JAKARTA - Muhammad Zulficar Mochtar mengundurkan diri dari jabatan Direktur Jenderal Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat mengetahui kebobrokan penetapan izin ekspor benih lobster atau benur. Menurutnya kebijakan ekspor benih lobster tak lagi mengarah keberlanjutan dan pro nelayan kecil.

"Saya mengundurkan diri sebagai Dirjen (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap) pertengahan Juni 2020," kata Zulficar di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (3/3/2021).

Setidaknya ada tiga alasan yang menjadi pertimbangannya saat memutuskan berhenti dari posisi Dirjen.

Pertimbangan pertama, Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang dikeluarkan mantan Menteri KP, Edhy Prabowo dinilai sudah tidak berpihak pada para nelayan kecil.

Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia diketahui baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020. Kebijakan itu juga tak lagi mendukung keberlanjutan.

Ia juga menyebut tak adanya tata kelola yang dijalankan dengan baik atas Permen tersebut.

Hal ini dibuktikan, meski belum ada Tanda Daftar Ekspor (TDP) maupun Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) yang ia tanda tangani, tapi kegiatan ekspor sudah berjalan.

"Kedua, saya melihat tata kelola tidak dijalankan dengan baik. Buktinya belum TDP, belum ada saya tanda tangan SPWP kok sudah di ekspor," kata dia.

Melihat hal ini, Zulficar menilai Permen yang diterbitkan Edhy Prabowo justru berpotensi membuka ruang pidana korupsi di lingkungan KKP khususnya terkait izin ekspor benur.

"Jadi, Menteri mendorong ekspor perlu dilakukan sehingga penyelesaian aturan administrasi pararel berjalan dengan penyusunan petunjuk teknis, bahkan sejak April sudah meminta pelaku usaha untuk paparan melalui staf khusus, padahal peraturan menteri belum ada," ucap Zulficar.

Staf khusus Edhy Prabowo yang juga menjadi ketua tim uji tuntas pengekspor benih lobster, Andreau Misanta Pribadi juga meminta agar pengurusan izin dapat dipercepat. Namun, Zulficar kala itu menolaknya.

"Akan tetapi, saya sampaikan harus ada patokan kuota dahulu berapa yang mau diekspor? Apakah 5, 10, 100 juta benih? Kalau tata kelola harus ada kuota sehingga harus dikonsultasikan. Staf khusus lalu konsultasi Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) dan BPSDMP mengirim surat pada tanggal 8 April 2020 bahwa bisa diekspor 139 juta," ungkap Zulficar.

Namun, angka 139 juta benih itu, menurut Zulficar, tidak melibatkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Komnas Kajiskan, kata Zulficar seharusnya berisi orang-orang independen yang melakukan riset.

"Akan tetapi, pada saat itu Pak Menteri tidak membentuk Komnas Kajiskan dan komnas baru dibuat pada bulan Desember 2020, jadi tidak ada riset untuk sampai ke nilai 139 juta, hanya karena nilai sudah keluar maka itulah yang kami jadikan rujukan dalam membuat rekomendasi," kata Zulficar menjelaskan.

Angka 139 juta, menurut Zulficar, juga membuat sejumlah pihak tidak nyaman karena dinilai terlalu kecil.

"Banyak yang tidak nyaman karena di bayangan mereka 139 juta terlalu kecil. Mereka itu, termasuk Pak Menteri, penasihat karena mereka pikir bisa ekspor hingga ratusan juta hingga miliaran. Pak Menteri dalam pertemuan informal juga mengatakan harusnya ini jumlah miliaran," kata Zulficar.

Belakangan Zulficar memutuskan mundur dari KKP pada 14 Juli 2020 karena merasa tidak cocok dengan kebijakan Edhy Prabowo.

Pada bulan Oktober 2020, Zulficar lalu mengetahui kuota ekspor benih lobster ditambah menjadi 418 juta.

Sebelumnya, selaku rekanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suharjito didakwa telah menyuap menteri KKP Edhy Prabowo sebesar US$103 ribu dan Rp760 juta dalam kurun waktu bulan Mei hingga November 2020 silam.

Pemberian suap tersebut dengan maksud supaya Edhy Prabowo mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), milik Suharjito.

Pemberian uang suap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo tersebut melalui perantara dan bekerja sama dengan Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri KP-RI. Kemudian Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf Pribadi Iis Rosita Dewi istri menteri dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK). (G-2)

 

BACA JUGA: