JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memperingatkan agar saksi Pinangki Sirna Malasari sekaligus terdakwa dalam kasus Surat Fatwa Mahkamah Agung (MA) berkata jujur dalam persidangan. Hakim bahkan mengancam akan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mendakwa Pinangki atas dugaan memberikan keterangan palsu.

Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) meminta konfirmasi Pinangki terkait percakapannya dengan Anita Dewi Kolopaking yang membahas action plan terkait fatwa Mahkamah Agung (MA). Pinangki mengaku tidak paham soal action plan itu.

Masih soal action plan, jaksa kemudian mengonfirmasi soal rencana pertemuan antara Pinangki, Anita Kolopaking, dan Andi Irfan Jaya. Namun Pinangki mengaku lupa.

Jaksa langsung mengonfirmasi hal itu ke Andi Irfan Jaya yang juga duduk sebagai saksi untuk dikonfrontasi dengan Pinangki. Namun jawaban Andi Irfan juga tidak menjelaskan rinci.

"Seingat saya nggak ada pertemuan di Februari. Seingat saya, saya nggak pernah ketemu Pinangki di Gunawarman," kata Andi Irfan dalam sidang di PN Tipikor Jakarta yang dihadiri Grenews.com, Selasa (29/12/2020).

"Saya di situ ada sama Irfan di chat itu. Tapi saya nggak tahu di Gunawarman apa nggak," jawab Pinangki menanggapi Andi Irfan.

Pinangki maupun Andi mengaku tak tahu perkara yang terjadi dalam pertemuan di kantor Joko Soegiarto Tjandra 106 Exchange Kuala Lumpur Malaysia.Padahal mereka saat itu berada dalam satu ruang dan meja makan.

"Karena kalau gini terus saya akan memerintahkan penuntut umum menetapkan saudara sebagai terdakwa untuk memberikan keterangan yang tidak benar, atau permintaan penasihat hukum," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis.

Saat inilah hakim Damis `mengancam` Pinangki dan Andi Irfan dengan dakwaan keterangan palsu di sidang.

"Karena kalau gini terus saya akan memerintahkan penuntut umum menetapkan saudara sebagai terdakwa untuk memberikan keterangan yang tidak benar, atau permintaan penasihat hukum," kata Damis.

Damis melanjutkan, jangan menambah kesulitan hingga didakwa dalam perkara yang lain. "Tidak elok, sangat tidak elok ketika kita mengetahui bahwa orang yang membohongi kita, saya mohon saudara berdua jujur. Tidak serta merta ketika saudara menyatakan tidak tahu, tidak benar dan sebagainya yang itu tidak serta melepaskan saudara dari tanggung jawab yuridis," jelasnya.

Kemudian, Dia menambahkan, belum tentu juga ketika mengatakan itu terdakwa akan dikatakan terbukti karena bukan hanya keterangan saudara yang dijadikan dalam perkara ini. "Saya mohon saudara berkata jujur," ujar Damis.

Damis menyatakan bahwa dari tadi sebetulnya Hakim dan Jaksa mengikuti alur keterangan saksi Pinangki, termasuk Irfan pada persidangan yang lalu.

"Dari awal saya sudah ingatakan saudara saksi Pinangki, agar berikan keterangan yang benar. Irfan juga sama pada waktu saudara memberikan keterangan pada persidangan, sudah saya ingatkan kepada saudara," tegasnya.

Menurut Damis, sangat tidak enak ketika semua yang hadir di persidangan tahu bahwa saksi membohongi peserta sidang yang hadir. Lalu saksi meneruskan kebohongan itu.

"Jaksa-jaksa ini adalah jaksa yang cukup lama berpraktik, advokat lama berpraktik, kami juga di sini bukan baru kemarin berpraktik kan gitu," ujarnya.

Secara psikologis dari bahasa tubuh, dari rangkaian keterangan ditambah lagi alat bukti elektronik dari situ bisa terlihat. Sebetulnya, setidaknya penuntut umum ingin melihat saksi jujur atau tidak, tidak lebih dari itu.

"Sebetulnya itu sendiri sudah jadi satu alat bukti tindak pidana korupsi. Tapi saudara berdua ini tidak mau jujur gitu. Sudah lanjut pak jaksa seterah sikap penuntut umum terhadap saksi saksi ini," ujanya.

Sebelumnya Jaksa mencecar Pinangki terkait pertemuan di kantar Joko Tjandra di Malaysia. Pinangki menjelaskan pertemuannya pada tanggal 25 November 2019 dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra di kantor Joko Tjandra di 106 Exchange Kuala Lumpur Malaysia.

Pertemuan itu dilakukan selama dua jam pada saat makan siang. Dan mereka berempat, Pinangki, Joko Tjandra, Anita Kolopaking dan Andi Irfan selalu berada di tempat ruang tersebut.

Jaksa menanyakan bahwa semua pembicaraan saat itu apakah bisa didengar. "Ada momen mungkin pada saat yang sama hanya mungkin jarak duduk saja Pak," jelasnya.

Pinangki pun menjelaskan letak duduk diantara mereka di meja makan panjang itu. Sehingga mereka saling berseberangan satu sama lain.

Kemudian, Pinangki awalnya mengatakan bahwa dalam pertemuan itu dirinya tidak yakin mendengar pembicaraan atau tidak. Namun untuk pembicaraan antara Joko Tjandra dengan Andi Irfan, ia mendengar hanya secara umum. "Ya, pada saat disitu memang tidak ada pembicaraan yang spesifik hanya bicara umum," terangnya.

Namun jaksa meminta penjelasan apa yang dimaksud pembicaraan secara umum itu. Lalu Pinangki menjelaskan bahwa hal itu terkait makan.

"Ya, hanya umum terkait makan atau apa. Terus kemudian kita kembali ke hotel dan itu tidak secara khusus untuk mengatakan, Apakah ada pembicaraan atau meeting mengenai masalah ada hukum atau apa, tidak ada," tutur pinangki.

Jaksa meminta Pinangki menjelaskan pembicaraan yang khusus itu apa. Menurut Pinangki itu ada, pembicaraan antara lawyer dengan klien.

"Nggak, yang saya tanyakan Andi Irfan Jaya?" cecar Jaksa.

Sepengetahuan Pinangki tidak ada yang di-share di depannya saat itu. Tapi mereka melakukan pertukaran nomor telepon.

Menurut Jaksa kalau hanya makan itu sebentar. Tapi ini mengapa sampai dua jam waktunya. "Kalau masalah makan kan sebentar?" tanya jaksa kembali.

Pinangki mengakui bahwa ada beberapa pembicaraan antara mereka yang dia tidak mengetahui. "Ya, tapi saya tidak mengetahui," jawabnya.

Selain itu, Pinangki membenarkan ada hubungan komunikasi melalui WA (whatsapp) dengan Anita Kolopaking.

"Apa yang saudara ingat, salah satunya atau salah duanya, Apa isinya?" cecar jaksa.

"Ya seperti yang disampaikan tadi. Bahwa ibu Anita minta saya tetap meminta saya untuk mencoba untuk meyakinkan Terdakwa (Joko Tjandra) agar tetap memakai Ibu Anita," terang Pinangki.

Komunikasi itu antara lain, mengenai masalah uang dan pembayaran. "Ibu Anita mengatakan bahwa belum ada pembayaran sampai sekarang begitu," kata Pinangki.

Selain itu, Pinangki menjawab WA dari Anita untuk menghubungi Joko Tjandra. "Ya telepon saja Pak Joko-nya. Silakan telepon ya," ujarnya.

Dalam dakwaan disebutkan pada pertemuan 19 November 2019, dibahas biaya-biaya yang harus dikeluarkan Joko Tjandra seperti tercantum dalam action plan yaitu sebesar US$10 juta, namun Joko Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan sebesar US$1 juta.

Action plan itu diserahkan Pinangki pada 25 November 2019 bersama-sama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya di kantor Joko Tjandra di Malaysia.

Kesepakatan untuk fee tersebut terjadi pada 25 November 2019 yang dihadiri oleh jaksa Pinangki, Pengacara Anita Kolopaking dan pengusaha yang menyediakan jasa konsultasi Andi Irfan Jaya di kantor Joko Tjandra di Kuala Lumpur.

Joko mengakui meminta satu orang pengacara dan satu orang konsultan kepada Pinangki. Lalu, Joko membagi tugas, untuk tindakan hukum dikerjakan Anita, lain-lainnya dikerjakan Andi Irfan.

Action plan itu yang dituangkan dalam proposal, terkait cara-cara untuk menyelesaikan masalah hukum yang melilit Joko Tjandra dari pelariannya atas kasus cessie Bank Bali. (G-2)

BACA JUGA: