JAKARTA - Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberian suap kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebesar Rp 45,7 miliar. Hiendra membantah seluruh dakwaan jaksa KPK.

"Kami meminta kepada Majelis Hakim Yang Mulia menerima eksepsi ini seraya memutuskan dengan amar sebagai berikut, menyatakan menerima Eksepsi/Keberatan Terdakwa Hiendra Soenjoto," kata Penasihat Hukum Terdakwa Hiendra Soenjoto, Andrea Ronaldo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti Gresnews.com, Rabu (27/1/2021).

Andrea mengutip M. Yahya Harahap, menyebutkan bahwa dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dianggap obscure libel (kabur). Sehingga menjadi confusing (membingungkan) atau misleading (menyesatkan) yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri.

"Tindakan penegakan hukum yang menghadapkan serdakwa dengan Surat Dakwaan yang tidak jelas atau membingungkan, dapat dikualifikasikan sebagai "perkosaan terhadap hak asasi atas pembelaan diri," terangnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, dinyatakan bahwa Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP (syarat materil) adalah batal demi hukum (van rechtswege nietig/nul and void). M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa hal tersebut bersifat "imperatif", bukan fakultatif.

"Tidak ada pilihan hukum bagi Majelis Hakim selain daripada menyatakan dakwaan batal demi hukum (Null and Void),"ujar Andrea.

Penasihat hukum menilai dakwaan JPU tidak masuk akal kalau terdakwa menyuap untuk putusan yang kalah.
Terdakwa Hiendra Soenjoto hanya dijadikan kambing hitam dengan didudukkan sebagai pihak yang melakukan penyuapan terhadap Penyelenggara Negara untuk pengurusan Perkara Peninjauan Kembali No.116.PK/PDT/2015 tanggal 18 Juni 2015 atas Putusan Tingkat Kasasi No.2570 K/Pdt/2012 tanggal 23 Agustus 2013.

Atas dugaan penanganan perkara Peninjauan Kembali Terdakwa Hiendra Soenjoto disebutkan telah memberikan uang sejumlah Rp45.726.955.000 kepada Nurhadi melalui Rezky Herbiyono.

Dalam Surat Dakwaan halaman 7 alinea 2 Penuntut Umum secara tegas menyebutkan: "Bahwa pada tanggal 4 Juni 2015, pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak Gugatan PT. MIT sehingga pada tanggal 8 Juni 2015 PT. MIT mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Begitu pula, upaya hukum PK yang diajukan oleh PT. MIT juga ditolak oleh Mahkamah Agung Rl sesuai dengan Putusan No. 116 PK/Pdt/2015 tanggal 18 Juni 2015".

Atas dugaan penyuapan dengan maksud untuk penanganan Perkara Peninjauan Kembali adalah ditolak, itu artinya dalam pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Terdakwa tidak menggunakan jasa pihak lain untuk membantu guna memenangkan PT MIT.

Dengan fakta di atas muncul satu pertanyaan yakni kalau memang terdakwa tidak menggunakan Nurhadi untuk pengurusan perkara, mengapa memberikan uang senilai Rp45.726.955.000 kepada Rezky Herbiyono?

Jawaban untuk pertanyaan sinis di atas sebenarnya sudah dijawab oleh Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan.

Berdasarkan rincian penerimaan di atas sejatinya dapat dilihat fakta bila penerimaan Rezky Herbiyono atas pemberian terdakwa dimulai sejak pada 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

Andai kata pemberian tersebut dimaksudkan untuk penanganan perkara tentunya pemberian tidak akan kembali diberikan pada periode Juli 2015 sebab Putusan untuk perkara Peninjauan Kembali yang menjadi tumpuan Penuntut Umum menjerat terdakwa sudah diputus dengan ditolak sejak 18 Juni 2015.

Artinya diksi dan logika sesat Penuntut Umum yang menyebutkan bila pemberian disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerjasama dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) terbantahkan. Sebab memang faktanya demikian antara Rezky Herbiyono dengan terdakwa telah mengadakan kerjasama membangun PLTMH di Jawa Timur.

"Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkara ini muncul atas kecurigaan berlebihan KPK terhadap Nurhadi sehingga tindakan yang dilakukan oleh Rezky Herbiyono maupun Rahmat Santoso selalu dikaitkan dengan peran Nurhadi," tuturnya.

Selain itu, Penasihat hukum menilai dakwaan disusun tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga harus dibatalkan atau batal demi hukum.

"Kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo menyatakan Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima," kata Andrea.

Kemudian, apa yang dimaksud syarat lengkap menurut SE-004/J.A/ 11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan adalah bahwa Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (element) tindak pidana yang didakwakan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis di dalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.


Dengan kata lain berupa uraian yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

"Hal ini tidak mungkin akan dapat digambarkan atau dijabarkan oleh Penuntut Umum secara obyektif karena berkas perkara yang dijadikan dasar membuat Surat Dakwaan tidak memenuhi syarat formil dan syarat meteril," tukasnya.

Sekedar informasi Hiendra Soenjoto itu sendiri didakwa dengan dua dakwaan. Pertama didakwa dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua dia diancam pidana Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (G-2)

BACA JUGA: