JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin Roll Royce di PT Garuda Indonesia Airlines (GIA) tahun 2005 -2014. Sidang dengan terdakwa mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno menghadirkan saksi dari Garuda ini memaparkan terkait pembiayaan pengadaan pesawat melalui perusahaan leasing.

Sidang yang dipimpin Hakim Rosmina digelar secara virtual dengan agenda pemeriksaan saksi saksi yang dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum KPK, Ariawan Agustiartono.

Jaksa menghadirkan empat orang saksi diantaranya :
1. Albert Burhan, VP Treasury Management PT Garuda Indonesia 2007-2012.

2. Muhammad Arif Wibowo, karyawan PT Air FAST Indonesia dan mantan PLH Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Garuda Indonesia 2011-2012.

3. Sunarko Kuntjoro, mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia 2005-2007.

4. Batara Silaban, mantan VP Air Craft Maintenance PT Garuda Indonesia tahun 207-2012 dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia tahun 2012-2014.

Saksi dihadirkan bersama-sama tapi diperdengarkan keterangannya satu persatu. Saksi pertama yang ditanya dan diperdengarkan keteranganya adalah Vice Presiden (VP) Treasury Management PT garuda Indonesia 2007-2012, Albert Burhan yang menerangkan terkait pengadaan pesawat.

Menurut Albert, di tahun itu ada pengadaan pengadaan pesawat di lingkungan Garuda Indonesia. Ada pesawat Airbus 3.20, ada pesawat Airbus 3.30 ada juga pesawat Bombardier dan juga perawatan mesin Roll Royce.

"Apakah itu menggunakan pembiayaan dari Garuda sehingga Garuda mengeluarkan uang untuk pengadaannya, bisa dijelaskan?," tanya Jaksa Ariawan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Jumat (19/2/2021).

Albert menjelaskan bahwa pada saat itu, karena kondisi keuangan sedang lemah, Garuda membelinya secara cicilan via leasing. "Sehingga menggunakan sumber keuangan dari eksternal, baik dari export credit maupun dari leasing company," jawab Albert.

Jaksa Ariawan menanyakan, baik dengan leasing company ataupun kredit dari Bank exim itu apakah Garuda terbebani untuk membayar.

"Artinya kan tadi tidak langsung membeli tetapi menggunakan pihak ketiga kemudian Garuda membayar, betul?" cecarnya.

Albert pun membenarkan hal itu. Jadi setelah pengadaan yang dibiayai oleh perusahaan leasing tersebut Kemudian secara teratur Garuda membayar bulanan biaya sewanya.

Kemudian Jaksa mempertanyakan sebelum menjadi pembiayaan sewa dalam pengadaan pesawat pasti ada pembayaran awal.

"Ada DP, Down Payment, itu yang membayar Garuda dahulu?" tanyal Jaksa Ariawan.

"Garuda dulu. Dari kas internal Garuda," jawab Albert langsung.

Albert mengakui bahwa saat pengadaan Bombardier, dia ikut di dalamnya, dan ia sedang menjabat sebagai VP Treasury PT Garuda Indonesia. Saat itu, Emir Syah Satar sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Menurutnya, dalam setiap pembahasan pengadaan tersebut, dirinya selalu ikut disetiap pembahasan. "Saya ikut di hampir semuanya," ujar Albert.

Menurut Albert, pada pengadaan persawat dengan kursi dibawah 100 shift atas perintah direksi Garuda membentuk tim dan melakukan meeting sebanyak 3 kali.

Tim mengkaji pesawat yang akan digunakan Garuda menggunakan tipe CRJ atau Embraer. Awalnya Embraer lebih baik dari CRJ pada dua kali pertemuan namun akhirnya pada meeting ketiga disimpulkan CRJ lebih baik dari Embraer.

Sidang dua kali diskorsing karena gangguan sinyal, majelis hakim pun meminta agar sidang selanjutnya Terdakwa Hadinoto dihadirkan ke Pengadilan.

Menurut JPU, Terdakwa Hadinoto tidak dapat dihadirkan karena masih lockdown, dan akan diusahakan minggu depan dihadirkan.

Jaksa KPK mendakwa dalam dua dakwaan yakni kesatu, Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik Garuda dan Direktur Produksi Citylink didakwa melakukan korupsi bersama dengan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar serta bersama Captain Agus Wahjudo.

Mereka diduga telah menerima uang fee dari rekanan Garuda yakni dari Airbus, Roll Royce dan Avions de Transport Regional (ATR) atas proyek pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Roll Royce tahun 2005-2014 lalu.

Uang suap senilai US$2,3 juta dan Euro477 ribu tersebut diserahkan melalui perantara atau broker yakni intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedardjo serta dari Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong ( HMI) dan Summerville Pasific Inc.

Kemudian dakwaan kedua, Hadinoto Soedigno menyamarkan uang fee yang diterimanya dengan mentransfer ke rekening keluarga yakni ke rekening atas nama Tuti Dewi, Putri Anggraini Hadinoto dan Rulianto Hadinoto. Yang kemudian ditarik tunai untuk keperluan pribadi Hadinoto Soedigno.

Jaksa KPK menjerat Hadinoto dengan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor pada Dakwaan kesatu dan Pasal Pasal 3 Undang-Undang Pencucian Uang pada dakwaan kedua dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. (G-2)

BACA JUGA: