JAKARTA - Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pemberian uang sebesar Sing$100 ribu (Rp1,068 miliar) dan US$20 ribu (Rp283,56 juta) dengan total Rp1,35 miliar kepada bekas Anggota IV BPK Rizal Djalil dan sejumlah pejabat di Kementerian PUPR.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Leonardo Jusminarta Prasetyo berupa penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi masa tahanan dengan perintah supaya tetap ditahan tahan dan denda sebesar Rp200.000.000, subsidiair 5 (lima) bulan kurungan," kata Anggota Tim JPU KPK, Ikhsan Fernandi Z di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti oleh Gresnews.com, Senin, (15/2/2021).

Jaksa juga menuntut kepada majelis hakim untuk menyatakan Terdakwa Leonardo Jusminarta Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Pertama.

Sebelum menjatuhkan tuntutan, Jaksa telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Terdakwa tidak berterus terang atas perbuatannya," jelas Jaksa Ikhsan di persidangan.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," sambungnya.

Leonardo Jusminarta Prasetyo sebelumnya didakwa oleh Jaksa telah memberikan uang sejumlah Sing$100 ribu (Rp1,068 miliar) dan US$20 ribu (Rp283,56 juta) sehingga total mencapai Rp1,35 miliar kepada mantan Anggota IV BPK Rizal Djalil dan sejumlah pejabat di Kementerian PUPR.

Adapun maksud tujuan pemberian uang tersebut agar Rizal Djalil mengupayakan perusahaan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).

Pada awalnya, Leonardo diperkenalkan oleh Febi Festia mantan adik ipar Rizal Djalil dalam sebuah acara kedinasan di Nusa Dua Bali. Leonardo memperkenalkan diri sebagai pengusaha konstruksi yang ingin berpartisipasi dalam proyek di PUPR.

Namun perkenalan itu hanya singkat. Lalu dua minggu kemudian Febi kembali mempertemukan Leonardo dengan Rizal di kediaman Rizal di Pasar Minggu. Dia menyampaikan keinginannya untuk mengerjakan proyek di PUPR.

Dari pertemuan tersebut, Rizal Djalil menyambut baik dengan menanyakan latar belakang bisnis, pendidikan dan pengalaman proyek-proyek yang pernah dikerjakan Leonardo.

Lalu pada Oktober 2016, Rizal memanggil Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Direktur PSPAM) Kementerian PUPR Mochammad Natsir dan menyampaikan temuan kegiatan pembangunan tempat evakuasi sementara di provinsi Banten. Namun Natsir mengatakan proyek itu bukan di Direktorat PSPAM.

"Yang kemudian dijawab oleh Rizal,"Saya tahunya Pak Nasirlah", kemudian Natsir menjawab "Iya Pak, nanti saya koordinasikan".

Rizal kemudian menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan dilaksanakan pemeriksaan khusus di Direktorat PSPAM dan dijawab Natsir "Silakan Pak".

Setelah itu, Leonardo dan Febi datang ke kantor Natsir di gedung Kementerian PUPR dan menegaskan bahwa dirinyalah orang yang dimaksudkan Rizal. Leonardo juga menyampaikan keinginan untuk ikut serta dalam lelang proyek di lingkungan Direktorat PSPAM. Natsir lalu mempersilahkan PT Minarta mengikuti lelang.

Rizal lalu menandatangani surat tugas pada 21 Oktober 2016 untuk melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR dan Instansi Terkait Tahun 2014, 2015 dan 2016 di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jambi.

Berkenaan dengan pelaksanaan PDTT tersebut, pada Desember 2016 pihak auditor melaporkan berdasarkan klarifikasi didapat laporan dari masing-masing PPK bahwa dalam dokumen Temuan Pemeriksaan (TP) terdapat temuan sejumlah Rp37,23 miliar. Setelah dilakukan klarifikasi antara Satker SPAM Strategis dengan Tim Pemeriksa BPK dalam pertemuan pada April 2017, dokumen temuan berubah menjadi Rp18 miliar.

Natsir kemudian menyampaikan pesan kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Tampang Bandaso bahwa ada proyek di Direktorat PSPAM yang diminati Rizal melalui kontraktor bernama Leonardo Jusminarta Prasetyo.

Natsir selanjutnya digantikan oleh Muhammad Sundoro alias Icun, dan Icun meminta agar Kepala Satger SPAM Strategis baru yaitu Rahmat Budi Siswanto mengakomodasi permintaan Rizal tersebut.

Direktur Teknis dan Pemasaran PT Minarta Misnan Miskiy pada pertengahan 2017 lalu menemui Rahmat Budi Siswanto dan minta dimenangkan dalam lelang. PT Minarta lalu dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek Hongaria 2 TA 2017-2018 yang lokasi pengerjaannya di wilayah Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur yang total nilainya Rp75,835 miliar.

Setelah PT Minarta memenangkan lelang, Leonardo menyetujui keinginan Misnan untuk memberikan uang kepada beberapa pejabat Direktorat PSPAM yaitu:

1. Kasatker SPAM Strategis Rahmat Budi Siswanto sejumlah Rp300 juta pada Desember 2017.

2. Ketua Poja Aryanda Sihombing menerima Rp600 juta secara bertahap sejak Desember 2017

3. Anggota Pokja Rusdi sejumlah Rp40 juta sekitar akhir Desember 2017.

4. Anggota Pokja Suprayitno sejumlah Rp15 juta pada akhir Desember 2017.

Kemudian pada Januari 2018 Tampang Bandaso melaporkan kepada Natsir bahwa hasil akhir PDTT di Satker SPAM Strategis tahun 2014, 2015 dan 2016 belum keluar, Natsir lalu meminta Leonardo menanyakan-nya kepada Rizal.

Uang kepada Rizal diserahkan Leonardo melalui karyawan PT Minarta bernama Yudi Yordan agar mengantarkan uang ke rumah Febi Festia sejumlah Sing$100 ribu dan US$20 ribu. Febi lalu menukarkan uang tersebut ke mata uang rupiah hingga mencapai Rp1 miliar.

Febi lalu menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar tersebut kepada Dipo Nurhadi Ilham yaitu anak Rizal Djalil pada 21 Marte 2018 di mall Transmart Cilandak sedangkan uang US$20 ribu dari Leonardo dipergunakan untuk keperluan pribadi Febi Festia.

Dipo pada malam harinya lalu menyerahkan "paper bag" berisi uang Rp1 miliar itu ke rumah Rizal dan meletakkan uang di meja ruang kerja Rizal. Selanjutnya Dipo menghubungi Rizal untuk memberitahukan bahwa titipan sudah diletakkan di meja dan diiyakan oleh Rizal.

Leonardo bersama Misnan Miskiy juga memberikan uang kepada pejabat di Kementerian PUPR antara lain:

1. Anggiat P Nahot Simaremare sejak Mei – 4 Oktober 2018 di kantor SPAM Pejompongan sejumlah Rp1,25 miliar.

2. Mochammad Natsir pada Juli 2018 di kantor staf ahli menteri PUPR sejumlah Sin$5 ribu.

3. M Sundoro alias Icun pada Juni 2018 di ruang kerja Direktur PSPAM sejumlah Rp100 juta.

Setelah menerima uang dari Leonardo, Rizal pada Juni 2018 memerintahkan tim audit agar laporan hasil PDTT proyek di lingkungan Ditjen Cipta Karya PUPR, termasuk proyek di SPAM Strategis tahun 2014, 2015 dan 2016 segera diselesaikan.

Selanjutnya pada Januari 2019 Rizal menandatangani Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas PDTT Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR serta Instansi Terkait Lainnya tahun 2014, 2015 dan 2016 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jambi dengan Nomor 03/LHP/XVII/01/2019 tanggal 8 Januari 2019 dengan hasil temuan seluruhnya sejumlah Rp4,2 miliar.

Atas perbuatannya tersebut, Leonardo Jusminarta diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Pertama. (G-2)

BACA JUGA: