JAKARTA - Terdakwa pengusaha Tommy Sumardi memberikan tanggapan terhadap keterangan saksi mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karopenwas) Bareskrim Mabes Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Ia menyebut keterangan Prasetijo banyak yang tidak benar.

"Sekarang saya butuh tanggapan saudara atas keterangan saksi (Prasetijo)," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti Gresnews.com, Selasa (1/12/2020).

"Banyak yang tidak benar Yang Mulia," jawab Tommy.

"Saya yang arahkan saudara. Tadi ada keterangan saksi yang mengatakan bahwa yang saudara serahkan ke saksi Prasetijo ini hanya US$20 ribu. Berapa?" kata Damis.

Tommy menjelaskan Prasetijo melihat uang itu ketika di dalam mobil bersamanya.

"Itu pertama yang dilihat di mobil. Kok banyak banget Ji, Uang siapa itu? Saya hitung, saya akan serahkan ke sana. Ini saya bagi dua. Itu yang pertama, yang mulia," jawab Tommy.

Jumlah uang tersebut sebesar US$50 ribu bukan US$20 ribu seperti yang diterangkan oleh Prasetijo. Selain itu, ada lagi pemberian uang lainnya.

Damis memfokuskan materi mengenai uang. "Saya mau tanya uang dulu. Apakah hanya US$50 ribu?" tanyanya.

"Ada lagi yang mulia, US$50 ribu lagi. Berarti US$100 ribu," jawab Tommy.

Damis coba mengungkap keterangan saksi Prasetijo yang mengatakan bahwa saksi tidak mengetahui adanya penyerahan uang yang Tommy serahkan ke Kadivhubinter Napoleon Bonaparte. Tapi Tommy mengatakan ada yang Prasetijo ketahui.

"Tidak semuanya tahu tapi beliau ada yang tahu," kata Tommy.

Menurut Tommy, Prasetijo mengetahui penyerahan uang sejumlah US$50 ribu pada 27 April 2020. Dan hanya itu yang Prasetijo Utomo ketahui satu kali. Tommy beralasan Prasetijo mengetahui uang tersebut karena saat itu dirinya bersama Prasetijo dan Prasetijo melihat uang tersebut. "Ada, ada yang mulia. Dia lihat," tutur Tommy.

Selain itu Tommy menjelaskan mengenai pertemuan mereka bertiga, dirinya, Anita Dewi Kolopaking dan Prasetijo Utomo. Dalam keterangan Prasetijo, yang datang lebih dulu di kantor Prasetijo adalah Tommy. Baru kemudian menyusul Anita Dewi Kolopaking.

"Baru saya dulu di situ. Ditanya beliau (Prasetijo), `Pengacaranya ada nggak, Ji?` Saya hubungi Pak Joko Tjandra. `Pak Joko Tjandra, pengacara anda ada nggak?` `Ada Bu Anita`. Lantas Bu Anita disuruh, `Kalau memang ada, tolong ke Bareskrim. Karena Jenderal Prasetijo mau ketemu, mau menjelaskan semuanya`. Saya kan tidak begitu mengerti tentang itu," jelasnya.

Kemudian Tommy menelepon Anita dan bertanya, `Apa Joko Tjandra sudah menelepon`. Setelah mendapat telepon dari Joko, Anita langsung pergi ke Bareskrim untuk bertemu dengan Prasetijo. "Ya, sudah ketemu bertiga, yang mulia," ujar Tommy.

Tommy mengakui bahwa memang ada pertemuan tersebut dengan Prasetijo bersama Anita Dewi Kolopaking pada 27 April 2020.

Kemudian Damis bertanya terkait red notice. "Apakah ada dibicarakan?" katanya.

Tommy menerangkan red notice sudah dibicarakan waktu pertama kali bertemu dengan Prasetijo. Bahwa dia mau mengurus red notice. Untuk menanyakan kepada Kabaghubinter untuk mengurus DPO Joko Tjandra.

Tommy pun menelepon Joko Tjandra dan Joko mengatakan tolong bantu mengecek DPO-nya. Apakah dibuka atau belum. Karena kalau sudah dibuka red notice-nya maka dari luar negeri Joko sudah bisa masuk Indonesia. Tapi ini kenapa dirinya tidak bisa masuk.

"Nah saya tanya kepada beliau, Prasetijo. Tentang DPO beliau (Joko Tjandra). Dia bilang, nanti saya ketemukan dengan itu kakak saya, Abang saya, dengan Kadivhubinter," tutur Tommy.

Sementara, Brigjen Prasetijo Utomo tetap pada keterangannya mengenai pemberian uang US$20 ribu. "Tetap pada keterangan saya, yang mulia," katanya.

Selain itu, Prasetijo menolak keberatan Tommy yang mengatakan dirinya mengetahui dan melihat tentang pemberian uang ke Irjenpol Napoleon Bonaparte dari Tommy setidaknya satu kali dengan jumlah US$50 ribu.

Prasetijo pun tetap pada keterangannya tidak melihat uang tersebut. "Saya tidak melihat, yang mulia. Tanggal 27 kami tidak bertemu dengan Pak Napoleon," jawab Prasetijo.

Namun Prasetijo membenarkan bahwa ada pertemuan bertiga antara dirinya dengan Tommy Sumardi dan Anita Dewi Kolopaking. "Betul saya bertemu dengan junior saya, " kata Prasetijo.

Selain itu juga, Prasetijo menolak bila dirinya mengetahui Tommy Sumardi datang untuk mengurus red notice. "Saya tidak pernah diberitahukan. Dia hanya mau kenal dengan Pak Kadivhubinter," kata Prasetijo.

Namun Tommy Sumardi menyanggahnya. "Saya, yang mulia, beritahu. Saya mau tanyakan DPO-nya Pak Tjandra," cetus Tommy.

Namun Prasetijo tetap pada keterangannya di sidang. "Bahwa hanya mau ketemu dengan Kadivhubinter. Tidak ada pertanyaan bahwa beliau mau mengetahui tentang status DPO-nya Joko Tjandra," ungkapnya.

Sedangkan tanggapan Tommy atas keterangan saksi Anita membenarkan semua. "Betul, yang mulia," tukas Tommy.

Atas perkara ini, Tommy didakwa menyuap Irjen Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat Kadivhubinter Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo, yang saat itu menjabat Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.

Tommy diduga memberikan SG$200 ribu dan US$ 270 ribu kepada Irjen Napoleon Bonaparte dan US$150 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo. Jaksa menyebut uang tersebut berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Joko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO). (G-2)

BACA JUGA: