JAKARTA - Ketua Pengurus Pusat (PP) Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS) Nahdlatul Ulama (NU) periode 2015-2020 Achmad Sudrajat menyatakan dana infak sah saja dipinjamkan sebagai modal usaha. “(Dipinjamkan) masih dalam sah-sah saja,” kata Sudrajat kepada Gresnews.com di Jakarta, Kamis (29/8).

Dia menekankan pada prinsip yang disebut muqoyyad. Artinya, kata Sudrajat, pengembalian modal usaha itu tidak ditentukan berapa jumlah yang harus dibayar.

Secara yuridis, infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat). UU Pengelolaan Zakat mengatur selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi.

Larangannya adalah: Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya (Pasal 37 UU Pengelolaan Zakat). Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan Pasal 37 tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Sepanjang Rabu-Kamis (28-29 Agustus 2019), Gresnews.com mencoba menelusuri dan mendalami potensi dana infak di sejumlah lembaga yang dapat didayagunakan untuk kemaslahatan umat.

Pertama, di lembaga negara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) terdapat program BAZNAS MICROFINANCE DESA (BMD). Alamat di Jl. Johar No.18 Kebonsirih Menteng, Jakarta Pusat 10340, Telepon 021-3904555. Menurut Dirut BAZNAS Arifin Purwakananta, dana kelolaan BMD baru Rp800 juta. “Kegiatan utamanya adalah menyalurkan dana infak untuk menggerakkan perekonomian,” kata Arifin.

Merujuk laman baznas.go.id, kriteria usaha yang dapat dibiayai antara lain sudah berjalan selama setahun terakhir dengan konsep usaha yang jelas; membuat Surat Keterangan Usaha minimal dari Kelurahan; memiliki catatan pembukuan kegiatan usaha yang dapat menilai aset; memiliki rekening bank. “Status pendanaan adalah hibah bersyarat. Para nasabah wajib mengangsur cicilan sebesar 10% dari nilai total pendanaan tiap bulan selama sepuluh bulan. Dana tersebut nantinya akan menjadi tambahan modal bagi para nasabah tanpa mengajukan kembali kepada Bank Mustahik.”

Kedua, Bank Infaq yang diresmikan oleh Sandiaga Salahuddin Uno pada 10 April 2017. Dua cabang pertama adalah di Masjid Al Barokah (Lebak Bulus) dan Masjid Al Ihsan (Cipete). Lembaga ini berada di bawah naungan Yayasan Gerakan Infaq Dunia. Besar pinjaman untuk usaha supermikro Rp1 juta-Rp5 juta dan berkelompok (5-9 orang). Pinjaman tidak dikenakan bunga dan bagi hasil tapi wajib memberikan infak dengan sukarela. Akad pinjaman berdasarkan janji antara peminjam dengan Allah SWT dan disaksikan serta disetujui oleh pengurus Bank Infaq setempat.

Ketiga, NU CARE-LAZISNU yang resmi dikukuhkan pada 16 September 2015. Berlokasi di Gedung PBNU, Lt. 2 Jl. Kramat Raya, No. 164, Jakarta Pusat. Telp: (021) 3102913, Hp/WA: 0813 9800 9800. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah Rumah Batik untuk Difabel Blora untuk target donasi Rp100 juta.

Keempat, Dompet Dhuafa Republika, yang berlokasi di Philanthropy Building, Jl. Warung Jati Barat No.14, Jakarta Selatan 12540. Ph: +62 21 7821292Fax: +62 21 7821333.

Tidak secara spesifik menyebut modal usaha, namun Dompet Dhuafa memiliki sejumlah program bidang ekonomi untuk masyarakat, yakni Pertanian Sehat Indonesia, Kampoeng Ternak Nusantara, Tebar Hewan Kurban, Karya Masyarakat Mandiri, Tabung Wakaf Indonesia, IMZ Consultant, Dompet Dhuafa Travel, dan Institut Kemandirian. Per 2018, dana yang dihimpun oleh Dompet Dhuafa tercatat sebesar Rp312,5 miliar. (G-2)

BACA JUGA: