JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno dengan hukuman 7 tahun pidana penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa meyakini Rahardjo terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek Backbone Coastal Surveillance System yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System.

"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta yang dihadiri Gresnews.com, Jumat (2/10/2020).

Selain pidana penjara dan denda, jaksa juga menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Rahardjo berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp60,329 miliar. Jaksa akan menyita dan melelang harta benda Rahardjo jika tidak membayar uang pengganti dalam waktu sebulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. "Dan jika tidak mempunyai harta benda yang cukup maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Jaksa.

Dalam menjatuhkan tuntutan ini, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai Rahardjo sudah berusia lanjut, belum pernah dihukum, dan mempunyai tanggungan keluarga.

Sementara untuk hal yang memberatkan, jaksa menilai perbuatan Rahardjo tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Rahardjo juga tidak merasa bersalah dan memberikan keterangan berbelit-belit dalam persidangan.

"Terdakwa juga tidak mempunyai iktikad baik mengembalikan hasil tindak pidana korupsi yang telah dinikmatinya," kata Jaksa.

Raharjo Prayitno dituntut bersalah bersama dengan Bambang Udoyo selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Bakamla RI, Leni Marlina, selaku ketua unit pengadaan Bakamla RI dan Juli Amar Ma`ruf selaku anggota atau koordinator ULP Bakamla RI pada bulan Maret 2016 sampai Desember.

Dalam tuntutannya, jaksa juga menyebut terdakwa telah terbukti melakukan korupsi bersama Ali Fahmi alias Fahmi Alhabsy yang kini buron. Politikus PDIP yang bertindak selaku staff khusus kepala Bakamla itu pun diduga mendapat keuntungan Rp3,5 miliar.

Jaksa juga mengurai dalam proyek perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI tersebut dikerjakan tidak tuntas hanya 85% saja yang diselesaikan.

Itu pun pekerjaan yang dibayar senilai Rp134 miliar rupiah kemudian disubkontrakan dengan nilai proyek Rp70 miliar. Ada selisih yang merupakan kerugian negara sebesar Rp63 miliar.

Dari selisih yang menjadi kerugian negara tersebut oleh JPU KPK, Raharjo dinilai telah memperkaya diri Rp60 miliar dan digunakan untuk membeli mobil mewah, dua buah ruko di Bandung seharga Rp8 miliar, serta sebuah rumah di Bandung senilai Rp4 miliar.

Atas tuntutan 7 tahun tersebut Rahardjo Pratjihno menyatakan tuntutan tersebut tidak masuk akal. Raharjo pun kemudian menyatakan akan mengajukan nota pembelaan pribadi diikuti oleh tim penasehat hukumnya. (G-2)

 

 

BACA JUGA: