JAKARTA -  Kisah hilangnya red notice buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Joko Sugiarto Tjandra menarik untuk disimak. NCB Interpol Lyon Perancis rupanya pernah mengingatkan NCB Interpol Indonesia bahwa red notice Joko Tjandra akan kadaluarsa enam bulan sebelum berakhir. Pemberitahuan tersebut diterima pada 10 Januari 2019.

Red notice merupakan deklarasi Interpol guna mencari buronan kejahatan atas permintaan negara-negara yang menjadi anggota.

Hal itu disampaikan saksi Bartholomeus Made Oka Pramono, kerap disapa Pramono, dalam sidang lanjutan Tommy Sumardi, perantara suap dari Joko Tjandra kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte serta kepada Kakorwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjenpol Prasetijo Utomo.

Pramono adalah Kabag Kominter NCB Interpol Indonesia, ia membenarkan adanya pemberitahuan atau alert dari NCB Interpol, Lyon, Perancis, untuk Joko Tjandra.

"NCB Lyon menanyakan apakah akan diperpanjang atau tidak. Mungkin berkaitan dengan surat ini kurang jelas, karena memang itu tugas pokok saya. Saya terima dan saya salurkan ke Tata Usaha Urusan Dalam (TAUD). Untuk surat ke TAUD saya tidak monitor lagi," kata Pramono di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti Gresnews.com, Kamis (19/11/2020).

Purnomo mengakui tidak melaporkan hal tersebut ke atasannya, baik ke Kadivhubinter dan Kepala NCB. Selain itu, dia pernah pernah satu kali mengakses jaringan terkait status Joko Tjandra.

Saat itu ia diminta mengakses dan ditanyakan oleh Kadiv Irjen Napoleon melalui Kabag Kombes Tommy. "Hanya menanyakan, Pak Kadiv menanyakan status red notice Joka Tjandra," jelasnya.

Setelah mengetahui itu, Purnomo langsung bertindak melakukan pengecekan di sistem ECS. "Ada perintah bulannya April atau Mei. Hasilnya negatif tidak ada. Kosong," ungkapnya.

Hasil tersebut segera dilaporkan secara lisan kepada Kadivhubinter bahwa hasilnya negatif sudah terhapus nama Joko Tjandra. Selain itu, ia juga menyampaikan ke NCB Brigjen Slamet Wibowo.

Purnomo menjelaskan bahwa alert atau peringatan dari Lyon status red notice sudah memasuki status alert hanya bisa terkirim ke NCB Interpol. Alert pertama datang 6 bulan sebelum habis. Red notice itu berlaku selama lima tahun dan sebelum masa berakhir, empat tahun lebih akan datang alert.

Menurutnya, selaku Kabag Kominter NCB Jakarta tak dapat menerbitkan atau menghapus red notice, termasuk red notice Joko Tjandra. Karena tugasnya memang bukan fokus di pengecekan namun hanya pelayanan.

Kecuali jika ditanyakan baru bisa. "Bisa dari aparat penegak hukum melalui Kabagjaminter ke kami. Jadi harus dari Kabagjaminter," terangnya.

Pada Juli 2020, Purnomo pernah menerima permintaan penerbitan red notice Joko Tjandra. Saat itu, dia dipanggil Kadiv yang meminta penerbitan red notice Joko Tjandra kembali. "Kami berkoordinasi dengan Jaminter jadi mereka yang menyiapkan data-dataya, kami menyiapkan perangkatnya diisi dan di submit ke Lyon," jelasnya.

Untuk pembuatan red notice tersebut, harus ada tanda tangan dari otoritas NCB Jakarta. Misal dari Kadiv atau sekretaris baru bisa diterima oleh Lyon. Berkaitan dengan penerbitan red notice itu harus masuk ke kejahatan internasional, baru dapat mengajukan formnya melalui Kadivhubinter. Sedangkan untuk penghapusan red notice itu hampir sama.

Sementara itu kesaksian Kasubid Pencekalan 2018-2020 (Juli) PNS Kemenkuham Sandy Andaryadi menerangkan bahwa permohonan red notice nama Joko Tjandra diajukan oleh kejaksaan untuk dimasukkan kedalam sistem Cegah Tangkal imigrasi melalui Aplikasi ECS.

"Yang terintegrasi dengan Border Control Management yang terdapat diseluruh pintu masuk dibandara dan pelabuhan di seluruh Indonesia," kata Sandy.

Sebelumnya Polri mengaku tidak menghapus red notice untuk buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Joko Sugiarto Tjandra. "Jadi polisi bukan menghapus, bukan, enggak bisa, yang menghapus Interpol di Lyon, Prancis," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Menurut penjelasan Polri sebelumnya, red notice akan terhapus otomatis dari basis data Interpol setelah melewati batas waktu lima tahun. Polri merujuk pada article atau pasal nomor 51 dan 68 di "Interpol’s Rules on The Processing of Data".

Di article nomor 51, kata Argo, tertulis soal penghapusan data oleh sistem. Kemudian, article nomor 68 disebutkan bahwa file atau red notice memiliki batas waktu lima tahun. Maka dari itu, menurut keterangan Polri, red notice Joko Tjandra terhapus secara otomatis pada 2014 karena telah melewati batas waktu sejak diajukan Kejaksaan Agung pada 2009.

Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo kemudian mengirim surat kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham di tahun 2020. Surat dengan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020 tersebut ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri.

Melalui surat tersebut, Nugroho menyampaikan terhapusnya red notice untuk Joko Tjandra sejak 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung. Argo menegaskan, surat tersebut hanya untuk memberi informasi mengenai terhapusnya red notice Joko Tjandra. “Kalau yang kemarin surat oleh Pak Sekretrasi NCB itu kan menyampaikan ke Imigrasi, ini lho red notice-nya sudah terhapus,” ujarnya. Kini, Nugroho serta atasannya, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte telah dimutasi.

Argo menyebutkan, keduanya diduga melanggar kode etik karena tak menjalankan prosedur perihal administrasi. “Ada beberapa SOP (standar operasional prosedur) di administrasi yang tidak dilakukan oleh Brigjen NS dengan Kadiv Hubinter, maka itulah yang diberikan etik di sana,” tuturnya. Sayangnya, Argo tak merinci lebih lanjut perihal pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Nugroho dan Napoleon. Namun, beberapa waktu lalu, Argo sempat menyebutkan, Napoleon diduga lalai dalam mengawasi jajarannya.

Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap dua petinggi Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte serta Brigjen Prasetijo Utomo. Suap tersebut merupakan pemberian dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra agar namanya dihapus dalam red notice Interpol Polri.

Atas perbuatannya, Tommy didakwa melanggar Pasal 13 Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (G-2)

BACA JUGA: