JAKARTA - Bisnis impor minyak mentah maupun produk kilang yang dilakukan PT Pertamina (Persero) memiliki banyak celah terjadinya  penyimpangan yang bisa dilakukan oleh orang luar, internal perusahaan atau kerja sama di antara keduanya. Salah satu yang menjadi sorotan adalah potensi terjadinya penyelundupan yang dilakukan oleh kapal pembawa muatan minyak itu sendiri.

"Monitoring Vessel Tracking belum sepenuhnya efektif mencegah deviasi dan penyalahgunaan muatan," tulis Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Pemeriksaan Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero) dan Petral/PES Tahun 2012, 2013, dan 2014 (Semester 1) di Jakarta, Batam, Cilacap, Surabaya, Singapura, Hongkong, Aljazair, dan Dubai, tanggal 13 Januari 2015 yang diperoleh Gresnews.com.

Dokumen itu menjelaskan, Pertamina melakukan pembelian minyak mentah dan produk kilang dari dalam negeri dan luar negeri. Pengangkutan keduanya dilakukan menggunakan pipa dan kapal. Selama ini seluruh kapal time charter dan kapal milik Pertamina telah diwajibkan memiliki Vessel Tracking untuk mengetahui waktu dan posisi kapal berada. Namun, ternyata masih saja terjadi penyimpangan, kendati telah terpasang Vessel Tracking. BPK menjelaskan modusnya, pada Juni 2014 terjadi penyelundupan minyak oleh kapal JB. Kapal tersebut mengangkut 402 juta barel minyak mentah dari Dumai, Riau yang akan dibawa ke Balongan.

Ketika di perjalanan, rupanya Vessel Tracking kapal tersebut sempat dimatikan pada sore hari menjelang malam selama tujuh jam. Pada saat Vessel Tracking kapal tidak aktif, kapal tersebut keluar dari rute yang seharusnya dilewati dan melakukan transfer minyak ke kapal lain. Saat proses transfer sedang terjadi, aparat Bea Cukai menangkap dua kapal yang sedang bertransaksi tersebut. Berdasarkan informasi dari Bea Cukai, sebagian minyak di kapal penadah berasal dari kapal lain, sedangkan sebagian lainnya belum diketahui sumbernya.

BPK menyebutkan penyelundupan tersebut terjadi karena laporan Vessel Tracking yang diterima oleh Pertamina dengan menggunakan aplikasi e-DTP (Daily Tanker Position) paling cepat dengan interval empat jam. Kemudian belum ada notifikasi langsung saat Vessel Tracking kapal tidak aktif. Masalah lainnya adalah aplikasi yang digunakan dalam melakukan tracking kapal belum dilengkapi alat untuk menganalisis penyimpangan yang dapat dilakukan kapal.

Selain itu juga belum ada proses inspeksi rutin untuk pengecekan bangunan tidak normal pada kapal. Pemeriksaan kapal ini penting untuk mencegah kerugian akibat kapal tanker maupun terminal khusus minyak yang tidak memenuhi persyaratan mengenai keselamatan, kesehatan kerja, keamanan, dan perlindungan lingkungan.

Pihak PT Pertamina (Persero) telah kami minta penjelasannya mengenai audit BPK tersebut dan perkara korupsi yang tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tersangka mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto. Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman menegaskan Pertamina telah melakukan transformasi melaksanakan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas. "Ini memang sejalan dengan peran aktif Pertamina dalam memperbaiki tata kelola perusahaan," katanya kepada Gresnews.com, Kamis (19/9). (G-2)

BACA JUGA: