JAKARTA - Kartu prakerja adalah program strategis pemerintah namun hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan adanya konflik kepentingan dalam program tersebut. ICW pun menggugat Kementerian Koordinator Perekonomian tentang Keterbukaan Informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP).

Peneliti ICW Almas Sjafrina menyatakan ditemukan sejumlah kejanggalan dalam program Kartu Prakerja dan ada sejumlah persoalan lain yang perlu diklarifikasi. Kajian ICW menekankan perlunya dibuka ke publik bagaimana kontrak kerja sama antara Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja dan delapan perusahaan platform digital mitra resmi Kartu Prakerja, yaitu Ruangguru, Tokopedia, Bukalapak, Sekolahmu, Maubelajarapa, Pintaria, Pijar Mahir.

"Jadi kalau ditanya kepentingannya apa, ya menurut kami memang seharusnya pemerintah dalam melakukan program itu atau pelaksanaan program Kartu Prakerja ini lebih terbuka lagi kepada publik," kata Almas kepada Gresnews.com, Jumat (18/9/2020).

Apalagi, Almas melanjutkan, Kartu Prakerja dimasukkan sebagai salah satu program penanganan COVID-19 atau dimasukkan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang diberikan kepada masyarakat.

"Kami juga bertanya-tanya mengapa program ini dimasukkan ke situ. Kami ingin melihat lebih jauh bagaimana kemudian pemerintah melakukan kerjas ama dengan platform digital itu," ucapnya.

Almas menuturkan sidang telah berlangsung selama tiga kali. Gugatan diajukan 12 Mei 2020.

ICW sendiri belum tahu tanggal berapa sidang lanjutannya. Majelis komisioner Komisi Informasi Publik masih melakukan sidang dengan termohon untuk melihat apakah perjanjian kerja sama Kartu Prakerja itu bisa diberikan kepada pemohon atau tidak.

"Jadi posisinya kita sekarang sedang menunggu panggilan ketiga," ujarnya.

Untuk hasilnya, kata Almas, saat ini belum didapatkan. Karena ada perdebatan antara pemohon (ICW) dan pihak termohon (Kemenko Perekonomian).

ICW menilai informasi yang dimohonkan itu adalah informasi yang terbuka. Dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa dokumen perjanjian kerja sama antara badan publik dengan pihak ketiga itu adalah informasi yang terbuka, informasi publik. Sehingga publik harusnya bisa mendapatkan informasi tersebut.

Tetapi kemudian dari pihak Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja menganggap dokumen tersebut tidak bisa diberikan karena di dalamnya ada klausul informasi yang dirahasiakan.

"Nah, dalam pandangan kami berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, informasi yang dikecualikan itu harus ada uji konsekuensi dulu ke Komisi Informasi Publik (KIP)," jelasnya. "Tidak bisa badan publik secara sepihak memutuskan bahwa informasi tersebut bersifat rahasia atau dikecualikan dari publik. "Jadi masih ada perdebatan di situ."

Pada persidangan virtual yang digelar oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) Rabu, 16 Mei 2020, ICW berkesimpulan bahwa Kemenko Perekonomian tak paham keterbukaan informasi, dan terindikasi mengulur waktu hingga menghambat hak warga untuk memperoleh informasi publik.

ICW menuntut untuk membuka dokumen notulensi dan daftar hadir pembahasan program Kartu Prakerja antara Manajeman Pelaksana dan delapan platform digital yang disebut oleh Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky dilakukan pada akhir 2019.

Permintaan itu didasari atas pernyataan Panji Winanteya Ruky. Pada April 2020, ia menyatakan sebelum menggelar nota kesepahaman dengan delapan platform digital, pemerintah telah melakukan pembahasan dengan delapan platform mitra Kartu Prakerja.

Pembahasan itu diadakan pada akhir tahun 2019 dan dipimpin oleh pimpinan Kemenko Perekonomian dan Kantor Staf Presiden.

Kemudian, dokumen mengenai mekanisme pendaftaran dan panduan pelaksanaan kurasi lembaga pelatihan yang mendaftar sebagai mitra program, serta dokumen mengenai perjanjian kerja sama antara Manajemen Pelaksana dengan delapan mitra Kartu Prakerja.

Pada sidang sebelumnya, pihak Kemenko Perekonomian menyebut bahwa dokumen perjanjian kerja sama antara Manajemen Pelaksana program Kartu Prakerja dan delapan platform digital merupakan informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan.

Pada saat yang bersamaan, dokumen tersebut disebut tidak dikuasai oleh Kemenko Perekonomian. Namun, Kemenko Perekonomian belum melakukan uji konsekuensi di KIP sehingga pengecualian dan sifat rahasia dokumen tersebut tidak berdasar.

Dalam sidang ketiga (16/09), pihak termohon informasi yang diwakili oleh tim hukum Kemenko Perekonomian juga menghadirkan tim hukum Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.

Namun, kehadiran pihak-pihak tersebut tetap tidak menjawab masalah sengketa informasi yang ICW ajukan. Penjelasan dari pihak manajemen pelaksana mengukuhkan ketertutupan badan publik dan menunjukkan bahwa pihak termohon tidak memahami dan memegang prinsip keterbukaan informasi.

Keabsahan kehadiran Manajemen Pelaksana juga patut dipertanyakan karena tidak disertai surat kuasa dari Kemenko Perekonomian.

Dalam persidangan sengketa informasi, pihak Kemenko Perekonomian menyatakan bahwa notulensi rapat mengenai program Kartu Prakerja pada akhir 2019 tidak ditemukan. Pihak Kemenko Perekonomian lalu menambah keterangan bahwa tidak ada rapat yang digelar.

Pernyataan tersebut lantas membawa pada dua kesimpulan. Pertama, buruknya koordinasi antara Kemenko Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.

Kedua, Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky menyampaikan kebohongan publik. (G-2)

BACA JUGA: