JAKARTA - Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dituntut hukuman dua tahun enam bulan penjara dalam kasus pengurusan surat jalan palsu. Jaksa Penuntut umum (JPU) meyakini, Brigjen Prasetijo bersalah telah memerintahkan membuat dokumen-dokumen palsu.

"Menuntut terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan," kata Jaksa Yeni Trimulyani saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang diikuti Gresnews.com, Jumat (4/12).

Jaksa menilai Prasetijo turut membantu dalam pembuatan surat jalan palsu untuk kedatangan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra ke Indonesia untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Menurut jaksa, Terdakwa Prasetijo terbukti melanggar tindak pidana dengan menyuruh memalsukan surat jalan secara berlanjut. Ia juga membiarkan orang melarikan diri dan bersama-sama melakukan tindak pidana serta menghalangi penyidikan, termasuk menghancurkan barang bukti.

Sebelumnya, jaksa memberikan pertimbangan dalam penuntutan perihal yang memberatkan maupun yang meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan, Prasetijo dianggap memberikan keterangan yang berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam persidangan.

"Bahwa sebagai pejabat hukum telah melalaikan jabatannya dan melanggar peraturan perundang- undangan dengan memanfaatkan jabatannya. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa, tidak pernah dihukum," tutur jaksa Yeni.

Atas perbuatannya, terdakwa dituntut melanggar tiga pasal, yakni Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 426 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 KUHP ayat 1, dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Atas hasil tuntutan yang dijatuhkan JPU, terdakwa Brigjen Prasetijo memutuskan mengajukan pledoi atau nota pembelaan terhadap hukuman 2 tahun 6 bulan tersebut. Agenda pledoi rencananya digelar pada Jumat 11 Desember 2020, pekan depan.

Sebelumnya, Brigjen Prasetijo Utomo telah didakwa jaksa bersama-sama Anita Dewi Anggraeni Kolopaking dan Joko Tjandra memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Joko Tjandra saat itu berstatus terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang jadi buron sejak 2009.

Dalam sidang perdana pada Selasa (13/10), JPU sempat menyebut jika Brigjen Prasetijo Utomo mencoret nama Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit. Pasalnya, dalam mekanisme pembuatan surat jalan, seharusnya ditandatangani oleh Komjen Listyo.

Oleh Brigjen Prasetijo, nama atasannya dicoret agar surat jalan palsu bisa segera terbit. Dia yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, meminta bawahannya untuk merevisi surat jalan tersebut.

"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS termasuk nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama saksi Brigjen Prasetijo Utomo dan pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," kata jaksa di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Keterlibatan Brigjen Prasetijo dalam perkara ini bermula saat Anita Kolopaking yang saat itu berstatus sebagai kuasa hukum Joko Tjandra mengurus Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saat itu, Joko Tjandra selaku pihak pemohon diwajibkan hadir untuk mendaftarkan PK tersebut. Joko Tjandra yang masih berstatus buronan saat itu sedang berada di Negeri Jiran, Malaysia. Berkenaan dengan itu, Anita langsung meminta bantuan pada Brigjen Prasetijo.

Selanjutnya, Brigjen Prasetijo mengutus saksi bernama Dody Jaya selaku Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan ke Pontianak, Kalimantan Barat dengan keperluan bisnis tambang.

Terkait perubahan surat jalan tersebut, jaksa menyatakan jika hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2017 tentang Naskah Dinas dan Data Persuratan Dinas di Lingkungan Polri. Namun, Brigjen Prasetijo tetap mengutus bawahannya agar tetap melakukan revisi surat.

Joko dan Anita Kolopaking didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan untuk Prasetijo didakwa melanggar tiga pasal, yakni Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 426 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 KUHP ayat 1, dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. (G-2)

BACA JUGA: