JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan dokumen perjalanan yang diduga gratifikasi yang diterima oleh jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Dokumen itu disebut berisi bukti perjalanan ke luar negeri Pinangki untuk bertemu dengan Joko Tjandra.

"Acara menyerahkan dokumen perjalanan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Gresnews.com, Kamis (6/8/2020).

Boyamin menyerahkan dokumen itu ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Pinangki sebelumnya menjalani serangkaian pemeriksaan lantaran pernah bertemu Joko Tjandra di Malaysia. Hasil pemeriksaan internal menyatakan Pinangki melanggar disiplin karena ke luar negeri tanpa izin sebanyak sembilan kali sepanjang 2019.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kemudian mencopot Pinangki dari jabatan lamanya, Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Sementara itu Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri meningkatkan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias JokoTjandra ke tahap penyidikan. Sejak kemarin kasus tersebut telah ditingkatkan menjadi tahap penyidikan.

"Kami telah meminta keterangan dari 15 orang saksi," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui video telekonferensi, Kamis (6/8/2020), tanpa merinci siapa saja saksi yang dimaksud.

Menurut Argo, Bareskrim juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana terkait kasus itu. Selanjutnya, Bareskrim melakukan gelar perkara.

Argo mengatakan dugaan tindak pidana pada kasus ini yakni pemberian dan penerimaan hadiah terkait penghapusan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra yang terjadi sekitar Mei-Juni 2020.

Adapun Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.

Menurut Argo, penyidik masih bekerja hingga belum menetapkan tersangka.

Sebelumnya, dua jenderal Polri dimutasi karena diduga melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk JokoTjandra. Keduanya yaitu Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.

Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menangani kasus pelarian JokoTjandra yang turut menyangkut perwira tinggi (pati) Polri. Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua orang tersangka karena diduga membantu Jokountuk keluar-masuk Indonesia.

Pertama, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang telah menerbitkan surat jalan dan diduga terlibat dalam penerbitan surat kesehatan untuk Joko Tjandra. Prasetijo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.

Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. Pasal 263 KUHP meyebut ketentuan soal pemalsuan surat atau dokumen. Prasetijo diduga telah membuat dan menggunakan surat palsu yang berupa surat jalan tersebut.

Kemudian, Pasal 426 KUHP terkait pejabat yang dengan sengaja membiarkan atau melepaskan atau memberi pertolongan orang yang melakukan kejahatan. Lalu, Pasal 221 KUHP terkait menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.

Selain Prasetijo, penyidik menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka. Anita merupakan pengacara atau kuasa hukum Joko Tjandra, narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, saat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Anita dijerat dengan pasal berlapis. Ia disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan.

Namun Anita tidak memenuhi panggilan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk diperiksa. Anita dijadwalkan menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Selasa, 4 Agustus 2020, pukul 09.00 WIB. Namun ia tidak datang dan mengajukan penjadwalan ulang.

Alasan Anita tidak bisa hadir di depan penyidik ialah karena pada Selasa dan Rabu atau 3-4 Agustus 2020 perlu mendatangi kegiatan terkait permintaan keterangan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Jadwal tersebut bersamaan dengan pemeriksaan dirinya sebagai tersangka di Bareskrim. (G-2)

BACA JUGA: