JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menegaskan dukungan terhadap pemerintah untuk menyiapkan gugatan terhadap Uni Eropa terkait diskriminasi sawit ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Peluang sekecil apapun layak dicoba demi kepentingan nasional.

"Saya kira perlu kita ajukan ke  WTO. Perjuangan diplomasi membawa kepentingan nasional harus terus dilakukan, besar atau kecil peluangnya," kata Bayu yang pernah menjadi wakil menteri pertanian itu kepada Gresnews.com, Kamis (5/9).

Ia berpendapat Renewable Energy Directive II (RED II) cenderung diskriminatif dengan tidak memberlakukan ketentuan yang sama bagi komoditas lain yang diduga juga memiliki masalah sama dengan sawit. RED II merupakan regulasi yang dibuat oleh Uni Eropa. Beleid tersebut mengatur kebijakan Uni Eropa dalam hal penggunaan energi terbarukan 2020-2030.

Pada 13 Maret lalu, konsep sekaligus aturan turunan dari RED II tersebut telah disampaikan oleh Komisi Eropa dalam bentuk Delegated Regulation. RED II dan Delegated Regulation mengklasifikasikan produk kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi) atau Indirect Land Use Change (ILUC) (Delegated Regulation/DR Article 3 and Annex).

Jika resmi berlaku, ada beberapa ketentuan yang akan mempengaruhi penggunaan sawit dalam bahan bakar di Uni Eropa.

Pertama, RED II menetapkan kewajiban Uni Eropa untuk memenuhi target 14% energi terbarukan pada sektor transportasi. Ketetapan ini sebagai bagian dari target total energi terbarukan sebesar 32% pada 2030.

Kedua, pada 2020 sampai 2023, penghitungan bahan bakar nabati yang berisiko tinggi Indirect Land Use Change (High-Risk ILUC) dibatasi maksimal sebesar konsumsi pada 2019. Artinya, konsumsi minyak sawit Uni Eropa akan dikunci pada volume tertentu maksimal sepanjang periode tersebut. Sementara, untuk komoditas yang berisiko rendah Indirect Land Use Change (Low-Risk ILUC) dibatasi sebesar konsumsi pada 2020 dengan batas maksimal 7% dari total konsumsi biofuel.

Setelah itu, mulai Januari 2024, barulah kalkulasi untuk komoditas yang berisiko tinggi Indirect Land Use Change (ILUC) alias minyak sawit diturunkan secara bertahap (phase-out) sampai 0% pada 2030. Artinya, penggunaan minyak sawit di Uni Eropa akan terus dikurangi hingga mencapai nol pada 2030 sesuai dengan tujuan RED II. Oleh karena itu, pemberlakuan aturan Uni Eropa ini akan sangat mempengaruhi industri sawit Indonesia, sebagai negara penghasil dan eksportir sawit terbesar di dunia. (G-2)

BACA JUGA: