JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, menyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebesar Rp 45,7 miliar untuk mengurus perkara di pengadilan.

"Memberikan uang sejumlah Rp 45.726.955.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Nurhadi," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Jumat (22/1/2021).

KPK mendakwa Hiendra Soenjoto memberikan uang tersebut untuk mengurus dua perkara. Perkara pertama, yaitu perkara antara PT Multicon melawan PT Kawasan Berikat Nusantara terkait dengan gugatan sewa menyewa depo kontainer milik PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) seluas 57 ribu meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi di kawasan Cilincing, Jakarta Utara.

Perkara kedua adalah gugatan yang dilayangkan Azhar Umar terkait sengketa kepemilikan saham di PT MIT. KPK menyebut uang miliaran rupiah diberikan oleh Hiendra melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Nurhadi dan Rezky telah disidang lebih dulu.

"Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili terdakwa yang melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa," kata Wawan.

Sewa menyewa lahan milik KBN oleh PT MIT seluas 57 hektare dan 26.800 meter persegi tersebut diduga bermasalah. Hiendra menunggak pembayaran pada 2010 sehingga berujung gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara hingga tingkat kasasi.

Karena kalah, Hiendra mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan juga mendapat surat penetapan tunda penyitaan atau pengosongan lahan. Hiendra menyewa lahan depo kontainer milik KBN tersebut sejak tahun 2003.

Adapun transaksi suap dari Hiendra Soenjoto kepada Nurhadi tersebut pemberian uangnya disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara Hiendra Soenjoto dengan Rezky Herbiyono.

Perbuatan terdakwa (Hiendra Soejoto) diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegas Jaksa Wawan.

Kemudian, dalam dakwaan kedua Hiendra Soenjoto diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas dakwaan yang diajukan, Hiendra Soenjoto beserta tim penasehat hukumnya menyatakan akan mengajukan ekespsi atau nota keberatan pada sidang pekan berikutnya. (G-2) 

BACA JUGA: