JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras ungkap ada permintaan dana operasional untuk menteri kepada vendor pelaksana penyaluran bansos sembako Jabodetabek awal Pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu. Hartono juga mengaku mereferensikan agar perusahaan rekanan bisa ditunjuk secara langsung lantaran kesulitan mencari perusahaan yang mau terlibat kerjasama pengadaan paket bansos tahap pertama.

Hal ini ia sampaikan saat bersaksi untuk terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dalam kasus dugaan suap kepada Mensos Juliari Peter Batubara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/3/2020 petang.

Hartono menjelaskan proyek bantuan sosial sembako bermula pada Maret 2020 saat ada Pandemi Covid-19 karena pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar. Maka anggaran Kemensos yang sebelumnya tidak ada bansos kemudian dianggarkan dua termin senilai Rp3,4 triliun pertermin.

Kemudian Kemensos melaksanakan penyaluran di wilayah Jakarta epicentrum Pandemi Covid-19 dan daerah perbatasannya seperti Depok, Bekasi, Tangerang dan Bogor. Hartono menjelaskan besaran bantuan adalah Rp300 ribu per paket per kepala keluarga.

"Jadi anggaran ini ada di direktorat apa?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Muhammad Nur Azis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (3/3/2021).

Hartono menjelaskan perihal keberadaan anggaran itu berada di Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial. Alokasi termin pertama untuk tiga bulan, setiap bulannya dua kali penyaluran.

Menurutnya nilai 300 ribu per paket sudah termasuk biaya transport (penyaluran) dan biaya tas goodiebag. Nilainya setiap termin atau gelombangnya Rp3,420 triliun berarti total dua termin Rp6,8 triliun.

Terkait suap, Hartono mengungkapkan adanya informasi permintaan dana operasional tersebut didapat dari Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran KPA proyek sembako tersebut.

"Apa saudara pernah diajak rapat yang dihadiri Pak Menteri, Adi maupun Matheus Joko terkait pembahasan fee?" cecar Jaksa.

Menurut Hartono, dia tidak pernah ikut rapat tapi hanya mendengar kabar karena sudah banyak informasi.

"Mendengar dari informasi, saya terima dari seputaran itu saja, Pak Adi Wahyono yang ditunjuk KPA menyampaikan ke kami bahwa ada beberapa vendor yang diminta uang operasional. Saya sampaikan hati-hati karena khawatir tidak sesuai ketentuan yang ada," ungkapnya.

Untuk nominal uangnya, Hartono mengaku tidak tahu berapa besar. Dia hanya tahu dari Adi Wahyono yang memberitahukan kepadanya bahwa permintaan itu untuk operasional dari kegiatan-kegiatan. Ia sendiri tidak menerima uang tersebut dari Adi dan Matheus Joko.

"Awalnya kan dia ngga menyampaikan, tapi dia menyampaikan untuk operasional Menteri. Jumlahnya tidak disampaikan kepada kami," tuturnya.

Selain itu, Hartono mengakui mengikuti beberapa kali rapat di rumah Dinas menteri sosial di Widya Chandra yang meminta masukan dan referensi terkait penunjukan langsung proyek penyaluran Bansos sembako Jabodetabek tersebut .

"Tadi bilang ada rapat dengan menteri terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemudian saksi pernah diajak rapat Mensos di rumah dinas. Apa yang dibahas dan siapa saja hadir?" cecar Jaksa kembali.

"Iya, terkait di Widya Candra, itu karena work from home (WFH) ada rapat beberapa kali. Saya lupa berapa kali," jawab Hartono.

Dia menerangkan bahwa rapat itu untuk membahas langkah-langkah pelaksanaan bantuan Sembako termasuk juga antisipasi dampak covid terhadap program reguler.

"Seingat saya bagaimana melakukan langkah cepat bansos sembako ini yang mana kita menghadapi situasi masyarakat yang tidak mudah," ujarnya.

Hartono menjelaskan bahwa Mensos saat itu dalam rangka pelaksanaan sembako Jabodetabek dan bantuan sosial tunai mengeluarkan keputusan Mensos Nomor 54 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Bansos Sembako dan Bansos tunai.

Kemudian ada petunjuk teknis yang diatur Keputusan Dirjen Perlindungan Jaminan Sosial Nomor 5 Tahun 2020. Lalu adanya perubahan Kepmen Nomor 54 diubah ke nomor 58. Hal itu karena ada penambahan dari ketentuan dalam keputusan Menteri Sosial yang kaitannya dengan data.

Adapun bansos yang diberikan bukan berupa tunai melainkan sembako karena saat itu awal covid yang menjadi episentrum di DKI. Lalu para Dirjen menerima usulan tersebut dan dirapatkan beberapa kali. Lalu ditentukan bansos berupa sembako.

"Yang saya tahu karena ada PSBB tahap pertama sehingga masyarakat yang terkena dampak mendapat bantuan sembako," jelas Hartono.

Selain itu, Hartono membantah bahwa adanya pengajuan vendor atas referensi dari para pejabat Kemensos pada rapat di Widya Chandra tersebut.

Hartono menjelaskan terjadi pertemuan antara Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, dan Pepen Nazaruddin selaku Dirjen Linjamsos Kemensos berkaitan dengan program bansos Covid-19 tahap I pada 19 April 2020.

Ia mengaku sejumlah pejabat yang ikut rapat program bansos Jabodetabek saat itu diminta memberikan referensi teknis pemilihan rekanan penyedia paket bansos.

"Saudara tahu teknis penentuan dari penyedia dalam proyek ini (bansos)?" tanya Jaksa.

Hartono mengaku secara teknis tidak mengetahuinya. Tapi para Dirjen diminta mengajukan referensi. Beberapa pejabat disana diminta memberi referensi, hanya untuk sistem pengadaannya.

"Bahwa dalam rangka program bansos sembako, kita bisa melakukan penunjukkan langsung," ungkapnya.

Ia juga mengatakan dirinya tidak memberikan referensi kepada pihak penyedia atau vendor.

"Benar! Seingat saya tidak ada, yang kemudian datang ke kami untuk meminta sehingga saya teruskan," katanya.

Ia menjelaskan usulan penunjukan langsung lantaran kesulitan mencari perusahaan yang mau diajak kerjasama pengadaan paket bantuan sosial tahap I untuk wilayah Jabodetabek di tahun 2020.

Bahkan kata dia dari 22 perusahaan vendor yang diundang, hanya 5 yang bersedia mengikuti pengadaan tersebut.

Sebelumnya Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Mensos Juliari Peter Batubara dan 2 pejabat Kemensos Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.

Nilai proyek tersebut Rp1,9 miliar terkait dengan penunjukan Terdakwa melalui PT Tigapilar Agro Utama, sebagai penyedia Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial Tahun 2020 tahap 9, tahap 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.

Ardian dijerat dua dakwaan yakni pasal 5 UU Tipikor pada dakwaan pertama dan alternatif kedua pasal 13 UU Tipikor.

Sementara itu pada dakwaan Herry Van Sidabuke diduga menyuap menteri sosial Juliari Peter Batubara beserta 2 pejabat Kemensos lainya yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai total Rp1,2 miliar terkait dengan penunjukan Hery Sidabuke sebagai Penyedia Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial Tahun 2020 seluruhnya sebanyak 1,5 juta paket, melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sure.

Harry Sidabukke dijerat pasal 5 UU Tipikor pada dakwaan pertama dan alternatif kedua pasal 13 UU Tipikor. (G-2)

BACA JUGA: