JAKARTA - Rekam jejak Jaksa Pinangki Sirna Malasari diungkap dalam persidangan. Rupanya Pinangki sebelum terjerat perkara suap dari Joko Soegiarto Tjandra pernah dijatuhi sanksi disiplin terkait urusan lain. Hal lainnya pertemuan dengan Joko Tjandra berawal dari tawaran bisnis power plant atau pembangkit listrik.

Jaksa Luphia Claudia Huae yang bertugas sebagai pemeriksa intelijen pada Inspektorat V Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung (Janwas Kejagung) yang membeberkan hal tersebut. Dia mengaku memeriksa Pinangki secara etik sewaktu foto Pinangki bersama Joko Tjandra terbongkar ke publik. Dari pemeriksaan itu, Luphia memeriksa rekam jejak Pinangki.

Berawal dari sebuah cuitan akun twitter dengan alamat @idn_project tanggal 16 Juli 2020, Jaksa Pinangki dilaporkan dan diperiksa oleh jaksa pengawas dan dijatuhi hukuman disiplin. Berupa pembebasan tingkat berat, dan pembebasan dari jabatan struktural dengan surat keputusan wakil Jaksa Agung RI nomor kep-IV/041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020.

"Terkait tugas saksi sebagai inspektorat, apakah saksi pernah melakukan pemeriksaan atau bahkan pada akhirnya menjatuhkan disiplin terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari?` kata anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KMS Roni di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti Gresnews.com, Senin (30/11/2020).

Luphia menjelaskan terhadap terdakwa pada saat itu dalam kapasitasnya sebagai pelapor berdasarkan cuitan twitter akun @idn_project yang pada saat itu menerangkan Pinangki melakukan pertemuan dengan Joko Tjandra. Hal tersebut dijadikan temuan untuk dilakukan proses klarifikasi dan ditindaklanjuti dengan proses inspeksi kasus pada pengawasan Kejaksaan Agung RI.

"Kami melakukan permintaan keterangan atau pemeriksaan awal terhadap terdakwa dalam kapasitasnya sebagai terlapor pada tanggal 21 Juli tahun 2020. Disitulah pertama bertemu dengan terdakwa," jawab Luphia.

Jaksa Roni kembali mencecar, "Apakah selain dari perkara cuitan twitter, terdakwa pernah dijatuhi hukuman disiplin?," tanyanya.

"Maka ditemukan bahwa saudara Pinangki Sirna Malasari pada tahun 2012 berdasarkan Keputusan Wakil Jaksa Agung RI Nomor Kep-014/WJA/01/2012 tanggal 13 Januari 2012 pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun," imbuhnya.

Namun Luphia mengaku lupa kasus apa yang membuat Pinangki diberi sanksi penurunan pangkat itu. Lantas dari data itu, disebut Luphia, menjadi pertimbangan pemberian sanksi etik untuk Pinangki terhadap kasus viral foto bersama Joko Tjandra.

"Berdasarkan klarifikasi, kemudian ditindaklanjuti inspeksi kasus, kemudian ada penjatuhan hukuman disiplin terhadap terdakwa, yakni pada 20 Juli 2020 dengan surat Wakil Jaksa Agung RI tanggal 29 Juli 2020 dengan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat: pembebasan dari jabatan struktural," kata Luphia.

Hukuman etik itu disebut Luphia karena Pinangki dianggap telah melakukan perbuatan tercela dan melakukan perjalanan dinas tanpa izin pada tahun 2019. Luphia mengatakan ada 9 perjalanan dinas tanpa izin selama 2019 yang dilakukan Pinangki.

"Sebelas kali perjalanan dinas di tahun 2019 itu pada 26 Maret, 22 Mei, 1 Juni, 26 Juni, 9 Agustus, 3 September, 4 Oktober, 19 November, 10 November, 25 November, dan 19 Desember. Itu ada dua yang dapat izin yaitu pada tanggal 1 Juni dan 3 September, dengan demikian (sisanya) tidak dapat izin," kata Luphia.

Luphia pun membenarkan ada pertanyaan mengenai dugaan penerimaan sesuatu barang atau uang saat pemeriksaan Pinangki atas cuitan akun twitter itu. Hal itu ditanyakan juga pada saat pengambilan keterangan.

"Namun jawaban dari terlapor pada saat itu bahwa dia jangankan Terima duit, kenal dengan Joko Tjandra juga tidak karena yang bersangkutan hanya mengenal Joe Can. Dan tidak ada penerimaan uang hanya menawarkan power plant," tuturnya.

"Bisa dijelaskan secara rinci jawaban terlapor saat itu?," tanya Jaksa.

Jadi kejaksaan pada saat itu menanyakan terkait dengan cuitan itu, apakah benar terlapor bertemu dengan Joko Tjandra, dengan menunjukkan foto. Terlapor menyampaikan bahwa benar bertemu, tapi pada saat itu, terlapor tidak mengenal orang tersebut sebagai Joko Tjandra.

"Jadi yang dikenal adalah Joe Can. Seperti itu. Untuk menawarkan power plant yang akan dijual ke Joe Can," terangnya.

Dalam pemeriksaan tentang perjalanan keluar negeri itu, saksi mengatakan bahwa disampaikan terlapor sebenarnya tidak secara umum. Jadi terlapor menerangkan bahwa dia ingin keluar negeri untuk melakukan pengobatan, baik pengobatan keluarga, ayah atau pribadi untuk melakukan itu saja. 

Majelis Hakim Ketua Ig Eko Purwanto mempertanyakan sikap Luphia yang dinilai tak detail menyelidiki pelanggaran disiplin Jaksa Pinangki.

Salah satunya ihwal proposal power plan yang menjadi alasan Pinangki bertemu dengan Joko Tjandra di Malaysia. Awalnya, dalam sidang dengan terdakwa Pinangki di Pengadilan Tipikor pada Senin, 30 November 2020, hakim meminta Luphia untuk membacakan hasil pemeriksaan timnya terhadap Pinangki.

Pinangki pernah bertemu dengan seseorang bernama Pujianto Kondosasmita di Singapura. Pujianto adalah orang yang akan menjual power plant. Kemudian, power plan itu ditawarkan Pinangki dan Rahmat kepada investor di Malaysia bernama Joecan, yang kemudian diketahui adalah Joko Tjandra.

Hakim lantas bertanya apakah Luphia sudah mendalami apa power plant itu. Luphia mengaku, berdasarkan pengakuan Pinangki, power plant adalah bisnis terkait pembangkit listrik. "Siapa yang berkecimpung di soal power plant itu antara terdakwa dan Rahmat?" tanya Hakim Ketua Ig Eko.

"Waktu itu tanyakan. Kami tidak perdalam," jawab Luphia.

Ia menjelaskan hanya memeriksa pelanggaran disiplin Pinangki, yakni melakukan perjalanan luar negeri tanpa izin. Terkait hal lain, Luphia menyerahkannya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.

"Anda kan jaksa bidang pengawasan jadi aneh kalau itu tidak diperdalam. Misalnya soal siapa yang bergerak di bidang pembangkit listrik dan lain-lain. Rahmat kah yang bidang pembangkit listrik?" tanya hakim.

"Dia koperasi," kata Luphia.

"Jadi enggak diperdalam jadi? Bagi majelis ini aneh karena pemeriksa harusnya detil," ucap hakim.

Dalam perkara ini, Pinangki didakwa menerima suap US$500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan oleh Joko Tjandra. Uang suap itu diterima Pinangki untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Joko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Joko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.

Putusan PK itu berkaitan dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Saat itu Pinangki menjabat sebagai jaksa di Kejagung.

Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor. (G-2)

BACA JUGA: