JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi terkait putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap terdakwa Direktur Utama PT CMI Teknologi Raharjo Pratjihno. Rahardjo terbukti melakukan korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016.

"Setelah mempelajari putusan atas nama terdakwa Rahardjo Pratjihno, JPU KPK Tonny Pangaribuan telah menyatakan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang diterima Gresnews.com, Rabu (10/2/2021).

Ali mengungkapkan, kasasi diajukan jaksa penuntut pada KPK karena tidak puas dengan vonis yang berkaitan dengan uang pengganti. JPU KPK menuntut hakim menjatuhkan putusan berupa uang pengganti sebesar Rp60.329.008.009. Namun, hakim menjatuhkan putusan uang pengganti hanya sebesar Rp15.014.122.595.

"Adapun alasan kasasi antara lain JPU memandang ada kekeliruan dalam pertimbangan putusan hakim tersebut, terutama dalam hal jumlah nilai dari uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa," ungkap Ali.

Sebelumnya, kata Ali, PT DKI Jakarta, memutus dengan amar, pertama, menyatakan Terdakwa Rahardjo Pratjihno terbukti bersalah melakukan tindak pidana "secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi".

"Alasan dan dalil selengkapnya akan JPU uraikan dalam memori kasasi yang akan segera diserahkan kepada MA melalui PN Tipikor Jakarta Pusat," jelasnya.

Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Rahardjo dengan pidana penjara 9 tahun denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis Pengadilan Tinggi DKI ini lebih tinggi dibandingkan vonis Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan pidana 5 tahun penjara denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Rahardjo terbukti melakukan korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016. Proyek tersebut adalah pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Perkara tersebut pun telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar.

Hakim menyebut Rahardjo terbukti melakukan korupsi bersama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus Kepala Bakamla, Bambang Udoyo (PPK), Leni Marlena selaku Ketua ULP serta Juli Amar Maruf selaku koordinator ULP Bakamla.

Majelis hakim menyatakan Rahardjo dan PT CMI Teknologi menikmati keuntungan dari korupsi tersebut. Selain itu, dia juga memperkaya orang lain yaitu Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar.

PT CMI Teknologi adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha pengadaan produk-produk teknologi komunikasi dan telah beberapa kali menjadi rekanan (penyedia barang/jasa) bagi instansi pemerintahan.

Awalnya pada Maret 2016, Rahardjo mengusulkan kepada Kepala Bakamla saat itu Arie Soedewo dan Kepala Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) Bakamla Arief Meidyanto agar Bakamla mempunyai jaringan backbone sendiri (independen) yang terhubung dengan satelit dalam upaya pengawasan keamanan laut atau Backbone Surveillance yang terintegrasi dengan BIIS.

Bakamla mengajukan RAPB-P 2016 senilai total Rp400 miliar untuk pengadaan proyek tersebut. Ali Fahmi lalu berkoordinasi dengan pihak-pihak di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian Keuangan sebelum pembahasan anggaran di Komisi I DPR.

PT CMI Teknologi lantas keluar sebagai pemenang lelang pekerjaan pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS Bakamla TA 2016 dengan nilai penawaran Rp397,006 miliar. Namun pada Oktober 2016, Kemenkeu hanya menyetujui anggaran BCSS tersebut sebesar Rp170,579 miliar.

PT CMI Teknologi lalu melakukan subkon dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama ke 11 perusahaan. Hingga batas akhir 31 Desember 2016, Rahardjo tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut, bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi pada pertengahan 2017. Namun PT CMI Teknologi tetap dibayar yaitu sebesar Rp134,416 miliar.

Dari jumlah tersebut, ternyata biaya pelaksanaan hanya sebesar Rp70,587 miliar sehingga terdapat selisih sebesar Rp63,829 miliar sebagai yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla.

Nilai keuntungan tersebut dikurangi dengan pemberian kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar sehingga Rahardjo selaku pemilik PT CMI Teknologi mendapat penambahan kekayaan sebesar Rp60,329 miliar.

Pengadaan backbone yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi tersebut pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik.

Hal itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tanggal 29 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa meskipun semua Bill of Material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor, namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. (G-2)

BACA JUGA: