JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa penerimaan Hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait Perizinan Tambak, Usaha dan atau Pengelolaan Perikanan atau Komoditas Perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Eddy menyatakan diri mundur baik sebagai wakil ketua umum Partai Gerindra maupun sebagai menteri KKP.

"Dan saya mohon maaf kepada partai saya, saya dengan ini mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat menteri dan saya yakin prosesnya sudah berjalan. Saya akan hadapi dengan jiwa besar," kata Edhy dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) malam yang dihadiri Gresnews.com.

Selain itu ia juga meminta maaf ke Prabowo Subianto yang ia sebut sebagai gurunya yang sudah mengajarkan banyak hal.

Ia pun memohon maaf kepada ibunya. "Semoga masih kuat, dan saya masih kuat terhadap apa yang terjadi," kata Edhy.

Edhy pun memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat perikanan dan kelautan, yang mungkin banyak terkhianati seolah-olah dirinya melakukan pencitraan, tetapi tidak.

"Tetap semangat. Ini adalah kecelakaan dan saya bertanggung jawab. Saya tidak lari dan saya akan beberkan apa yang saya lakukan dan ini tanggung jawab saya kepada dunia dan akhirat. Saya terima kasih kepada temen-temen media yang sabar. Ini akan saya jalani pemeriksaan ini dan tetap sehat. Mohon doa," harap Edhy.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kegiatan tangkap tangan terhadap Menteri KKP Edhy Prabowo dan mengamankan 17 (tujuh belas) orang pada hari Rabu tanggal 25 November 2020 sekitar jam 00.30 Wib di beberapa tempat, yaitu Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok (Jawa Barat) dan Bekasi (Jawa Barat).

Adapun 17 orang yang diamankan antara lain, 1. EP (Edhy Prabowo) selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, 2. IRW (Iis Rosyati Dewi) selaku Istri EP (Edhy Prabowo), 3. SAF (Safri) selaku Stafsus Menteri KKP, 4. ZN (Zaini) selaku Dirjen Tangkap Ikan KKP, 5. YD (Yudha) selaku Ajudan Menteri KKP, 6. YN (Yeni) selaku Protokoler KKP, 7. DES (Desri) selaku Humas KKP, 8. SMT (Selamet) selaku Dirjen Budi Daya KKP, 9. SJT (Suharjito) selaku Direktur PT DPPP, 10. SWD (Siswadi) selaku Pengurus PT ACK, 11. DP (Dipo) selaku Pengendali PT PLI, 12. DD (Deden Deni) selaku Pengendali PT ACK, 13. NT (Nety) selaku Istri dari SWD (Siswadi), 14. CM (Chusni Mubarok) selaku staf Menteri KKP, 15. AF (Ainul Faqih) selaku staf istri Menteri KKP, 16. SA (Syaihul Anam) selaku Staf Menteri KKP, 17. MY (Mulyanto) selaku Staf PT Gardatama Security.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menjelaskan mengenai kronologi Tangkap Tangan tersebut. "KPK menerima informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh Penyelenggara Negara," kata Karyoto kepada Gresnews.com, Kamis (26/11/2020).

Selanjutnya pada tanggal 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Penyelenggara Negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia.

"Selanjutnya pada hari Selasa tanggal 24 November 2020, Tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok (Jawa Barat) dan Bekasi (Jawa Barat) untuk menindaklanjuti adanya informasi dimaksud," kata Karyoto.

Karyoto menambahkan, pada sekitar pukul 00.30 WIB, Tim langsung melakukan pengamanan di beberapa lokasi, diantaranya untuk yang di Bandara Soekarno Hatta a. EP, b. IRW, c. SAF, d. ZN, e. YD, f. YN, g. DES, h. SMT.

Sedangkan untuk yang dI rumah masing-masing pihak antara lain, a. SJT, b. SWD, c. DP, d. DD, e. NT, f. CM, g. AF, h. SA, i. MY.

Para pihak tersebut selanjutnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM BNI atas nama AF, Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV.

Karyoto menuturkan mengenai konstruksi perkara, diduga telah terjadi pada tanggal 14 Mei 2020, EP selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk APS (Andreau Pribadi Misata) selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan SAF selaku Staf Khusus Menteri sekaligus menjabat selaku Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

"Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," tutur Karyoto.

Selanjutnya pada awal bulan Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPPP (Dua Putra Perkasa Pratama) datang ke kantor KKP di lt.16 dan bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (AERO CITRA KARGO) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.

"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564," ungkapnya.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango melanjutkan, berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari AMR dan AMD yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut.

"Selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan AMD masing-masing dengan total Rp9,8 miliar," terangnya.

Kemudian pada tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening AMD ke rekening salah satu bank atas nama AF sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan EP, IRW, SAF dan APM.

Antara lain, pertama, penggunaan belanja oleh EP dan IRW di Honolulu AS ditanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp750 juta berupa Jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

Kedua, uang dalam bentuk US$100.000 dari SJT yang diterima melalui SAF dan AM (Amiril Mukminin tidak dibacakan). Ketiga, setoran ke Perusahaan Gardatama Security sebesar Rp5,7 miliar dan keempat kepada stafsus (SAF dan APM) sebesar Rp436 juta.

Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara. KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

"KPK menetapkan 7 Orang Tersangka antara lain 6 orang sebagai Penerima 1. EP, 2. SAF, 3. APM, 4. SWD, 5. AF, 6. AM, dan satu orang sebagai Pemberi yaitu SJT," kata Nawawi.

Para Tersangka tersebut disangkakan sebagai penerima melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Para tersangka tersebut saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020, antara lain 1. EP, 2. SAF, 3. APM, 4. SWD, 5. AF, 6. AM, 7. SJT.

Nawawi menuturkan bahwa pejabat publik saat dilantik telah bersumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Karena itu KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut.

Dengan mengemban tugas secara amanah serta tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok.

Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan seorang pejabat publik memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara.

"Karenanya jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya," tutupnya. (G-2)

BACA JUGA: