JAKARTA - Pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) mengungkapkan hingga saat ini belum menemukan berkas perkara dugaan tindak pidana penggelapan pabrik dan uang retensi (Jaminan Pemeliharaan) sebesar US$50.786.000 (Rp693 miliar kurs saat ini) serta uang Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) sebesar US$56 juta (Rp764 miliar kurs saat ini), yang berhubungan dengan proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah, senilai kontrak US$507.860.000 (Rp6,9 triliun kurs saat ini). Perkara tersebut adalah antara PT Panca Amara Utama (PAU) dan PT Rekayasa Industri (Rekind), anak perusahaan BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero). Kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, yakni Garibaldi (Boy) Thohir, berposisi sebagai Presiden Komisaris PAU.

Kepada Gresnews.com, Senin (27/1), di Markas Polda Metro Jaya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menjawab diplomatis mengenai perkembangan penanganan kasus yang dilaporkan oleh pihak Rekind itu. "Saya sudah usahakan dan meminta anak buah saya untuk mencarinya. Tapi karena kasus itu sudah lama sekali, anak buah saya tidak dapat menemukannya, karena di sini saya sehari menangani 100 kasus. Nanti waktu saya habis hanya untuk melayani kasus kamu itu. Jadi mohon maaf ya, mas. Saya tidak menemukan berkas kasus tersebut hingga saat ini," kata Yunus. 

Berdasarkan dokumen, informasi, dan penelusuran Gresnews.com, Rekind sudah melakukan pelaporan di Kepolisian Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh PAU. Laporan itu terdaftar dengan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/2705/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 2 Mei 2019. Terlapor adalah Presiden Direktur PAU Vinod Laroya dan Wakil Presiden Direktur Kanishk Laroya. Tak hanya membuat Laporan di Polda Metro Jaya, Rekind juga mengirimkan Surat Permohonan Penanganan Kasus Proyek Banggai Ammonia Plant (BAP) itu kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri melalui Surat Nomor: 192/10000-LT/06/2019 tanggal 11 Juni 2019.

Gresnews.com, pada Jumat (17/1), di Markas Polda Metro Jaya, juga telah menanyakan hal yang sama kepada Yunus. Dijawab, “Beri saya waktu. Nanti saya akan beri tahu,” kata Yusri saat itu.

Pencairan Jaminan Pelaksanaan 
Salah satu poin penting dalam perkara PAU vs Rekind adalah soal pencairan uang Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) Rekind oleh PAU sebesar US$56 juta (Rp764 miliar). Berdasarkan informasi dan riset yang dilakukan oleh Gresnews.com, PAU mengajukan klaim atas Jaminan Pelaksanaan itu ke Standard Chartered Bank (SCB) pada 15 Mei 2019. Rekind tidak menyetujui pencairan uang itu karena menganggap tidak melakukan wanprestasi atas kontrak proyek dengan PAU. Namun, Bank SCB tetap mencairkan bank garansi kepada PAU pada 21 Mei 2019.

Selain melaporkan pidana penggelapan oleh PAU ke Polda Metro Jaya, ternyata Rekind juga mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di sisi lain, PAU mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa melalui Singapore International Arbitration Center (SIAC) pada 17 Mei 2019.

Utang PAU Proyek Banggai
Bila ditelisik lebih dalam lagi dari Laporan Keuangan ESSA 2018 (Audited), untuk pendanaan proyek pabrik amoniak itu, ESSA menempuh sejumlah skema utang. ESSA dan PT Trinugraha Akraya Sejahtera (TAS) bertindak sebagai sponsor pinjaman dari International Finance Corporation (IFC) yang digunakan PAU untuk pembangunan proyek amoniak.

IFC mensyaratkan Perusahaan dan TAS untuk menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan proyek secara kontinyu. Maka pada tanggal 31 Maret 2016, Perusahaan dan TAS menandatangani perjanjian kredit dengan Standard Chartered Bank Singapore. Sehubungan dengan perjanjian ini, Perusahaan mendapatkan fasilitas kredit sebesar US$49.400.000 untuk menjamin pendanaan pembangunan proyek. Surat  kredit hanya akan digunakan apabila terdapat kekurangan biaya apabila semua pinjaman IFC telah digunakan.”


(Sumber tangkapan layar struktur pengendali saham dan pengurus ESSA: www.sep.co.id)

Pada 2014 dan 2015, PAU meneken perjanjian dengan IFC untuk memperoleh pinjaman untuk tujuan pembangunan pabrik amonia. Ada dua jenis perjanjian:

Perjanjian pinjaman A dan B yang diteken pada 5 September 2014 dengan nilai maksimum pinjaman A dan B masing-masing sebesar US$94 juta (Rp1,2 triliun kurs saat ini) dan US$415 juta (Rp5,6 triliun kurs saat ini). Pada 3 Juli 2015, perjanjian diubah dengan menambahkan fasilitas pinjaman kontijensi US$3 juta (Rp41 miliar) dan mengubah jadwal pembayaran pokok dan bunga dimulai pada Oktober 2018. Pada 31 Desember 2018, jumlah pinjaman A dan B yang sudah dicairkan sebesar US$499,35 juta (Rp6,8 triliun).

“Pada tanggal 31 Desember 2018, PAU tidak memenuhi persyaratan pinjaman untuk Current Debt Service Coverage Ratio (DSCR) minimum. Atas pelanggaran persyaratan ini, manajemen mengirimkan surat kepada International Finance Corporation (IFC) tanggal 21 Januari 2019 yang meminta, salah satunya, mengabaikan pasal 5.01 (I) (iii) Perjanjian pinjaman dengan IFC yang mensyaratkan Current DSCR minimum sebesar 1,3. Pada tanggal 8 Pebruari 2019, IFC memberikan konfirmasi persetujuan terhadap permintaan pengabaian waiver tersebut. Manajemen menerima surat pengabaian dari IFC atas pelanggaran Current DSCR pada tanggal 29 Maret 2019. Pada tanggal 31 Desember 2018, Pinjaman kepada IFC tetap disajikan sebagai liabilitas jangka panjang,” demikian tercantum dalam Laporan Keuangan ESSA 2018 (Audited).

Sementara itu, perjanjian pinjaman C diteken pada 10 Desember 2015 dengan nilai maksimum US$27,1 juta (Rp370,5 miliar). Jangka waktu pinjaman C adalah sampai 15 Oktober 2027. (G-2)

BACA JUGA: