JAKARTA- Sidang kasus penghapusan red notice Joko Tjandra masuk agenda pembacaan pledoi dari terdakwa Tommy Sumardi. Ia didakwa sebagai perantara suap dari Joko kepada mantan Kadivhubinter Mabes Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Mantan Kakorwas PPNS Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo.

Dalam pledoinya Tommy memastikan semua keterangannya baik dalam proses penyidikan maupun persidangan benar. Termasuk penerimaan uang yang diberikan kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo.

Ia membantah pihak Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo yang menuduh merekayasa kasus. Tommy mengaku baru bertemu lagi dengan Prasetyo Utomo tahun 2020 setelah mengenalnya tahun 1998. Apalagi dengan Napoleon Bonaparte, untuk apa bila ujung-ujung merekayasa kasus terhadap keduanya.

"Sungguh tidak masuk akal dan mengada-ada. Untuk apa saya merekayasa kasus, sementara saya sendiri menderita dalam penjara, tidak dapat bertemu istri dan anak-anak saya," kata Tommy Sumardi dalam Persidangan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Kamis, (17/12/2020).

Tommy juga meminta maaf kepada majelis hakim, karena dirinya lupa terkait waktu pemberian suap kepada Napoleon dan Prasetijo. "Saya mohon maaf karena usia dan tekanan fisik dan psikis selama dalam tahanan membuat saya agak linglung di persidangan ini," kata dia.

Selain itu, dia juga meminta keringanan hakim dalam menjatuhkan putusan nanti.

"Majelis hakim yang saya muliakan saya sudah berusia 63 tahun, Saya ingin mengisi sisa hidup saya dengan tenang bersama keluarga saya, demi tulus mohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan dan kesalahan saya, saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi," ujarnya.

Tommy berharap, demi keadilan kepastian hukum, Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepadanya.

"Saya percaya bahwa di dalam persidangan yang mulia ini. Majelis Hakim yang saya muliakan sudah dapat melihat fakta hukum yang terungkap dengan terang benderang, dan gambaran yang jelas, duduk perkara yang sebenarnya bahwa pengakuan saya bukanlah rekayasa dan itulah kebenarannya," tegas Tommy.

Kemudian,Tommy, menyampaikan bahwa seluruh hal yang telah disampaikan dalam persidangan ini adalah fakta yang sebenar-benarnya sebagaimana yang telah dia alami.

"Oleh sebab itu saya mohon agar diberikan keputusan yang seadil-adilnya kepada saya. Demikian nota pembelaan pribadi yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat mendapatkan kebaikan bagi siapa saja yang mendengarnya," tutupnya.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menerima Tommy sebagai justice collaborator dan mengajukan tuntutan hukuman 1 tahun 6 bulan pidana penjara kepada Tommy.

Tommy juga dituntut untuk membayar denda sejumlah Rp100 juta subsider 6 bulan pidana badan.

"Menyatakan Terdakwa Tommy Sumardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Jaksa.

Dalam melayangkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal memberatkan, Tommy dinilai tidak mendukung pemberantasan korupsi.

Sementara itu untuk yang meringankan,Tommy dinilai mengakui perbuatannya di dalam persidangan. Tommy, lanjut jaksa, juga bukan pelaku utama.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar S$200 ribu dan US$270 ribu, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai US$150 ribu.

Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Joko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.

"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Supaya Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi," kata Jaksa Penuntut Umum saat membacakan surat dakwaan, Senin (2/11/2020). (G-2)

BACA JUGA: