JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menemukan bukti baru dalam kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) dan pengacara Joko Tjandra, Anita D. Kolopaking berupa bukti percakapan yang menyebut istilah "bapak-bapakmu" dan "kingmaker" sebagai pihak penegak hukum yang diduga akan membantu memuluskan upaya hukum Joko. Bila bukti tersebut tak ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), MAKI akan melakukan gugatan praperadilan terhadap KPK.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, ia bakal menyebarluaskan foto atau salinan percakapan antara Pinangki dan Anita yang terjadi melalui aplikasi Whatsapp itu.

"(Hal itu dilakukan) dalam melakukan pengurusan fatwa (Mahkamah Agung) untuk membantu pembebasan JST (Joko Tjandra) dari perkara yang membelitnya berupa penjara dua tahun atas perkara dugaan korupsi cessie hak tagih Bank Bali," kata Boyamin kepada Gresnews.com, Senin (21/9/2020).

Dokumen percakapan setebal 200 halaman itu sudah diserahkan oleh Boyamin kepada KPK. Ia juga sudah memberikan penjelasan kepada pihak KPK disertai tambahan dokumen pada Jumat, 18 September 2020. Bahan-bahan tersebut, kata Boyamin, semestinya dapat digunakan oleh KPK untuk melakukan supervisi dalam gelar perkara bersama-sama Bareskrim dan Kejagung.

"Kami tetap meminta KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan baru atas bahan materi `Bapakku dan Bapakmu` dan `Kingmaker` dikarenakan telah terstruktur, sistemik dan masif (TSM) atas perkara rencana pembebasan JST," tuturnya. "Praperadilan yang akan kami ajukan nanti adalah juga dipakai sarana untuk membuka semua isi dokumen tersebut agar diketahui oleh publik secara sah di hadapan hakim.".

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan siap menyelidiki bukti percakapan yang diungkap MAKI karena perkara itu sudah dilimpahkan ke pengadilan. "Terbuka bagi KPK untuk memulai penyelidikan pada nama-nama yang disampaikan MAKI sepanjang memang didukung bukti yang cukup untuk itu," kata Nawawi, Sabtu (19/9/2020).

Nawawi mengacu pada Pasal 10A ayat (2) huruf (a) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dalam pasal itu, menurutnya, KPK bisa menindaklanjuti laporan masyarakat yang tidak diusut oleh penegak hukum yang lain.

Itu juga selaras dengan ruang yang dibuka oleh Pasal 10A ayat (2) huruf (a) UU KPK, yaitu jika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, maka KPK dapat langsung mengambil alih dan menindaklanjutinya sendiri.

Sementara itu Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia sebagai saksi kasus itu, Senin (21/9/2020). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, pemeriksaan ketiganya untuk mendalami perjalanan Pinangki dan Andi Irfan Jaya bertemu Joko Tjandra di luar negeri.

"Untuk mencari alat bukti tentang perjalanan ke luar negeri Jaksa PSM bersama tersangka AIJ dan kemudian bertemu dengan tersangka JST,” ungkapnya melalui keterangan tertulis, Senin.

Berdasarkan keterangan Kejagung, saksi yang diperiksa adalah Manager Station Automation System PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Muhammad Oki Zuheimi, Manager Fraud Prevention PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Herunata Joseph, dan Manager Reservation Ticketing & Distribution System PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Yeno Danita.

Pertemuan antara Pinangki, Andi, Anita Kolopaking dan Joko diduga terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, pada November 2019. Anita adalah mantan pengacara Joko. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus lain yang masih terkait dengan pelarian Joko Tjandra.

Dalam pertemuan di Malaysia itu, Joko Tjandra diduga setuju meminta bantuan Anita dan Pinangki untuk membantu mengurus fatwa. Pinangki dan Anita juga bersedia membantu.

Joko Tjandrs diduga bersedia memberikan imbalan sebesar US$1 juta atau sekitar Rp14,85 miliar kepada Pinangki. Berdasarkan keterangan Kejagung, Pinangki menyusun proposal action plan untuk membantu mengurus fatwa.

Proposal itu telah diserahkan ke Joko Tjandra melalui Andi. Akan tetapi, Joko Tjandra membatalkan kerja sama mereka lantaran tidak ada rencana seperti dalam proposal Pinangki yang terlaksana. Padahal, Joko Tjandra sudah memberikan uang US$500.000 sebagai uang muka. Dari total uang tersebut, Pinangki diduga memberikan US$50.000 kepada Anita sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum.

Sementara itu, uang yang masih tersisa digunakan Pinangki untuk membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, menyewa apartemen atau hotel di New York, membayar kartu kredit, serta membayar sewa dua apartemen di Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, Pinangki akan menjalani proses persidangan pada Rabu (23/9/2020). Ia dijerat dengan pasal berlapis terkait dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). (G-2)

BACA JUGA: