JAKARTA - Komisi Kejaksaan (Komjak), Kamis (30/7/2020), memanggil jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk meminta klarifikasi terkait dugaan pertemuan dengan buron kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra. Sebelumnya Pinangki telah diperiksa oleh tim Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Joko Tjandra sendiri kabarnya telah ditangkap di Malaysia dan segera dibawa ke Indonesia. Buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu diterbangkan dari Malaysia.

Joko Tjandra semestinya berada di dalam sel sejak 2009. Saat itu Joko Tjandra dijerat perkara cessie Bank Bali dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp15 juta. Namun ia kabur ke luar negeri.

"Iya. Kami kan hari ini menjadwalkan untuk meminta keterangan dari yang bersangkutan. Sesuai dengan laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Jumat lalu ke kami," kata Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak kepada Gresnews.com, Kamis, (30/7/2020).

Menurutnya pada hari Senin pekan ini, Komjak sudah memutuskan untuk meminta keterangan dan sudah melayangkan surat kepada Pinangki untuk dimintai keterangannya hari ini (Kamis, 30/7/2020) Jam 9.30 WIB pagi.

"Tapi sampai dengan sekarang yang bersangkutan belum hadir," katanya.

Barita menjelaskan belum bisa berkomentar lebih jauh tentang kemungkinan Pinangki kena sanksi pidana.

"Nah inilah yang mau kita dalami dengan minta keterangan juga dari yang bersangkutan itu. Tapi karena belum datang, saya kan belum bisa kasih komen apa-apa. Karena kita butuh penjelasan dan keterangannya, itu satu," terangnya.

Ia menjelaskan bila sudah selesai pemeriksaan, tentu Kejaksaan akan menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya ke Komjak.

"(Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP) itu juga kita belum terima. Jadi kita (memanggil) justru untuk mendalami itu," jelasnya.

"Kalau dari pengawasan kan sudah disampaikan itu. Tapi resminya ke kami belum. Kan itu yang berkembang kan," tambahnya.

Menurutnya Komjak tentu harus membaca LHP atau meminta keterangan dari yang bersangkutan supaya bisa melihat persoalannya secara utuh.

Selain itu, mengenai komitmen dan ketegasan Kejaksaan dalam penegakkan hukum, meskipun ada anggotanya yang terlibat pasti ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku.

"Itu kan sudah diatur ketentuannya. Ketemu buron kan! Terpidana buron itu saja kan ada dugaan pidana di situ. Nah itu yang perlu didalami kami. Untuk apa, apa yang dibicarakan, kapan, di mana itu? Karena itu kan ada hal yang memerlukan penjelasan langsung dari yang bersangkutan," terangnya.

Hal ini dilakukan untuk mengkonfrontir berita yang tersebar di masyarakat. "Supaya apa yang dipandang oleh masyarakat itu bisa kita terima langsung penjelasannya dari yang bersangkutan. Dari disitulah nanti bisa kita analisis apa yang terjadi dari sudut penerapan aturan-aturan hukum," kata Barita.

"Ya, harusnya. Polri kan sudah tegas. Sudah cepat, tegas," sambungnya.

Untuk keputusan pemberian sanksi bisa ditanyakan langsung ke pihak kejaksaan. "Tapi kalau masalah kepertimbangannya bisa ditanyakan ke kejaksaan sebab mereka kan yang membuat keputusan itu. Soal kita sependapat atau tidak kan kita akan bergantung pada laporan hasil pemeriksaan itu dan pemberian keterangan dari yang bersangkutan," tandasnya.

Sebelumnya, Pinangki telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Pencopotan itu dikarenakan Pinangki melanggar disiplin berat. Pinangki melanggar disiplin karena tak mendapatkan izin tertulis bepergian ke luar negeri dari atasannya.

Ia diketahui pergi ke luar negeri sebanyak sembilan kali pada 2019. Salah satunya bertemu Joko Tjandra.

Sementara itu Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan tidak puas dengan langkah Kejaksaan Agung yang hanya mencopot jabatan Pinangki sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan.

"Pinangki harusnya dipecat dengan tidak hormat karena diduga bertemu Joko Tjandra," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis pada Kamis, (30/7/2020).

Ia menjelaskan alasan mengapa Pinangki seharusnya dipecat. Pertama, diduga tak kooperatif selama pemeriksaan. Ia disebut tak mengakui perbuatan serta melakukan upaya perlawanan balik terhadap penyidik.

"Semestinya hal ini menjadi faktor pemberatan sehingga layak sanksi pencopotan dengan tidak hormat," kata Boyamin.

Kemudian, terdapat dugaan bukti yang cukup berupa pengakuan Anita Kolopaking yang telah jujur mengakui bersama Pinangki bertemu Joko Tjandra di Malaysia. Keterangan Anita Kolopaking ini semestinya sudah cukup kuat dan tidak perlu menunggu keterangan Joko Tjandra.

Menurut Boyamin, sanksi pencopotan jabatan hanya didasarkan 9 kali pergi keluar negeri tanpa izin atasan. "Kejaksaan Agung berdalih belum memeriksa Joko Tjandra untuk mengabaikan dugaan pertemuan tersebut," ucap dia.

Boyamin juga menuding Kejaksaan Agung menutupi tempat bepergian Pinangki keluar negeri hanya Singapura dan Malaysia. Padahal, Pinangki juga diduga pergi ke Amerika Serikat.

Kejaksaan Agung mencopot jabatan Pinangki setelah ketahuan bepergian ke luar negeri sebanyak sembilan kali di sepanjang 2019. Alhasil, Pinangki melanggar Pasal 3 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa setiap PNS wajib menaati peraturan kedinasan yang berlaku.

Selain itu, Pinangki juga disebutkan melanggar Pasal 3 huruf a dan Pasal 4 huruf a Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa. Lalu, Pasal 3 huruf a mengatur bahwa jaksa menaati perundang-undangan serta peraturan kedinasan yang berlaku.

Kemudian, Pasal 4 huruf a menyebutkan bahwa jaksa dilarang menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain. (G-2)

BACA JUGA: