang notabenenya perbuatan yang didakwakan tersebut memang tidak pernah dilakukannya," kata Maqdir.

Maqdir juga menanggapi tentang tuntutan jaksa yang menyebut Nurhadi menerapkan pola korupsi dengan strategi pencucian uang. Menurutnya, pola korupsi yang dibeberkan jaksa itu di luar konteks dakwaan.

"Dakwaan, penuntut umum sama sekali tidak mendakwa para Terdakwa dengan ancaman UU TPPU, akan tetapi hanya mendakwa berdasarkan UU Tipikor, sehingga sangat tidak relevan apabila penuntut umum dalam perkara ini berpendapat demikian," jelasnya.

Nota pembelaan juga menyebutkan bahwa Nurhadi tidak memiliki kuasa atas perusahaan Rezky Herbiyono. Nurhadi juga disebut tidak mengetahui hubungan Rezky dengan Hiendra Soenjoto yang disebut penyuap Nurhadi dan Rezky.

"Terdakwa I Nurhadi tidak pernah ikut campur dengan bisnis-bisnis Terdakwa II Rezky Herbiyonolebih khusus proyek PLTMH antara Terdakwa II Rezky Herbiyono dengan saksi Hiendra Soenjoto," ujar dia.

"Dengan demikian, penuntut umum telah membuat pernyataan yang tidak jelas pijakannya, sehingga uraian penuntut umum di atas hanya didasarkan pada kesimpulan yang bersifat asumsi," tambahnya.

Menurut Maqdir ketika Terdakwa I menjadi Sekretaris MA, ia telah disudutkan dengan banyaknya pemberitaan dan isu yang dapat mempengaruhi atau menimbulkan pandangan buruk bagi orang awam yang tidak mengikuti dan mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Misalnya tersebar luasnya kabar bermewah-mewah ketika menyelenggarakan perkawinan putri tunggalnya dengan membagikan souvenir berupa ipod kepada tamu undangan. Padahal ipod tersebut yang membeli adalah menantunya, bukan dibeli oleh Terdakwa I.

"Andaikata pun ipod itu dibeli oleh Terdakwa I apa yang salah? Terdakwa I memiliki usaha sarang burung walet di banyak tempat, yang sudah mulai dirintisnya sejak 1981 di Tulung Agung hingga saat ini, sebagaimana disebutkan dalam SPT dan LHKPN nya, yang sudah pasti mampu membeli iPod yang keseluruhannya seharga Rp250 juta tersebut," jelas Penasihat hukum.

Kemudian, kata Tim Penasihat hukum, dihembuskannya isu Terdakwa I membeli meja kerja mewah di ruang kerjanya di Mahkamah Agung hingga milyaran Rupiah, padahal harganya dibeli di Vinotti Kemang Jaksel seharga Rp11.400.000,- pada Bulan April 2012 dan ada bukti kuitansi.


Selain itu, bahwa diisukan Terdakwa I adalah makelar kasus atau dagang perkara di Mahkamah Agung, padahal tidak pernah ada bukti hukum yang membuktikan dan membenarkan hal itu. Bagaimana mungkin Terdakwa I bisa mengurus perkara orang lain, mengurus perkara dirinya sendiri saja tidak bisa.

"Terbukti pra peradilan yang dimohonkan oleh Terdakwa I tidak berhasil, ditolak pengadilan," terangnya.

Selanjutnya, Penasihat hukum berpendapat, sebagaimana telah disampaikan dalam Pendahuluan dan dalam pembahasan yuridis terhadap perkara ini secara hukum dan sesuai hukum pembuktian, seluruh dakwaan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

"Tidak ada bukti langsung maupun tidak langsung yang dapat membuktikan Terdakwa I melalui Terdakwa II menerima uang dari Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara atau Terdakwa I memerintahkan Terdakwa II untuk menerima uang dari Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardhani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan dan Riadi Waluyo," tuturnya.

Selanjutnya, selama persidangan berlangsung tidak diketemukan adanya petunjuk yang berasal dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang menjadi pertanda atau isyarat adanya permintaan uang oleh Terdakwa I melalui Terdakwa II, atau adanya pertanda atau isyarat akan adanya pemberian uang oleh Hiendra Soenjoto maupun oleh Handoko Sutjitro Renny Susetyo Wardhani, Donny Gunawan, Freddy Setiawan dan Riady Waluyo kepada Terdakwa I melalui Terdakwa II.

"Demikian pula halnya tidak ada pertanda yang mengisyaratkan adanya perintah Terdakwa I kepada Terdakwa II untuk meminta uang kepada pihak-pihak yang disebut dalam surat dakwaan," terangnya.

Fakta yang terjadi, lanjut dia, uang tidak pernah sampai kepada Terdakwa I, hanya sampai di Terdakwa II, dan itu pun bukan uang suap untuk mengurus perkara, sebagaimana telah disampaikan dalam persidangan.

Perbuatan Terdakwa II menerima uang bukan representasi dari Terdakwa I. Perbuatan Terdakwa II yang menerima uang dari Hiendra Soenjoto dan yang lainnya adalah urusan pribadinya sendiri tidak dapat dikait-kaitkan dengan Terdakwa I, yang walaupun dalam hal ini adalah sebagai mertua Terdakwa II.

Posisi hubungan keluarga sebagai mertua atau menantu antara Terdakwa I dengan Terdakwa II bukan merupakan faktor yang terkait dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah soal perilaku dari masing-masing individu, tidak ada kaitannya dengan hubungan keluarga.

"Jadi, hubungan keluarga tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti atau petunjuk untuk membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa I melalui Terdakwa II," bebernya.

Selain itu, Makdir, mengatakan bahwa Terdakwa I, istrinya Ny. Tin Zuraida dan anaknya Rizki Aulia Rahmi, istri Terdakwa II yang menyetujui asetnya di Hang Lekir dan di Vimala Hills sebagai jaminan hutang untuk stand by loan di Bank Bukopin Surabaya dan untuk membayar kepada Donny Gunawan, bukanlah merupakan kejahatan.

Apa yang salah jika ada permintaan dari seorang anak kepada orangtuanya, dan orang tua tersebut memang mampu, untuk mengatasi kesulitan keuangan menantunya. Apa yang hendak dikaitkan dengan adanya bantuan semacam itu dengan perbuatan pidana yang didakwakan? Tidak ada kaitan antara keduanya.

Sebagaimana terungkap di persidangan kesulitan keuangan yang dihadapi oleh Terdakwa II bukan disebabkan oleh faktor dirinya, tapi disebabkan oleh muslihat saksi Iwan Cendekia Liman.

"Seluruh uang yang berasal dari fasilitas kredit Bank Bukopin Surabaya yang seharusnya bisa dipergunakan sesuai peruntukannya oleh Terdakwa II, diambil oleh Iwan Cendekia Liman," ujarnya.

Kemudian mengenai tuntutan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp83.013.955.000, jika “…tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara masing-masing selama dua tahun penjara”.

Penasihat hukum meminta majelis hakim untuk menolak tuntutan ini, karena tuntutan ini tidak ada dasar hukumnya, tidak juga ada rasionya dan tidak ada dasar moralnya.

Apalagi senyatanya uang yang diterima oleh Terdakwa II Rezky Herbiyono dari Hiendra Soenjoto akibat pembatalan perjanjian telah dikembalikan sepenuhnya dan diterima oleh Hiendra Soenjoto.

Sedangkan uang yang didakwakan diterima dari Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardhani, Riadi Waluyo adalah merupakan hak dari Terdakwa II Rezky Herbiyono karena adanya transaksi jual beli dan pinjaman dari Donny Gunawan.

Sedangkan yang didakwakan diterima dari Freddy Setiawan adalah fee dari saksi Rahmat Santoso sebagai Kuasa Hukum dari saksi Freddy Setiawan dan tidak ada kaitannya dengan Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono.

Menurutnya, tuntutan untuk membayar uang pengganti yang tidak diterima atau telah dikembalikan ini adalah bentuk dari kegagalan moral dalam penegakan hukum secara benar dan adil.

"Mari kita hentikan kezaliman atas nama penegakan hukum dan pemberantasan korupsi ini," tukasnya.

Kemudian, Makdir meminta kepada majelis hakim, agar menjatuhkan putusan dan menyatakan Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan kesatu, Pertama atau Kedua maupun Dakwaan kedua.

"Menyatakan oleh karena itu membebaskan Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono dari segala dakwaan (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskannya dari tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervoolging)," tegas Makdir.

Lalu, Makdir juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengeluarkan Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono dari dalam tahanan seketika setelah Putusan ini diucapkan.

"Memulihkan hak Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono tersebut dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya," cetusnya.

Selain itu juga, untuk memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengembalikan kepada Terdakwa I Nurhadi dan Terdakwa II Rezky Herbiyono seluruh barang bukti miliknya atau milik Ny. Tin Zuraida dan Rizki Aulia Rahmi yang disita oleh KPK yang terkait maupun yang tidak terkait dengan perkara ini, sebagaimana tercantum dalam daftar barang bukti yang disita.

Dan memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk segera membuka blokir seluruh rekening atas nama Terdakwa I Nurhadi, Terdakwa II Rezky Herbiyono, Ny. Tin Zuraida, Keluarga dan atau pihak terkait lainnya

"Membebankan biaya perkara ini kepada Negara," pungkasnya. (G-2)

BACA JUGA: