JAKARTA - Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kembali digelar Senin (3/8/2020). Agenda sidang kali ini mendengarkan kesaksian para sekretaris terdakwa Benny Tjokrosaputro (Bentjok) antara lain Djumiah, Janny Irniawati, dan Rina Mariatna.

Tiga terdakwa menghadiri persidangan, selain Bentjok (Direktur Utama PT Hanson International Tbk/MYRX), yakni Heru Hidayat (Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk/TRAM) dan Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra).

Sebelum pemeriksaan saksi, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya pada Janny mengenai keberadaan 16 foto dan KTP untuk akun nominee. Dalam sidang sebelumnya terungkap praktik pinjam nama (nominee) yang dipakai terdakwa untuk bertransaksi saham.

"Fotonya darimana lagi dapat dari 16 orang ini, nggak ada orangnya ini?" tanya jaksa.

"Saya tahunya sudah ada, sih, kalau yang itu, Pak," jawab Janny.

Menurut Janny, semua berkas yang dilengkapi dengan KTP tersebut telah ditandatangani oleh Bentjok. Foto dan KTP tersebut Janny dapatkan dari Devi Henita (Direktur Independen PT Armidian Karyatama Tbk/ARMY).

Jaksa lanjut bertanya. "Setelah dapat KTP dari mereka, apa yang Janny lakukan?"

"Disuruh buka rekening," jawab Janny.

Menurut Janny, yang memerintahkan dirinya tersebut adalah Bentjok langsung.

Selain itu, semua dokumen KTP, foto dan lainnya sudah dipindahkan ke Patra Kuningan, Jakarta, di rumah Bentjok. Pemindahan dokumen tersebut atas perintah Bentjok pada awal 2020, sebelum dilakukan penggeledahan oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketua Majelis Hakim Rosmina menengahi perdebatan antara jaksa dan saksi, mengenai apakah saksi mengingat tanggal, bulan dan tahun berapa transaksi yang pernah terjadi saat itu.

"Saudara penuntut umum, itu saksi sangat wajar dia lupa. Nggak mungkin dia bisa mengingat tanggal sekian tahun sekian, nomor rekeningnya. Itu sangat wajar dia lupa. Jadi tidak usah ditanyakan lagi itu," kata Rosmina.

"Polanya aja yang dicari. Apa polanya yang dia lakukan. Ini timbulnya hanya mencatat, catatannya kita lihat nanti. Apakah catatannya itu sama dengan yang di sini. `Pencatatannya dengan menggunakan apa, Bu?` `Persis seperti catatan ibu tadi?`," tanya Rosmina.

"Itu yang khusus untuk laporan ke Pak Benny. Tapi kalau secara transaksi harian seperti BCA, itu ada di laptop," jawab Janny.

"Catatan itu dari laptop, didapatkan dari siapa?" tanya Rosmina kembali.

"Itu saya dari print out di bank, Bu," kata Janny, sembari menjelaskan mendapat print out tersebut pada sore hari setiap transaksi yang dilakukan. Sebelum melapor ke Bentjok, Janny mengecek ke bank.

"Bank apa saja yang saudara kontrol?" tanya Rosmina.

"Yang saya kontrol itu bank BCA, rekeningnya Pak Benny, terus bank CCB (PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk) rekeningnya Pak Benny," jawabnya.

"Di CCB itu ada berapa PT yang saudara periksa setiap hari?" tanya Rosmina lagi.

"Yang pasti itu Delta, Karya Niaga, punyanya Pak Benny ada dua rekening, Lentera. Ada lima," jawab Janny.

"Rekeningnya semua atas nama Benny?" cecar Rosmina.

"Semuanya milik Pak Benny," jawab Janny.

Janny pun menjelaskan rekening perusahaan yang dikelola olehnya di BCA ada tiga, di antaranya PT Bibit dan dua rekening milik Bentjok.

Kemudian Rosmina mempertanyakan rekening perusahaan yang tinggal dua yang di CCB dan BCA yang diperiksa. "Terus dari Mayapada dipindahkan ke?" tanya Rosmina.

"Ya, dari Mayapada bisa ke CCB, bisa ke BCA," jawab Janny.

Janny mengakui dia tidak pernah memeriksa rekening Mayapada sejak 2013.

Kemudian jaksa bertanya kepada saksi Djumiah, apakah tugasnya sama dengan dua sekretaris lainnya.

"Sama," kata Djumiah.

Bisa saudara sebutkan jumlah harta yang saudara miliki?

"Apartemen Tamansari, rumah tipe unit 45 di Cisauk, Bogor dengan harga Rp400 juta dengan cara mencicil, apartemen di Ambassador, 1 unit mobil BMW, dua lempengan emas murni Antam 100 gram," jawab Djumiah.

"Yang saudara ketahui, perusahaan-perusahaan yang digunakan oleh saudara terdakwa ini, selain PT Bumi Nusa Jaya Abadi, ada 31 perusahaan di bawah kendali tersangka Benny Tjokrosaputro, saudara ingat?" tanya jaksa.

"Lupa, Pak, " jawabnya.

Jaksa membacakan beberapa perusahaan dari 31 perusahaan yang dimiliki Bentjok.

"PT Andika Prismata, PT Mandiri Surya Jaya, PT Cahaya Sukma Mulya, PT Sarana Gilang Pertiwi, PT Duta Sarana Maju, PT Selaras Maju, PT Sukses Putra Duta Raya, PT Wira Putra Duna Makmur, ada 31 PT, ya?" tanya jaksa.

Kemudian Rosmina kembali menengahi dan bertanya kepada Djumiah.

"Saudara dapat ini darimana datanya?" tanya Rosmina.

"Waktu saya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Kejaksaan, Bu," jawab Djumiah.

Rosmina menanyakan apakah Djumiah mengetahui kegiatan 31 PT tersebut, dijawab tidak tahu. Djumiah mengaku hanya mengetahui PT Bumi Nusa tempat ia bekerja selama ini, yang menduduki jabatan sebagai komisaris.

Rosmina pun menanyakan penghasilannya sebagai komisaris di Bumi Nusa. "Rp34 juta sekian setiap bulan," kata Djumiah.

"Kegiatannya apa itu?" tanya Rosmina.

Djumiah menjelaskan namanya hanya dipakai sebagai komisaris. Sementara kegiatan perusahaan tersebut antara lain untuk pembelian tanah dan operasional kantor.

Operasional kantor itu maksudnya adalah untuk membayar alat tulis kantor (ATK) dan untuk berbagai macam kegiatan sejenis. Untuk kegiatan pembelian tanah, Djumiah tidak mengetahui untuk apa.

"Dari 31 perusahaan ini, apa kegiatannya masing-masing?" Rosmina mencecar.

"Itu PT katanya untuk beli tanah, PT yang dibuat itu untuk buat beli aset tanah," jawab Djumiah.

Djumiah menjelaskan mengenai aset tanah, bahwa setiap pembelian tanah harus ada PT yang berdiri.

"Kalau perusahaan yang saudara jadi komisarisnya, berapa luas tanah yang dia beli?" tanya Rosmina.

"Saya nggak tahu, Bu," tuturnya.

"Bagaimana saudara sebagai komisaris nggak tahu?" cecar Rosmina.

"Ya, saya dipakai nama waktu itu, Bu. Saya sebenarnya nggak mau dipakai nama. Cuma Pak Benny bilang, ya siapa lagi," jawabnya.

Djumiah tidak mau dipakai namanya tapi dia menerima gaji dari satu perusahaan saja, PT Bumi Nusa. Namun ia tak digaji ketika menjadi sekretaris pribadi Bentjok.

Dalam persidangan ini juga terjadi gangguan. Seorang pengunjung yang merupakan petugas keamanan Jiwasraya merekam jalannya sidang dengan lampu depan kamera menyala.

"Saudara pengunjung tolong itu, silau, Pak. Dan bapak itu siapa? Nah, kemarin kita sudah bilang, kalau mau merekam itu minta izin. Saudara mengganggu persidangan ini namanya. Saudara wartawan atau apa? Sebagai apa, Pak? Ini juga pelajaran buat yang lain agar kode etik itu dijaga. Bapak sebagai apa?" kata Rosmina.

"Legal-nya Jiwasraya," jawab seorang pengunjung yang membawa kamera handphone ketika Rosmina menegurnya.

Ia mengaku dari Jiwasraya yang ditugaskan untuk memantau persidangan kasus Jiwasraya. Kedudukannya adalah satpam Jiwasraya.

"Suruh mendengarkan ini? Suruh merekam dari awal sampai akhir? Saudara kaitannya dengan legal itu apa?" ujar Rosmina.

"Satpam," jawab pengunjung tersebut kepada Rosmina.

"Aduh, yang begini-begini, tolong dihapus. Tolong dihapus semua rekamannya. Tolong dibawa ke sana, Pak. Sampaikan kepada Legal-mu, saya dimarahi sama majelis hakim. Untung belum ada undang-undang contempt of court," tutur Rosmina. (G-2)

BACA JUGA: